Duh! Penerimaan Pajak di Era Jokowi Paling Buruk
Kamis, 03 September 2020 - 11:46 WIB
JAKARTA - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memberikan sejumlah catatan jebloknya penerimaan pajak . Pada dasarnya penerimaan pajak sudah anjlok sejak tahun lalu sebelum pandemi Covid-19. Namun dengan adanya badai virus corona penerimaan pajak merosot tajam. Berdasarkan perkiraan Indef penerimaan rata-rata 93% maka perkiraan penerimaan pajak tahun ini sebesar Rp1.239 triliun.
"Angka ini bisa menimbulkan defisit anggaran yang terus membengkak," ucap Peneliti Indef Nailul Huda saat webinar di Jakarta Kamis (3/9/2020).
Menurut dia ada dua sektor pendorong utama penerimaan pajak, yakni manufaktur dan perdagangan. Namun demikian, dua sektor tersebut sebagai pendulang pajak jeblok sejak 2019 lalu. "Jadi sebelum pandemi ini sebenarnya penerimaan pajak pada dua sektor ini selalu menurun. Padahal dua sektor ini lah yang menyumbang sekitar 80% di Indonesia. Dan tahun ini dipastikan akan tambah jeblok," katanya.
Selanjutnya, tax ratio juga terus mengalami penurunan. Bahkan selama kepemimpinan Presiden Jokowi tax ratio ini paling rendah dalam satu dekade terakhir.Artinya, penerimaan pajak pada pemerintahan Jokowi sangat buruk. "Jadi ini sebuah prestasi pemerintahan jokowi tax ratio nya terendah dalam dekade terkahir," cetusnya.
Keempat, program SPT tahunan yang digalakan tidak selalu efektif dan berjalan semakin melambat."Mungkin hanya efketif di 2017 saja, saat ini tidak efektif karena pada beberapa tahun terakhir si wajib pajak tidak aktif bahkan cenderung tidak bayar. Ditambah pandemic ini maka semakin jeblok," jelasnya.
Kelima, tax expenditure semakin naik namun hasilnya tidak signifikan. Tahun 2019, belanja pajak estimasi sebesar Rp257,2 triliun." Tapi kalau dilihat dari realisasi, ternyata belanja pajak makin lama makin naik dari tahun ke tahun namun tidak bisa dongkrak penerimaan. Sehingga belanja pajak patut di evaluasi," kata Huda.
Apalagi ditengah pandemi ini, peningkatan pajak tidak elok jika harus mengorbankan sektor tertentu seperti sektor kesehatan. Keenam, penerimaan bea dan cukai dari IHT bisa menjadi penyelamat APBN. "Padahal kita harus mendahulukan pandeminya daripada kejar sektor pajak," ungkap dia.
"Angka ini bisa menimbulkan defisit anggaran yang terus membengkak," ucap Peneliti Indef Nailul Huda saat webinar di Jakarta Kamis (3/9/2020).
Menurut dia ada dua sektor pendorong utama penerimaan pajak, yakni manufaktur dan perdagangan. Namun demikian, dua sektor tersebut sebagai pendulang pajak jeblok sejak 2019 lalu. "Jadi sebelum pandemi ini sebenarnya penerimaan pajak pada dua sektor ini selalu menurun. Padahal dua sektor ini lah yang menyumbang sekitar 80% di Indonesia. Dan tahun ini dipastikan akan tambah jeblok," katanya.
Selanjutnya, tax ratio juga terus mengalami penurunan. Bahkan selama kepemimpinan Presiden Jokowi tax ratio ini paling rendah dalam satu dekade terakhir.Artinya, penerimaan pajak pada pemerintahan Jokowi sangat buruk. "Jadi ini sebuah prestasi pemerintahan jokowi tax ratio nya terendah dalam dekade terkahir," cetusnya.
Keempat, program SPT tahunan yang digalakan tidak selalu efektif dan berjalan semakin melambat."Mungkin hanya efketif di 2017 saja, saat ini tidak efektif karena pada beberapa tahun terakhir si wajib pajak tidak aktif bahkan cenderung tidak bayar. Ditambah pandemic ini maka semakin jeblok," jelasnya.
Kelima, tax expenditure semakin naik namun hasilnya tidak signifikan. Tahun 2019, belanja pajak estimasi sebesar Rp257,2 triliun." Tapi kalau dilihat dari realisasi, ternyata belanja pajak makin lama makin naik dari tahun ke tahun namun tidak bisa dongkrak penerimaan. Sehingga belanja pajak patut di evaluasi," kata Huda.
Apalagi ditengah pandemi ini, peningkatan pajak tidak elok jika harus mengorbankan sektor tertentu seperti sektor kesehatan. Keenam, penerimaan bea dan cukai dari IHT bisa menjadi penyelamat APBN. "Padahal kita harus mendahulukan pandeminya daripada kejar sektor pajak," ungkap dia.
(nng)
tulis komentar anda