Putusan Grab Jadi Masukan, Regulasi Harus Beradaptasi dengan Digitalisasi

Sabtu, 17 Oktober 2020 - 20:15 WIB
Agar perkembangan teknologi digital dapat berkembang seiring dengan kerangka peraturan perundang-undangan, semua pihak perlu beradaptasi tidak terkecuali. Foto/Dok
JAKARTA - Perkembangan teknologi digital terbukti memberi peluang positif bagi masyarakat dalam memberikan kemudahan menjalani kehidupan, mengembangkan usaha serta mendapatkan pekerjaan. Tak bisa dipungkiri bahwa perkembangan teknologi digital membawa disrupsi, baik dari sisi bisnis, ekonomi, dan ranah hukum.

Agar perkembangan teknologi digital dapat berkembang seiring dengan kerangka peraturan perundang-undangan, semua pihak perlu beradaptasi tidak terkecuali. Pengamat transportasi, Muslich Zainal Asikin menerangkan, mestinya semua pihak bisa memanfaatkan kehadiran perusahaan teknologi ride-hailing seperti Grab .

“Melalui kehadirannya yang memberikan begitu banyak peluang positif, maka kolaborasi dengan kehadiran platform-platform tersebut tentu akan semakin mendorong kemajuan layanan transportasi Tanah Air. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hendaknya menjadi masukan bagi semua pihak untuk dapat beradaptasi dengan perkembangan kebutuhan layanan di kalangan masyarakat di era digitalisasi ini,” paparnya.

(Baca Juga: Putusan Grab Jadi Momentum Melihat Relevansi Hukum Bisnis di Era Digital )

Muslich menambahkan, regulasi selalu hadir dalam konteks ruang dan waktu tertentu dan di tengah perkembangan, tidak tertutup kemungkinan regulasi harus beradaptasi. Jika tidak, maka regulasi terancam gagal memberi kepastian hukum sekaligus memfasilitasi perkembangan bisnis yang dapat memberikan kesejahteraan kepada masyarakat.



Pernyataan Muslich tersebut mengomentari putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan yang mengabulkan keberatan PT Grab Teknologi Indonesia (sebelumnya PT Solusi Transportasi Indonesia) dan PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (TPI) atas putusan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU).

Sebelumnya, KPPU menyatakan Grab dan TPI bersalah atas dugaan integrasi vertikal dan diskriminasi terhadap mitra pengemudi mandirinya sebagaimana diatur dalam Pasal 14 dan 19 huruf d Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No. 5/1999) terkait kerjasamanya dengan TPI. Menurut KPPU, Grab telah memberikan order prioritas kepada mitra pengemudi GrabCar yang berada di bawah naungan TPI.

Akibatnya, Grab dinilai telah melakukan persaingan usaha tidak sehat terhadap mitra mandiri selain TPI. Menjawab tuduhan tersebut, Grab dapat membuktikan bahwa sistem pemesanan bersifat adil dan murni berdasarkan kinerja dan prestasi.

(Baca Juga: Riset: Grab Jadi Merek Paling Diminati dengan Tingkat Kepuasan Tertinggi di Indonesia )
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More