Kebijakan Kemasan Rokok Polos Abaikan Hajat Hidup Petani dan Buruh
Kamis, 26 September 2024 - 22:00 WIB
Willy juga menyoroti ketidakadilan yang dirasakan oleh industri tembakau terkait pajak. Menurutnya, larangan merokok di beberapa tempat tidak mempertimbangkan kepentingan produsen dan konsumen tembakau yang merupakan salah satu penyumbang pajak terbesar.
"Hal ini menunjukkan adanya ketidakselarasan antara kontribusi pajak dan kebijakan yang diambil oleh pemerintah," paparnya.
Keprihatinan terhadap dampak RPMK juga disampaikan oleh Yahya Zaini, Anggota Komisi IX Fraksi Golkar. Ia menekankan bahwa peraturan ini dapat berakibat buruk bagi para petani, buruh pabrik, dan pedagang kecil yang bergantung pada industri tembakau.
Menurut Yahya, tembakau sebagai komoditas strategis telah memberikan kontribusi signifikan bagi pendapatan negara. Namun kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) akan terus-menerus membebani industri dan dapat mengurangi penerimaan negara di tahun mendatang.
Baca Juga: Kemenperin Khawatirkan Kemasan Rokok Polos Rugikan Perekonomian
Yahya mengusulkan tiga langkah strategis untuk meminimalisir dampak dari RPMK. Pertama, membangun opini publik yang seimbang untuk memberikan pandangan dari berbagai sisi, termasuk ekonomi dan cukai. Kedua, melakukan lobi politik oleh para pemilik pabrik rokok besar.
Terakhir, Yahya membuka opsi untuk melakukan judicial review terhadap PP 28/2024 maupun RPMK yang akan datang jika merasa keberatan. "Kalau merasa keberatan, jalur judicial review ke Mahkamah Agung bisa menjadi pilihan,” tandasnya.
Dalam konteks yang lebih luas, para anggota DPR RI menyadari bahwa regulasi terkait tembakau harus sejalan dengan amanat konstitusi dan memperhatikan kepentingan seluruh pihak. Kesimpulannya, meskipun ada urgensi untuk mengatur industri tembakau demi kesehatan masyarakat, penting untuk menciptakan regulasi yang adil dan tidak merugikan pihak-pihak yang bergantung pada industri ini. Dialog dan kolaborasi antara pemerintah, industri, dan masyarakat menjadi kunci untuk menciptakan kebijakan yang mempertimbangkan dampaknya pada semua pihak.
"Hal ini menunjukkan adanya ketidakselarasan antara kontribusi pajak dan kebijakan yang diambil oleh pemerintah," paparnya.
Keprihatinan terhadap dampak RPMK juga disampaikan oleh Yahya Zaini, Anggota Komisi IX Fraksi Golkar. Ia menekankan bahwa peraturan ini dapat berakibat buruk bagi para petani, buruh pabrik, dan pedagang kecil yang bergantung pada industri tembakau.
Menurut Yahya, tembakau sebagai komoditas strategis telah memberikan kontribusi signifikan bagi pendapatan negara. Namun kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) akan terus-menerus membebani industri dan dapat mengurangi penerimaan negara di tahun mendatang.
Baca Juga: Kemenperin Khawatirkan Kemasan Rokok Polos Rugikan Perekonomian
Yahya mengusulkan tiga langkah strategis untuk meminimalisir dampak dari RPMK. Pertama, membangun opini publik yang seimbang untuk memberikan pandangan dari berbagai sisi, termasuk ekonomi dan cukai. Kedua, melakukan lobi politik oleh para pemilik pabrik rokok besar.
Terakhir, Yahya membuka opsi untuk melakukan judicial review terhadap PP 28/2024 maupun RPMK yang akan datang jika merasa keberatan. "Kalau merasa keberatan, jalur judicial review ke Mahkamah Agung bisa menjadi pilihan,” tandasnya.
Dalam konteks yang lebih luas, para anggota DPR RI menyadari bahwa regulasi terkait tembakau harus sejalan dengan amanat konstitusi dan memperhatikan kepentingan seluruh pihak. Kesimpulannya, meskipun ada urgensi untuk mengatur industri tembakau demi kesehatan masyarakat, penting untuk menciptakan regulasi yang adil dan tidak merugikan pihak-pihak yang bergantung pada industri ini. Dialog dan kolaborasi antara pemerintah, industri, dan masyarakat menjadi kunci untuk menciptakan kebijakan yang mempertimbangkan dampaknya pada semua pihak.
(nng)
Lihat Juga :
tulis komentar anda