Kementan Ajak Generasi Milenial Manfaatkan PWMP
Rabu, 06 Mei 2020 - 15:50 WIB
Sui berperan membuatkan SOP (Standart Operasional Prosedur) budidaya dan pendampingan sampai panen, sekaligus juga sebagi avails pasarnya.
"Pola kemitraan ini sebagai jawaban untuk merespon permintaan pasar ayam kampung yang semakin melambung. Panen hasil kemitraan ini diperkirakan setelah Lebaran nanti," tutur Sui optimistis.
Menurutnya, pelanggan atau pembelinya rata-rata mencari ayam dengan bobot 4,7-5,5 ons per ekor. Ia membrandrolnya dengan harga mulai Rp30.000-Rp50.000 per ekor dengan spesifikasi ayam kampung utuh yang sudah dipanggang. Permintaan bisa mencapai 40 ekor per hari dengan pengiriman mulai dari kota Lombok sampai ke Bali.
"Saya memanfaatkan media online untuk memasarkan ayam panggang, omzet penjualan tertinggi sampai dengan Rp10 juta per hari," tutur Sui.
Acapkali tawaran dari pengusaha restoran berdatangan dengan jumlah order dan harga yang cukup menggiurkan. Namun, ia mengaku ingin tetap realistis menyesuaikan kondisi stok ayam kampung yang dimilikinya.
Hidup dan berwirausaha di kampung halaman bagi Sui tentu memberi sensasi tersendiri. Karena, disamping bisa membuka lapangan kerja bagi warga desa sekitarnya, ia juga mengaku bisa memerankan diri dalam kegiatan sosial kemasyarakatan diantaranya turut mengajari anak-anak mengaji setiap malam di masjid dekat rumahnya.
Sukses Sui menjadi bukti banyaknya generasi milenial yang sukses di dunia pertanian. Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian (Kementan) Dedi Nursyamsi memberikan apresiasi untuk hal tersebut.
Menurut Dedi Nursyamsi, dibutuhkan sekelompok anak muda yang memiliki loyalitas dan integritas tinggi untuk memajukan pertanian Indonesia.
"Sudah saatnya pertanian dikelola oleh generasi milenial yang menggunakan kreativitas dan inovasinya sehingga pertanian kedepan menjadi pertanian modern yang tak hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya tetapi juga berorientasi ekspor. Saat ini kita telah memiliki banyak petani milenial sekaligus pengusaha di bidang pertanian," papar Dedi.
"Pola kemitraan ini sebagai jawaban untuk merespon permintaan pasar ayam kampung yang semakin melambung. Panen hasil kemitraan ini diperkirakan setelah Lebaran nanti," tutur Sui optimistis.
Menurutnya, pelanggan atau pembelinya rata-rata mencari ayam dengan bobot 4,7-5,5 ons per ekor. Ia membrandrolnya dengan harga mulai Rp30.000-Rp50.000 per ekor dengan spesifikasi ayam kampung utuh yang sudah dipanggang. Permintaan bisa mencapai 40 ekor per hari dengan pengiriman mulai dari kota Lombok sampai ke Bali.
"Saya memanfaatkan media online untuk memasarkan ayam panggang, omzet penjualan tertinggi sampai dengan Rp10 juta per hari," tutur Sui.
Acapkali tawaran dari pengusaha restoran berdatangan dengan jumlah order dan harga yang cukup menggiurkan. Namun, ia mengaku ingin tetap realistis menyesuaikan kondisi stok ayam kampung yang dimilikinya.
Hidup dan berwirausaha di kampung halaman bagi Sui tentu memberi sensasi tersendiri. Karena, disamping bisa membuka lapangan kerja bagi warga desa sekitarnya, ia juga mengaku bisa memerankan diri dalam kegiatan sosial kemasyarakatan diantaranya turut mengajari anak-anak mengaji setiap malam di masjid dekat rumahnya.
Sukses Sui menjadi bukti banyaknya generasi milenial yang sukses di dunia pertanian. Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian (Kementan) Dedi Nursyamsi memberikan apresiasi untuk hal tersebut.
Menurut Dedi Nursyamsi, dibutuhkan sekelompok anak muda yang memiliki loyalitas dan integritas tinggi untuk memajukan pertanian Indonesia.
"Sudah saatnya pertanian dikelola oleh generasi milenial yang menggunakan kreativitas dan inovasinya sehingga pertanian kedepan menjadi pertanian modern yang tak hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya tetapi juga berorientasi ekspor. Saat ini kita telah memiliki banyak petani milenial sekaligus pengusaha di bidang pertanian," papar Dedi.
(bon)
Lihat Juga :
tulis komentar anda