China Terperangkap dalam Deflasi Terpanjang Sejak Era Mao Zedong, Apa Dampaknya?

Kamis, 16 Januari 2025 - 07:25 WIB
China terperangkap dalam deflasi terpanjang sejak Era Mao Zedong tahun 1960-an. Seorang wanita berjalan melewati logo Partai Komunis yang dipajang di dekat area perumahan di Beijing pada 1 Maret 2024. FOTO/AP
JAKARTA - China telah gagal mematahkan siklus deflasi dan sekarang berada di jalur penurunan daya beli terpanjang sejak 1960-an, kata para analis memperlihatkan kerentanan utama kemungkinan besar tertutupi pertumbuhan akhir tahun lalu.

Data resmi yang dirilis sebagian besar ekonom menunjukkan, deflasi berlanjut selama dua tahun berturut-turut. Sejumlah bank terbesar di Wall Street termasuk JPMorgan Chase & Co. dan Citigroup Inc. memperkirakan bahwa hal ini akan berlangsung hingga 2025, yang belum pernah terjadi sebelumnya sejak berakhirnya kampanye Great Leap Forward era Mao Zedong, yang membuat China terjerumus ke dalam resesi dan menyebabkan kelaparan yang menewaskan puluhan juta orang.



Meskipun pertumbuhan masih diperkirakan akan meningkat lebih cepat secara riil, deflator Produk Domestik Bruto (PDB) akan mencapai minus 0,2% pada 2025, menurut perkiraan rata-rata dari 15 analis yang disurvei oleh Bloomberg. Angka tersebut dibandingkan dengan rata-rata 3,4% pada dekade sebelum pandemi.



"Stimulus terutama di sisi fiskal, sangat dibutuhkan di China," kata Frederic Neumann, kepala ekonom Asia di HSBC Holdings Plc di Hong Kong dilansir dari Bloomberg, Kamis (16/1/2025).

"Kami telah melihat di negara-negara lain, dorongan kebijakan yang besar diperlukan untuk keluar dari disinflasi secara permanen. Dan itu adalah sesuatu yang kami pikir akan terjadi secara bertahap di China."

Perang dagang yang membayangi dengan AS dapat memperburuk keadaan China jika para eksportir harus mencari pembeli domestik dalam menghadapi hambatan di luar negeri. Data juga menjukkan bahwa pasar properti dan sektor ritel bermasalah, muncul hanya beberapa hari sebelum Donald Trump kembali ke Gedung Putih dengan ancaman tarif setinggi 60% yang dapat menghancurkan perdagangan dengan perekonomian nomor dua di dunia ini.

China tidak dapat keluar dari kondisi deflasi yang sebagian besar disebabkan oleh krisis perumahan yang telah menghapus sekitar USD18 triliun kekayaan rumah tangga, sehingga mendorong orang untuk menabung daripada membelanjakan uangnya.

Meskipun begitu, lonjakan ekspor dan peningkatan penjualan rumah dan belanja ritel mungkin memberikan cukup banyak percikan untuk membantu memenuhi target pertumbuhan Beijing sekitar 5% tahun lalu.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More