Iran dan Biaya Perang Melawan Israel, Minyak Bikin Ekonomi Teheran Bertahan
Selasa, 15 Oktober 2024 - 10:59 WIB
JAKARTA - Mampukah ekonomi Iran bertahan di tengah eskalasi ketegangan baru-baru ini dengan Israel . Bahkan sebelum konflik bersenjata, Iran berjuang dengan lonjakan inflasi, meningkatnya angka pengangguran dan keruntuhan mata uang.
Eskalasi antara Iran dan Israel terus memanas, terutama setelah Teheran menembakkan 180 rudal ke Israel pada 1 Oktober, membuat harga minyak global melonjak sekitar 5% atau terbesar dalam setahun.
Minyak mentah Brent naik lagi keesokan harinya untuk diperdagangkan di atas USD75 per barel, setelah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bersumpah akan melakukan aksi balasan. Jika konflik tersebut menjadi berkepanjangan, maka dikhawatirkan bakal mengganggu pasokan minyak dunia.
Eskalasi besar oleh Iran juga berisiko menyeret Amerika Serikat ke dalam konflik, penyedia data Capital Economics menulis dalam sebuah catatan kepada investor pada hari serangan, bahwa dampak pada harga minyak bakal berlangsung lama untuk menjadi "saluran utama transmisi ke ekonomi global."
"Iran menyumbang sekitar 4% dari produksi minyak global, tetapi pertimbangan penting adalah apakah Arab Saudi meningkatkan produksi jika pasokan Iran terganggu," tulis Capital Economics dilansir DW.
Kenaikan harga minyak sebesar 5% menambah sekitar 0,1% pada inflasi utama di negara-negara maju.
Analis dan pelaku pasar lainnya mengatakan, pasar belum sepenuhnya memperhitungkan risiko serangan terhadap fasilitas minyak Iran, atau gagasan bahwa Teheran mungkin mencoba memblokir Selat Hormuz – sesuatu yang diancam berkali-kali tanpa tidak benar-benar terjadi. Jalur di muara Teluk Persia itu menangani hampir 30% perdagangan minyak dunia.
Kepala ekonom di pemasok komoditas Trafigura Group, Saad Rahim mengatakan, bahwa tidak ada yang tahu seberapa jauh konflik ini bisa menyebar. "Apa reaksi dari Israel, apa reaksi balasan dari Iran, apakah pemain lain mulai terlibat?" tanyanya dalam sebuah wawancara dengan Bloomberg TV.
Eskalasi antara Iran dan Israel terus memanas, terutama setelah Teheran menembakkan 180 rudal ke Israel pada 1 Oktober, membuat harga minyak global melonjak sekitar 5% atau terbesar dalam setahun.
Minyak mentah Brent naik lagi keesokan harinya untuk diperdagangkan di atas USD75 per barel, setelah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bersumpah akan melakukan aksi balasan. Jika konflik tersebut menjadi berkepanjangan, maka dikhawatirkan bakal mengganggu pasokan minyak dunia.
Eskalasi besar oleh Iran juga berisiko menyeret Amerika Serikat ke dalam konflik, penyedia data Capital Economics menulis dalam sebuah catatan kepada investor pada hari serangan, bahwa dampak pada harga minyak bakal berlangsung lama untuk menjadi "saluran utama transmisi ke ekonomi global."
"Iran menyumbang sekitar 4% dari produksi minyak global, tetapi pertimbangan penting adalah apakah Arab Saudi meningkatkan produksi jika pasokan Iran terganggu," tulis Capital Economics dilansir DW.
Kenaikan harga minyak sebesar 5% menambah sekitar 0,1% pada inflasi utama di negara-negara maju.
Analis dan pelaku pasar lainnya mengatakan, pasar belum sepenuhnya memperhitungkan risiko serangan terhadap fasilitas minyak Iran, atau gagasan bahwa Teheran mungkin mencoba memblokir Selat Hormuz – sesuatu yang diancam berkali-kali tanpa tidak benar-benar terjadi. Jalur di muara Teluk Persia itu menangani hampir 30% perdagangan minyak dunia.
Kepala ekonom di pemasok komoditas Trafigura Group, Saad Rahim mengatakan, bahwa tidak ada yang tahu seberapa jauh konflik ini bisa menyebar. "Apa reaksi dari Israel, apa reaksi balasan dari Iran, apakah pemain lain mulai terlibat?" tanyanya dalam sebuah wawancara dengan Bloomberg TV.
tulis komentar anda