UMP 2021 Stagnan, Pemerintah Harus Jamin Harga Pangan Stabil
Rabu, 28 Oktober 2020 - 13:29 WIB
JAKARTA - Pemerintah menyatakan keputusan tidak menaikkan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2021 sudah mempertimbangkan kondisi perekonomian domestik serta mendukung sektor usaha agar tetap berjalan dan tidak menambah beban pelaku usaha.
Ekonom Josua Pardede mengatakan, berdasarkan kalkulasi kenaikan UMP tahun 2021, yakni PDB dari kuartal III/2019 hingga kuartal II/2020 ditambah dengan inflasi September 2020, UMP semestinya meningkat sekitar 3,28%.
"Meskipun demikian, faktor ketidakpastian dari pandemi Covid-19 yang belum berakhir tentu berpotensi mempengaruhi kondisi kegiatan ekonomi, baik dari sisi permintaan maupun produksi yang selanjutnya akan berdampak pada kondisi arus kas perusahaan," ujarnya saat dihubungi di Jakarta, Rabu (28/10/2020).
( )
Oleh sebab itu, dalam rangka mendukung keberlangsungan sektor usaha serta menghindari potensi terjadinya PHK yang lebih besar lagi ke depannya sehingga justru tidak membebani beban hidup buruh/pekerja, pemerintah memutuskan bahwa UMP tahun 2021 tidak mengalami kenaikan dibandingkan UMP tahun 2020.
Namun demikian, lanjut Joshua, dalam rangka menjaga tingkat konsumsi masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah yang bekerja di sektor non-formal yang terdampak signifikan oleh pandemi Covid-19, pemerintah perlu tetap mendukung melalui program perlindungan sosial pada tahun 2021.
"Meskipun pemerintah sudah mengalokasikan anggaran perlindungan sosial dalam PEN dalam APBN 2021, pemerintah juga perlu menambahkan alokasi anggaran untuk pos perlindungan sosial bagi pekerja/buruh yang terkena dampak pandemi," ungkap dia.
( )
Selain itu, meskipun tidak terdapat kenaikan UMP tahun 2021, pemerintah juga perlu memastikan stabilitas harga pangan apalagi di tengah potensi La Nina, sehingga tidak mendorong peningkatan harga-harga pangan yang signifikan. Pasalnya, kenaikan harga pangan dapat memicu penurunan daya beli masyarakat.
Ekonom Josua Pardede mengatakan, berdasarkan kalkulasi kenaikan UMP tahun 2021, yakni PDB dari kuartal III/2019 hingga kuartal II/2020 ditambah dengan inflasi September 2020, UMP semestinya meningkat sekitar 3,28%.
"Meskipun demikian, faktor ketidakpastian dari pandemi Covid-19 yang belum berakhir tentu berpotensi mempengaruhi kondisi kegiatan ekonomi, baik dari sisi permintaan maupun produksi yang selanjutnya akan berdampak pada kondisi arus kas perusahaan," ujarnya saat dihubungi di Jakarta, Rabu (28/10/2020).
( )
Oleh sebab itu, dalam rangka mendukung keberlangsungan sektor usaha serta menghindari potensi terjadinya PHK yang lebih besar lagi ke depannya sehingga justru tidak membebani beban hidup buruh/pekerja, pemerintah memutuskan bahwa UMP tahun 2021 tidak mengalami kenaikan dibandingkan UMP tahun 2020.
Namun demikian, lanjut Joshua, dalam rangka menjaga tingkat konsumsi masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah yang bekerja di sektor non-formal yang terdampak signifikan oleh pandemi Covid-19, pemerintah perlu tetap mendukung melalui program perlindungan sosial pada tahun 2021.
"Meskipun pemerintah sudah mengalokasikan anggaran perlindungan sosial dalam PEN dalam APBN 2021, pemerintah juga perlu menambahkan alokasi anggaran untuk pos perlindungan sosial bagi pekerja/buruh yang terkena dampak pandemi," ungkap dia.
( )
Selain itu, meskipun tidak terdapat kenaikan UMP tahun 2021, pemerintah juga perlu memastikan stabilitas harga pangan apalagi di tengah potensi La Nina, sehingga tidak mendorong peningkatan harga-harga pangan yang signifikan. Pasalnya, kenaikan harga pangan dapat memicu penurunan daya beli masyarakat.
(ind)
tulis komentar anda