Pasokan Gas Bergantung LNG, Program HGBT Bakal Hadapi Banyak Tantangan
Kamis, 11 Juli 2024 - 22:51 WIB
Ditambah lagi dengan rencana pemerintah yang juga akan membuka lebih banyak pihak untuk infrastruktur regasifikasi gas alam cair (LNG) di kawasan tertentu. Artinya skema blending price adalah keniscayaan dan tidak bisa dengan sekadar mematok harga murah.
"Jadi PR-nya masih panjang ya sampai ketemu satu titik antara pemangku kepentingan, duduk bersama ya paling tidak," ucapnya.
Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro, dalam kesempatan yang sama mengingatkan bahwa pemerintah memang perlu berhati-hati dalam kebijakan gas bumi terutama HGBT ini. Terlebih pada akhirnya juga akan mengoptimalkan LNG sebagai solusi terjadinya natural declining ini.
"Kemampuan fiskal pemerintah sanggup tidak untuk intervensi? Kalau misalkan ICP (Indonesia Crude Price) 100, kita tergantung pada LNG, paling tidak harga LNG-nya sudah USD10. Kalau diminta USD6 (sesuai HGBT) pemerintah harus intervensi sekitar USD4 dan tidak punya bagian sama sekali ya ini di dalam LNG," jelasnya.
Belum lagi jika nantinya bahan baku LNG harus impor penuh. Dalam situasi ini, kata Komaidi, terdapat potensi bahwa pasokan gas ke industri tidak selalu bisa terealisasi.
"Ini yang jauh lebih mengkhawatirkan. Nah karena itu perlu diinformasikan kebijakan yang lebih pas. Kalau hanya kasih HGBT dalam satu sampai dua tahun ke depan, tahun ketiga dan seterusnya menjadi bencana, saya kira ini pilihan kebijakan yang perlu dikaji ulang," sarannya.
Baca Juga: Ini Dia 7 Barang Impor yang Bakal Kena Pajak 200%
Komaidi berharap seluruh pemangku kepentingan terutama pemerintah menjelaskan situasi sebenarnya.
"Sebetulnya perlu jujur sih problemnya apa, kita cari titik optimalnya ada di mana. Saya kira pengguna gas juga tidak akan menolak ketika harga rasionalnya harus USD7 per MMBTU misalnya mereka pasti akan sanggup membayar USD7," ungkapnya.
Sebab, yang lebih dibutuhkan industri adalah kepastian. "Sebagai ilustrasi misalnya ketika pabrik hari ini katakan lah dapat pasokan gas bumi 1000, itu kan kapasitas pabriknya sudah disetting 1.000. Jika nanti turun menjadi 500 otomatis harus turun settingnya. Tapi untuk mengubah lagi settingan itu kan tidak sederhana," jelasnya.
"Jadi PR-nya masih panjang ya sampai ketemu satu titik antara pemangku kepentingan, duduk bersama ya paling tidak," ucapnya.
Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro, dalam kesempatan yang sama mengingatkan bahwa pemerintah memang perlu berhati-hati dalam kebijakan gas bumi terutama HGBT ini. Terlebih pada akhirnya juga akan mengoptimalkan LNG sebagai solusi terjadinya natural declining ini.
"Kemampuan fiskal pemerintah sanggup tidak untuk intervensi? Kalau misalkan ICP (Indonesia Crude Price) 100, kita tergantung pada LNG, paling tidak harga LNG-nya sudah USD10. Kalau diminta USD6 (sesuai HGBT) pemerintah harus intervensi sekitar USD4 dan tidak punya bagian sama sekali ya ini di dalam LNG," jelasnya.
Belum lagi jika nantinya bahan baku LNG harus impor penuh. Dalam situasi ini, kata Komaidi, terdapat potensi bahwa pasokan gas ke industri tidak selalu bisa terealisasi.
"Ini yang jauh lebih mengkhawatirkan. Nah karena itu perlu diinformasikan kebijakan yang lebih pas. Kalau hanya kasih HGBT dalam satu sampai dua tahun ke depan, tahun ketiga dan seterusnya menjadi bencana, saya kira ini pilihan kebijakan yang perlu dikaji ulang," sarannya.
Baca Juga: Ini Dia 7 Barang Impor yang Bakal Kena Pajak 200%
Komaidi berharap seluruh pemangku kepentingan terutama pemerintah menjelaskan situasi sebenarnya.
"Sebetulnya perlu jujur sih problemnya apa, kita cari titik optimalnya ada di mana. Saya kira pengguna gas juga tidak akan menolak ketika harga rasionalnya harus USD7 per MMBTU misalnya mereka pasti akan sanggup membayar USD7," ungkapnya.
Sebab, yang lebih dibutuhkan industri adalah kepastian. "Sebagai ilustrasi misalnya ketika pabrik hari ini katakan lah dapat pasokan gas bumi 1000, itu kan kapasitas pabriknya sudah disetting 1.000. Jika nanti turun menjadi 500 otomatis harus turun settingnya. Tapi untuk mengubah lagi settingan itu kan tidak sederhana," jelasnya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda