Erick Thohir Ngebet Revisi Undang-undang BUMN, Ada Masalah?
Rabu, 23 September 2020 - 12:53 WIB
JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, kembali menyentil perihal Undang-undang (UU) BUMN. Dia sepakat jika UU BUMN harus direvisi oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Beleid menyangkut eksistensi BUMN memang sudah 17 tahun belum ada perbaikan. Sementara itu, sejumlah perseroan plat merah terus dihadapkan pada sejumlah masalah di lapangan.
Salah satu kasus yang diutarakan Erick adalah menyangkut Penyertaan Modal Negara (PMN) dan Dividen yang diterima dan diberikan perseroan negara. Erick menyebut, ada ketimpangan antara PMN yang diterima dan dividen yang diberikan dari dan untuk negara.
Dalam catatan Kementerian BUMN, dividen yang diberikan BUMN dalam 5 tahun terakhir mencapai Rp267 triliun, sementara PMN yang diterimanya hanya di angka Rp117 triliun. Jadi komposisinya antara dividen 2 kali lebih besar dari PMN. (Baca: Jangan Suudzon dengan PMN, Erick: Dividen BUMN Dua Kali Lebih Besar )
"Belum lagi masalah utang. Itulah kenapa kita sepakat dengan usulan RUU (revisi UU) BUMN dimana salah satunya kita memetakan apa itu penugasan, apa itu investasi," ujar Erick dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR, dikutip Rabu (23/9/2020).
Dari 90 persen PMN yang diajukan Kementerian BUMN selama ini, mayoritas adalah untuk penugasan BUMN. Hal ini, kata Erick, yang membuat persepsi orang bila PMN yang diperoleh perseroan plat merah itu negatif.
Dalam kesempatan yang sama, Erick juga mengutarakan, perbandingan antara pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang diberikan BUMN komposisi dengan PMN itu 6 persen. Artinya, pajak dan PNBP lebih besar daripada PMN.
"Sangat kecil impact yang tadi kontribusi yang kita berikan kepada negara, dibandingkan PMN. Ini sebagai dasar-dasar fakta," kata Erick.
Karena itu, bila Rancangan Undang-undang (RUU) BUMN ditetapkan sebagai UU, maka ada kejelasan antara PMN untuk penugasan dan PMN untuk investasi. UU itu pun menjadi dasar hukum bagi pihak Erick untuk melakukan pengawasan. "Kita juga bisa mengawasi bagaimana investasi yang dijalankan BUMN return-nya jelas, komposisinya jelas," ujarnya. (Baca juga: Umrah Dibuka Kembali, Komisi VIII DPR: Perlu Tunggu Pengaturan Teknis dari Arab Saudi )
Untuk diketahui, Komisi VI DPR dan Baleg DPR sudah memulai pembahasan mengenai revisi Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Revisi tersebut dilatarbelakangi oleh eksistensi dari UU BUMN yang sudah ada sejak 17 tahun lalu, sehingga membutuhkan penyegaran.
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Martin Manurung menyampaikan, perkembangan yang ada sampai sekarang juga mungkin mengalami perubahan besar terhadap UU BUMN lama. Sehingga banyak hal yang perlu kembali disempurnakan di rancangan UU baru.
Beleid menyangkut eksistensi BUMN memang sudah 17 tahun belum ada perbaikan. Sementara itu, sejumlah perseroan plat merah terus dihadapkan pada sejumlah masalah di lapangan.
Salah satu kasus yang diutarakan Erick adalah menyangkut Penyertaan Modal Negara (PMN) dan Dividen yang diterima dan diberikan perseroan negara. Erick menyebut, ada ketimpangan antara PMN yang diterima dan dividen yang diberikan dari dan untuk negara.
Dalam catatan Kementerian BUMN, dividen yang diberikan BUMN dalam 5 tahun terakhir mencapai Rp267 triliun, sementara PMN yang diterimanya hanya di angka Rp117 triliun. Jadi komposisinya antara dividen 2 kali lebih besar dari PMN. (Baca: Jangan Suudzon dengan PMN, Erick: Dividen BUMN Dua Kali Lebih Besar )
"Belum lagi masalah utang. Itulah kenapa kita sepakat dengan usulan RUU (revisi UU) BUMN dimana salah satunya kita memetakan apa itu penugasan, apa itu investasi," ujar Erick dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR, dikutip Rabu (23/9/2020).
Dari 90 persen PMN yang diajukan Kementerian BUMN selama ini, mayoritas adalah untuk penugasan BUMN. Hal ini, kata Erick, yang membuat persepsi orang bila PMN yang diperoleh perseroan plat merah itu negatif.
Dalam kesempatan yang sama, Erick juga mengutarakan, perbandingan antara pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang diberikan BUMN komposisi dengan PMN itu 6 persen. Artinya, pajak dan PNBP lebih besar daripada PMN.
"Sangat kecil impact yang tadi kontribusi yang kita berikan kepada negara, dibandingkan PMN. Ini sebagai dasar-dasar fakta," kata Erick.
Karena itu, bila Rancangan Undang-undang (RUU) BUMN ditetapkan sebagai UU, maka ada kejelasan antara PMN untuk penugasan dan PMN untuk investasi. UU itu pun menjadi dasar hukum bagi pihak Erick untuk melakukan pengawasan. "Kita juga bisa mengawasi bagaimana investasi yang dijalankan BUMN return-nya jelas, komposisinya jelas," ujarnya. (Baca juga: Umrah Dibuka Kembali, Komisi VIII DPR: Perlu Tunggu Pengaturan Teknis dari Arab Saudi )
Untuk diketahui, Komisi VI DPR dan Baleg DPR sudah memulai pembahasan mengenai revisi Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Revisi tersebut dilatarbelakangi oleh eksistensi dari UU BUMN yang sudah ada sejak 17 tahun lalu, sehingga membutuhkan penyegaran.
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Martin Manurung menyampaikan, perkembangan yang ada sampai sekarang juga mungkin mengalami perubahan besar terhadap UU BUMN lama. Sehingga banyak hal yang perlu kembali disempurnakan di rancangan UU baru.
(ind)
tulis komentar anda