Investor Setengah Mati Syaratnya Mau Bisnis di RI, Tembok Regulasi Momok Penghambat
Kamis, 17 September 2020 - 13:35 WIB
JAKARTA - Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Prof. Benny Riyanto mengatakan, pembangunan nasional seringkali terhambat tembok regulasi. Benny mencontohkan dalam pembangunan nasional khususnya di sektor ekonomi, tembok regulasi menjadi momok yang menghambat masuknya investasi . Padahal, menurutnya, peningkatan investasi adalah inti utama dalam pembangunan ekonomi.
“Ternyata regulasi ini punya peran yang sangat penting di dalam tegaknya suatu pembangunan nasional. Salah satu pilarnya yakni hukum menempati posisi yang sangat sentral. Kalau kita bicara soal investasi, para investor itu kalau mau masuk ke Indonesia ternyata mereka itu menghadapi semacam tembok yang sulit untuk ditembus. Tembok itu namanya regulasi,” ujar Benny dalam Kuliah Umum Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
(Baca Juga: Wejangan Sri Mulyani Soal Imajinasi Menjadi Negara Besar )
“Para investor itu kalau mau berusaha di Indonesia itu setengah mati syaratnya. Belum mengurus usaha, baru mengurus perizinan saja mereka itu harus mengeluarkan anggaran yang tidak sedikit, waktu juga tidak sebentar. Bahkan ada yang sampai dua tahun izinnya tidak kelar, padahal sarana prasarananya sudah masuk sehingga alat-alat itu sampai rusak belum sempat beroperasi,” sambung Benny.
Menurutnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tahu persis masalah regulasi ini jadi penghambat pembangunan nasional. Oleh sebab itu, kata Benny, Presiden Jokowi memerintahkan adanya evaluasi dan penataan atas berbagai peraturan perundang-undangan yang menghambat pembangunan nasional.
“Dalam rapat terbatas tahun 2017, beliau meminta agar regulasi itu ditata dan penantaan regulasi itu menjadi prioritas di dalam reformasi hukum saat sekarang. Inilah yang menjadi amanah untuk membuka kemajuan di sektor pembangunan ekonomi,” kata Benny.
(Baca Juga: Investasi di Indonesia Berjoget Lebih Baik dari Negara Shahrukh Khan )
Ia menyebutkan, permasalahan regulasi di Indonesia sudah menjadi semacam penyakit. “Penyakit regulasi itu antara lain yaitu adanya hiper regulasi atau obesitas regulasi, adanya disharmoni regulasi, adanya multi interpretasi dari regulasi itu sendiri, atau regulasi tidak efektif. Bahkan regulasi itu bisa menimbulkan biaya tinggi,” ujar Benny.
“Ini lah yang perlu kita antisipasi dan benahi, penyakit regulasi. Karena idealnya suatu regulasi itu adalah regulasi yang simple, regulasi yang harmonis yang jelas lugas, efektif-efisien,” tambahnya.
“Ternyata regulasi ini punya peran yang sangat penting di dalam tegaknya suatu pembangunan nasional. Salah satu pilarnya yakni hukum menempati posisi yang sangat sentral. Kalau kita bicara soal investasi, para investor itu kalau mau masuk ke Indonesia ternyata mereka itu menghadapi semacam tembok yang sulit untuk ditembus. Tembok itu namanya regulasi,” ujar Benny dalam Kuliah Umum Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
(Baca Juga: Wejangan Sri Mulyani Soal Imajinasi Menjadi Negara Besar )
“Para investor itu kalau mau berusaha di Indonesia itu setengah mati syaratnya. Belum mengurus usaha, baru mengurus perizinan saja mereka itu harus mengeluarkan anggaran yang tidak sedikit, waktu juga tidak sebentar. Bahkan ada yang sampai dua tahun izinnya tidak kelar, padahal sarana prasarananya sudah masuk sehingga alat-alat itu sampai rusak belum sempat beroperasi,” sambung Benny.
Menurutnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tahu persis masalah regulasi ini jadi penghambat pembangunan nasional. Oleh sebab itu, kata Benny, Presiden Jokowi memerintahkan adanya evaluasi dan penataan atas berbagai peraturan perundang-undangan yang menghambat pembangunan nasional.
“Dalam rapat terbatas tahun 2017, beliau meminta agar regulasi itu ditata dan penantaan regulasi itu menjadi prioritas di dalam reformasi hukum saat sekarang. Inilah yang menjadi amanah untuk membuka kemajuan di sektor pembangunan ekonomi,” kata Benny.
(Baca Juga: Investasi di Indonesia Berjoget Lebih Baik dari Negara Shahrukh Khan )
Ia menyebutkan, permasalahan regulasi di Indonesia sudah menjadi semacam penyakit. “Penyakit regulasi itu antara lain yaitu adanya hiper regulasi atau obesitas regulasi, adanya disharmoni regulasi, adanya multi interpretasi dari regulasi itu sendiri, atau regulasi tidak efektif. Bahkan regulasi itu bisa menimbulkan biaya tinggi,” ujar Benny.
“Ini lah yang perlu kita antisipasi dan benahi, penyakit regulasi. Karena idealnya suatu regulasi itu adalah regulasi yang simple, regulasi yang harmonis yang jelas lugas, efektif-efisien,” tambahnya.
tulis komentar anda