RUU EBET Belum Bisa Disahkan, SP PLN Apresiasi Penolakan Power Wheeling
Kamis, 19 September 2024 - 13:00 WIB
JAKARTA - Serikat Pekerja (SP) PT PLN (Persero) mengapresiasi dibatalkannya rapat kerja (raker) antara Komisi VII DPR dengan pemerintah terkait Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan ( RUU EBET ), Rabu (18/9), yang otomatis membuat RUU tersebut tidak dapat disahkan oleh DPR periode 2019-2024.
SP PLN berharap, hal itu memberikan lebih banyak waktu sehingga pembahasan RUU EBET bisa semakin matang. Hal itu juga memungkinkan untuk pengkajian ulang pasal-pasal yang krusial dalam RUU tersebut, khususnya mengenai power wheeling yang dinilai akan merugikan negara dan masyarakat.
Untuk diketahui, Komisi VII DPR batal melakukan rapat dengan Kementerian ESDM dikarenakan belum sepakat terkait norma tentang power wheeling. Terkait dengan itu, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) SP PLN Abrar Ali juga mengapresiasi sikap anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PKS Mulyanto yang tegas menolak skema power wheeling dalam RUU EBET.
"Kita apresiasi sikap Pak Mulyanto yang dalam pernyataannya dengan tegas menolak power wheeling yang ada dalam RUU EBET. Atas nama SP PLN, kita sampaikan terimakasih kepada beliau, karena beliau ternyata sangat respons terhadap suara yang kita sampaikan selama ini terkait permasalahan power wheeling yang memberi dampak negatif bagi negara dan masyarakat," ujar Abrar dalam keterangannya, Kamis (19/9/2024).
Dengan pembatalan rapat tersebut, secara otomatis RUU EBET tidak dapat disahkan oleh DPR periode 2019-2024. Pembahasan RUU EBET selanjutnya akan dilakukan oleh DPR dan pemerintah periode mendatang. Abrar berharap, dalam pembahasan RUU EBET selanjutnya, skema power wheeling dapat dihilangkan.
Abrar menekankan, SP PLN menilai power wheeling dalam RUU EBET merupakan bentuk liberalisasi sektor kelistrikan yang tidak sesuai dengan konstitusi. Dia menjelaskan, bila ketentuan power wheeling disetujui, maka pihak swasta diperbolehkan untuk memproduksi sekaligus menjual listrik kepada masyarakat secara langsung, bahkan dengan menyewa jaringan transmisi PLN.
Keadaan ini, kata dia, bisa melemahkan peran negara dalam penyediaan listrik bagi masyarakat. Dampaknya, harga listrik ke depan berpotensi akan ditentukan oleh mekanisme pasar. "Seperti yang disampaikan Pak Mulyanto, listrik merupakan kebutuhan penting dan strategis bagi masyarakat, sesuai konstitusi harus dikuasai oleh negara," tegasnya.
Abrar pun berharap power wheeling tidak lagi dimasukkan dalam RUU EBET, karena memiliki nilai negatif yang lebih besar dibanding manfaat yang akan diperoleh negara dan masyarakat. "Skema power wheeling baiknya tidak usah lagi dimasukkan dalam RUU EBET. Pemerintah harus mengedepankan kepentingan masyarakat daripada kepentingan segelintir pengusaha," tandasnya.
SP PLN berharap, hal itu memberikan lebih banyak waktu sehingga pembahasan RUU EBET bisa semakin matang. Hal itu juga memungkinkan untuk pengkajian ulang pasal-pasal yang krusial dalam RUU tersebut, khususnya mengenai power wheeling yang dinilai akan merugikan negara dan masyarakat.
Untuk diketahui, Komisi VII DPR batal melakukan rapat dengan Kementerian ESDM dikarenakan belum sepakat terkait norma tentang power wheeling. Terkait dengan itu, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) SP PLN Abrar Ali juga mengapresiasi sikap anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PKS Mulyanto yang tegas menolak skema power wheeling dalam RUU EBET.
"Kita apresiasi sikap Pak Mulyanto yang dalam pernyataannya dengan tegas menolak power wheeling yang ada dalam RUU EBET. Atas nama SP PLN, kita sampaikan terimakasih kepada beliau, karena beliau ternyata sangat respons terhadap suara yang kita sampaikan selama ini terkait permasalahan power wheeling yang memberi dampak negatif bagi negara dan masyarakat," ujar Abrar dalam keterangannya, Kamis (19/9/2024).
Dengan pembatalan rapat tersebut, secara otomatis RUU EBET tidak dapat disahkan oleh DPR periode 2019-2024. Pembahasan RUU EBET selanjutnya akan dilakukan oleh DPR dan pemerintah periode mendatang. Abrar berharap, dalam pembahasan RUU EBET selanjutnya, skema power wheeling dapat dihilangkan.
Abrar menekankan, SP PLN menilai power wheeling dalam RUU EBET merupakan bentuk liberalisasi sektor kelistrikan yang tidak sesuai dengan konstitusi. Dia menjelaskan, bila ketentuan power wheeling disetujui, maka pihak swasta diperbolehkan untuk memproduksi sekaligus menjual listrik kepada masyarakat secara langsung, bahkan dengan menyewa jaringan transmisi PLN.
Keadaan ini, kata dia, bisa melemahkan peran negara dalam penyediaan listrik bagi masyarakat. Dampaknya, harga listrik ke depan berpotensi akan ditentukan oleh mekanisme pasar. "Seperti yang disampaikan Pak Mulyanto, listrik merupakan kebutuhan penting dan strategis bagi masyarakat, sesuai konstitusi harus dikuasai oleh negara," tegasnya.
Abrar pun berharap power wheeling tidak lagi dimasukkan dalam RUU EBET, karena memiliki nilai negatif yang lebih besar dibanding manfaat yang akan diperoleh negara dan masyarakat. "Skema power wheeling baiknya tidak usah lagi dimasukkan dalam RUU EBET. Pemerintah harus mengedepankan kepentingan masyarakat daripada kepentingan segelintir pengusaha," tandasnya.
(fjo)
Lihat Juga :
tulis komentar anda