Serikat Pekerja Hitung Simulasi Iuran Tapera: Sampai Mati Rumah Tak Terbeli
Jum'at, 31 Mei 2024 - 17:38 WIB
JAKARTA - Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) ikut angkat protes perihal kewajiban iuran Tabungan Perumahan Rakyat ( Tapera ). Polemik kebijakan yang memang dikritik oleh masyarakat tersebut, diamini oleh KSPN lantaran tidak realistis.
Presiden KSPN, Ristadi menjelaskan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 ihwal Tapera tersebut memang bertujuan baik terutama bagi masyarakat, khususnya buruh, yang berpenghasilan rendah agar memiliki rumah. Tetapi, dia menilai kewajiban iuran yang memotong sebesar 3% kepada pekerja dan pemberi kerja, sebagai suatu hal yang mustahil guna melunasi pembelian rumah yang dimaksud.
"Apakah isi PP Tapera-nya bisa menjawab dan mewujudkan tujuan tersebut? Simulasi sederhana, total iuran 3%, yakni 2,5% pekerja ditambah 0,5% dari pengusaha, diambil berdasarkan UMK setempat, apakah benar-benar solutif?," ungkap Ristadi, Jumat (31/5/2024).
Ristadi menuturkan jika upah minimum Kabupaten/Kota (UMK) senilai Rp3,5 Juta, maka iuran Tapera yang wajib dipungut sebesar Rp105 ribu per bulannya. Sedangkan jika harga rumah ukuran minimalis standar adalah Rp250 Juta, dia mempertanyakan butuh berapa tahun Tapera akan melunasi pembayaran tersebut.
"Maka untuk bisa terkumpul Rp250 juta, butuh waktu mengiurkan selama 2.400 bulan, setara dengan 200 tahun. Kira-kira realible tidak? Tentu tidak," katanya.
"Sampai pekerja meninggal dunia pun tidak akan kebeli rumah melalui tabungan tapera ini," sambung Ristadi.
Senada dengan Ristadi, Ketua Umum APINDO, Shinta Kamdani menjelaskan iuran wajib Tapera ini dinilai hanya menambah beban baik bagi pekerja maupun pengusaha. Pasalnya sejak sebelum Tapera, beban iuran yang dipotong dari gaji karyawan dan pendapatan perusahaan sudah terlampau besar.
"Saat ini beban-beban yang telah ditanggung perusahaan itu hampir 18,24% sampai 19,74%. nah ini apa saja, ada jaminan sostek, JHT (Jaminan Hari Tua), jaminan kematian, kecelakaan kerja, pensiun jaminan sosial kesehatan, ada cadangan pesangon dan ada macam-macam jadi jumlahnya besar," ujar Shinta.
Shinta menilai, beban wajib iuran Tapera ini hanya menambah persoalan bagi para pengusaha maupun karyawan. Terlebih kondisi ekonomi kekinian yang tidak mendukung, dikhawatirkan akan mempersulit keberlangsungan para pengusaha.
"Jadi kalau misalnya ada penambahan lagi jadi tentu saja ini akan bertambah bebannya semakin berat dan juga dengan kondisi yang ada sekarang ini dengan permintaan-permintaan pasar dan lain-lain ini tentunya akan mempengaruhi ya kondisinya," terang Shinta.
Presiden KSPN, Ristadi menjelaskan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 ihwal Tapera tersebut memang bertujuan baik terutama bagi masyarakat, khususnya buruh, yang berpenghasilan rendah agar memiliki rumah. Tetapi, dia menilai kewajiban iuran yang memotong sebesar 3% kepada pekerja dan pemberi kerja, sebagai suatu hal yang mustahil guna melunasi pembelian rumah yang dimaksud.
"Apakah isi PP Tapera-nya bisa menjawab dan mewujudkan tujuan tersebut? Simulasi sederhana, total iuran 3%, yakni 2,5% pekerja ditambah 0,5% dari pengusaha, diambil berdasarkan UMK setempat, apakah benar-benar solutif?," ungkap Ristadi, Jumat (31/5/2024).
Ristadi menuturkan jika upah minimum Kabupaten/Kota (UMK) senilai Rp3,5 Juta, maka iuran Tapera yang wajib dipungut sebesar Rp105 ribu per bulannya. Sedangkan jika harga rumah ukuran minimalis standar adalah Rp250 Juta, dia mempertanyakan butuh berapa tahun Tapera akan melunasi pembayaran tersebut.
"Maka untuk bisa terkumpul Rp250 juta, butuh waktu mengiurkan selama 2.400 bulan, setara dengan 200 tahun. Kira-kira realible tidak? Tentu tidak," katanya.
"Sampai pekerja meninggal dunia pun tidak akan kebeli rumah melalui tabungan tapera ini," sambung Ristadi.
Senada dengan Ristadi, Ketua Umum APINDO, Shinta Kamdani menjelaskan iuran wajib Tapera ini dinilai hanya menambah beban baik bagi pekerja maupun pengusaha. Pasalnya sejak sebelum Tapera, beban iuran yang dipotong dari gaji karyawan dan pendapatan perusahaan sudah terlampau besar.
"Saat ini beban-beban yang telah ditanggung perusahaan itu hampir 18,24% sampai 19,74%. nah ini apa saja, ada jaminan sostek, JHT (Jaminan Hari Tua), jaminan kematian, kecelakaan kerja, pensiun jaminan sosial kesehatan, ada cadangan pesangon dan ada macam-macam jadi jumlahnya besar," ujar Shinta.
Shinta menilai, beban wajib iuran Tapera ini hanya menambah persoalan bagi para pengusaha maupun karyawan. Terlebih kondisi ekonomi kekinian yang tidak mendukung, dikhawatirkan akan mempersulit keberlangsungan para pengusaha.
"Jadi kalau misalnya ada penambahan lagi jadi tentu saja ini akan bertambah bebannya semakin berat dan juga dengan kondisi yang ada sekarang ini dengan permintaan-permintaan pasar dan lain-lain ini tentunya akan mempengaruhi ya kondisinya," terang Shinta.
(nng)
Lihat Juga :
tulis komentar anda