Waspada Penipuan, Kriminalitas Digital Terus Mengintai
Jum'at, 02 Oktober 2020 - 08:01 WIB
"Kita baru-baru ini melakukan survei internal yang dilakukan kepada merchant dan kepada 23.000 driver. Hasilnya 92% mitra driver mengatakan puas dengan keamanan informasi dan akun driver mereka. Sementara untuk merchant 3.000 yang disurvei hampir 93% mengaku aman menggunakan platform Gobiz untuk berbisnis dan bertransaksi," tegas Nila.
Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PDIP Hendrawan Supratikno menyatakan, apapun bentuk platform digital yang berhubungan dengan bisnis dan keuangan maka menjadi tanggung jawab Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Dia menuturkan, sebelum OJK memberikan izin, maka tentu lebih dulu dilakukan uji keamanan ekosistem digital. Artinya ada standard yang harus dipenuhi. Berikutnya ada sistem yang dibangun khusus untuk itu oleh pemilik atau penyedia platform digital.
Menurut Hendrawan, untuk pengawasan dan evaluasi berkala terhadap platform digital sebenarnya sudah ada kerja sama dan koordinasi antara OJK dengan Kemkominfo. Tapi tutur dia, hingga kini memang masih ada pihak yang tidak bertanggung jawab menggunakan instrumen digital untuk melakukan pelanggaran termasuk dugaan kriminalitas dengan modus manipulasi psikologi untuk meminta OTP dari pengguna platform digital.
"Ya, setelah ada pengawasan dan evaluasi tadi, kalau masih ada pelanggaran platform digital atas standar keamanan digital baiknya ada sanksi sesuai dengan yang ada di POJK (Peraturan OJK). Kan ada standar yang sudah ditentukan yang seharusnya dipenuhi," tegas Hendrawan. (Baca juga: Bos Lamborghini Jadi Bos Formula 1 Tahun Depan)
Dia mengungkapkan, masyarakat tentu diharapkan tidak terjebak pada penipuan dengan modus manipulasi psikologi untuk pengambilalihan kode OTP hingga menguras isi saldo di aplikasi pembelian dan pembayaran serta rekening bank.
Hendrawan membeberkan, pemerintah dalam hal ini kementerian dan lembaga terkait bersama kalangan industri atau penyedia platform digital harus juga melakukan sosialisasi dan edukasi ke masyarakat secara terus-menerus dan berkesinambungan.
"Literasi masyarakat pengguna platform aplikasi sangat penting. Itu sebabnya sosialisasi dan edukasi terhadap calon pengguna sangat penting," ujarnya.
Direktur Jenderal Penyelenggara Pos dan Informatika (PPI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Ahmad M Ramli menyatakan, modus penipuan melalui aplikasi digital dengan manipulasi psikologis dan meminta OTP masih terus terjadi termasuk di masa pandemic ini. (Baca juga: Bagian dari Transparansi Anggaran, Kejagung Diminta Kawal Kemensos)
Ramli mengungkapkan, kode verifikasi OTP ibarat kunci pembuka dan berlaku dalam jangka waktu tertentu saja. Jika kode OTP berhasil dimiliki pihak tidak bertanggungjawab, maka pelaku dapat menggunakannya untuk melakukan berbagai aksi pidana.
Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PDIP Hendrawan Supratikno menyatakan, apapun bentuk platform digital yang berhubungan dengan bisnis dan keuangan maka menjadi tanggung jawab Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Dia menuturkan, sebelum OJK memberikan izin, maka tentu lebih dulu dilakukan uji keamanan ekosistem digital. Artinya ada standard yang harus dipenuhi. Berikutnya ada sistem yang dibangun khusus untuk itu oleh pemilik atau penyedia platform digital.
Menurut Hendrawan, untuk pengawasan dan evaluasi berkala terhadap platform digital sebenarnya sudah ada kerja sama dan koordinasi antara OJK dengan Kemkominfo. Tapi tutur dia, hingga kini memang masih ada pihak yang tidak bertanggung jawab menggunakan instrumen digital untuk melakukan pelanggaran termasuk dugaan kriminalitas dengan modus manipulasi psikologi untuk meminta OTP dari pengguna platform digital.
"Ya, setelah ada pengawasan dan evaluasi tadi, kalau masih ada pelanggaran platform digital atas standar keamanan digital baiknya ada sanksi sesuai dengan yang ada di POJK (Peraturan OJK). Kan ada standar yang sudah ditentukan yang seharusnya dipenuhi," tegas Hendrawan. (Baca juga: Bos Lamborghini Jadi Bos Formula 1 Tahun Depan)
Dia mengungkapkan, masyarakat tentu diharapkan tidak terjebak pada penipuan dengan modus manipulasi psikologi untuk pengambilalihan kode OTP hingga menguras isi saldo di aplikasi pembelian dan pembayaran serta rekening bank.
Hendrawan membeberkan, pemerintah dalam hal ini kementerian dan lembaga terkait bersama kalangan industri atau penyedia platform digital harus juga melakukan sosialisasi dan edukasi ke masyarakat secara terus-menerus dan berkesinambungan.
"Literasi masyarakat pengguna platform aplikasi sangat penting. Itu sebabnya sosialisasi dan edukasi terhadap calon pengguna sangat penting," ujarnya.
Direktur Jenderal Penyelenggara Pos dan Informatika (PPI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Ahmad M Ramli menyatakan, modus penipuan melalui aplikasi digital dengan manipulasi psikologis dan meminta OTP masih terus terjadi termasuk di masa pandemic ini. (Baca juga: Bagian dari Transparansi Anggaran, Kejagung Diminta Kawal Kemensos)
Ramli mengungkapkan, kode verifikasi OTP ibarat kunci pembuka dan berlaku dalam jangka waktu tertentu saja. Jika kode OTP berhasil dimiliki pihak tidak bertanggungjawab, maka pelaku dapat menggunakannya untuk melakukan berbagai aksi pidana.
Lihat Juga :
tulis komentar anda