Tantangan Ekonomi di Triwulan III dan IV, Daya Beli Melemah
Jum'at, 09 Agustus 2024 - 09:14 WIB
JAKARTA - Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai tantangan ekonomi yang sebenarnya baru akan dirasakan Indonesia pada triwulan ke III dan IV tahun 2024.
Menurutnya hal itu tercermin dari indikator PMI manufaktur berada dibawah angka 50, artinya sektor industri sedang rem pembelian bahan baku/ekspansi.
"Di kuartal kedua 2024 pertumbuhan ekonomi 5,05 persen, itu sebenarnya tantangan belum terlihat. Tantangan justru muncul di kuartal ketiga dan kuartal keempat. Kenapa? Karena tekanan-tekanan ekonomi ini mulai kelihatan di kuartal ketiga. Salah satunya Purchasing Managers' Index manufaktur yang sudah terlihat dalam kondisi tidak ekspansif atau di bawah angka 50," terang Bhima kepada Sindonews, Jumat (9/8/2024)
Bhima juga menilai bahwa daya beli kelas menengah masih lemah. Apalagi triwulan III 2024 tidak ada "event" yang mampu mendorong konsumsi rumah tangga seperti Ramadan dan Lebaran.
"Sektor pertambangan dan penggalian menunjukkan adanya perlambatan dari9,31% ke 3,17% yoy di TW II sejalan dengan koreksi berbagai harga komoditas termasuk nikel," terang Bhima.
Kemudian, sektor konstruksi yang tumbuh 7,29% masih ditopang oleh proyek pemerintah seperti percepatan penyelesaian PSN, sementara sektor real estat hanya mampu tumbuh 2,16% yoy.
"Ini sejalan dengan NPL KPR yang mulai menanjak sejak awal tahun," imbuh Bhima.
Oleh karena itu, lanjut Bhima, belanja pemerintah yang turun drastis paska pemilu dari 19,9% yoy per TW I 2024 ke 1,42% yoy TW II mengindikasikan bahwa bansos paska pemilu juga berkontribusi ke pelemahan belanja pemerintah.
"Meski ekspor tumbuh positif tapi kontribusi ekspor terhadap PDB dibanding TW I 2023 menurun dari 22,9 persen ke 21,4 persen di TW II 2024," pungkas Bhima.
Menurutnya hal itu tercermin dari indikator PMI manufaktur berada dibawah angka 50, artinya sektor industri sedang rem pembelian bahan baku/ekspansi.
"Di kuartal kedua 2024 pertumbuhan ekonomi 5,05 persen, itu sebenarnya tantangan belum terlihat. Tantangan justru muncul di kuartal ketiga dan kuartal keempat. Kenapa? Karena tekanan-tekanan ekonomi ini mulai kelihatan di kuartal ketiga. Salah satunya Purchasing Managers' Index manufaktur yang sudah terlihat dalam kondisi tidak ekspansif atau di bawah angka 50," terang Bhima kepada Sindonews, Jumat (9/8/2024)
Bhima juga menilai bahwa daya beli kelas menengah masih lemah. Apalagi triwulan III 2024 tidak ada "event" yang mampu mendorong konsumsi rumah tangga seperti Ramadan dan Lebaran.
"Sektor pertambangan dan penggalian menunjukkan adanya perlambatan dari9,31% ke 3,17% yoy di TW II sejalan dengan koreksi berbagai harga komoditas termasuk nikel," terang Bhima.
Kemudian, sektor konstruksi yang tumbuh 7,29% masih ditopang oleh proyek pemerintah seperti percepatan penyelesaian PSN, sementara sektor real estat hanya mampu tumbuh 2,16% yoy.
"Ini sejalan dengan NPL KPR yang mulai menanjak sejak awal tahun," imbuh Bhima.
Oleh karena itu, lanjut Bhima, belanja pemerintah yang turun drastis paska pemilu dari 19,9% yoy per TW I 2024 ke 1,42% yoy TW II mengindikasikan bahwa bansos paska pemilu juga berkontribusi ke pelemahan belanja pemerintah.
"Meski ekspor tumbuh positif tapi kontribusi ekspor terhadap PDB dibanding TW I 2023 menurun dari 22,9 persen ke 21,4 persen di TW II 2024," pungkas Bhima.
(fch)
tulis komentar anda