Lima Gubernur Tak 'Tunduk' pada Menaker Soal Upah
Senin, 02 November 2020 - 13:06 WIB
JAKARTA - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat ada lima provinsi yang tidak mengikuti Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan ihwal tidak menaikkan upah minimum provinsi (UMP) 2021 . Sementara 15 Provinsi lainnya telah menetapkan UMP sesuai dengan imbauan SE tersebut. ( Baca juga:Tiga Usulan Menaker Soal Kerja Sama Ketenagakerjaan di ASEAN, Apa Saja? )
Dari lima provinsi yang menetapkan UMP tahun depan yang tidak sesuai dengan imbauan isi SE Menaker tiga di antaranya adalah DKI Jakarta , Jawa Tengah (Jateng), dan DI Yogyakarta. Dua provinsi lagi belum diungkap oleh Kemenaker.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industri dan Jaminan Sosial (PHI dan Jamsos) Kemnaker Haiyani Rumondang mengatakan, ke-15 provinsi tersebut telah melakukan pleno atau sidang Dewan Pengupahan dan memutuskan UMP 2021 tetap sama dengan tahun ini.
"Informasi kemarin yang saya terima sudah ada 15 provinsi yang menetapkan UMP-nya atau gubernur yang menetapkan UMP sesuai dengan Surat Edaran. Sementara, lima provinsi adalah gubernur-nya yang menetapkan lain dari isi yang disampaikan dari SE. Lebih tinggilah UMP 2020," ujar Haiyani saat dihubungi MNC News Portal, Jakarta, Senin (2/11/2020).
Meski tercatat 15 Provinsi yang tidak menaikan UMP 2021, Kemnaker mengakui bahwa Surat Keputusan (SK) dari penetapan tersebut belum diterima oleh Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah hingga 2 November 2020 hari ini.
"Belum semua dikarenakan hari libur. Mungkin hari ini baru mengirim, biasanya itu, menyampaikan informasi ke Menaker. Kalau SK secara umum tentu sudah ada catatannya di daerah dan menyampaikan kepada menteri, biasanya begitu. Kadang-kadang satu atau dua hari baru sampai," kata dia.
Sementara lima provinsi yang mengambil arah berbeda dari iimbauan Menteri Ketenagakerjaan, kata Haiyani, jangan dipandang bahwa kepala daerah atau gubernur menolak SE Ida Fauziyah.
Dia menegaskan, Kementerian Ketenagakerjaan hanya memberikan panduan sebagai acuan secara nasional. Perihal keputusan penetapan kenaikan atau tidak terhadap UMP, dikembalikan kepada masing-masing gubernur.
"Saya menyampaikan jangan mengatakan setuju dan tidak setuju, menolak atau tidak menolak kewenangan untuk menetapkan UMP adalah gubernur. Pemerintah pusat hanya menetapkan kebijakan nasionalnya," katanya.
Sebelumnya, berdasarkan data Kemenaker per 27 Oktober 2020, pukul 16.35 WIB, terdapat 18 yang sudah menetapkan tidak ada kenaikan UMP berdasarkan SE tersebut. Data itu disampaikan langsung oleh Ida Fauziyah.
Ke-18 provinsi tersebut adalah Banten, Bali, Aceh, Lampung, Bengkulu, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Maluku Utara, Kalimantan Barat Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan Papua. ( Baca juga:Ber-DNA Super Sport, Yamaha Luncurkan All New Aerox 155 Connected ).
Dari lima provinsi yang menetapkan UMP tahun depan yang tidak sesuai dengan imbauan isi SE Menaker tiga di antaranya adalah DKI Jakarta , Jawa Tengah (Jateng), dan DI Yogyakarta. Dua provinsi lagi belum diungkap oleh Kemenaker.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industri dan Jaminan Sosial (PHI dan Jamsos) Kemnaker Haiyani Rumondang mengatakan, ke-15 provinsi tersebut telah melakukan pleno atau sidang Dewan Pengupahan dan memutuskan UMP 2021 tetap sama dengan tahun ini.
"Informasi kemarin yang saya terima sudah ada 15 provinsi yang menetapkan UMP-nya atau gubernur yang menetapkan UMP sesuai dengan Surat Edaran. Sementara, lima provinsi adalah gubernur-nya yang menetapkan lain dari isi yang disampaikan dari SE. Lebih tinggilah UMP 2020," ujar Haiyani saat dihubungi MNC News Portal, Jakarta, Senin (2/11/2020).
Meski tercatat 15 Provinsi yang tidak menaikan UMP 2021, Kemnaker mengakui bahwa Surat Keputusan (SK) dari penetapan tersebut belum diterima oleh Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah hingga 2 November 2020 hari ini.
"Belum semua dikarenakan hari libur. Mungkin hari ini baru mengirim, biasanya itu, menyampaikan informasi ke Menaker. Kalau SK secara umum tentu sudah ada catatannya di daerah dan menyampaikan kepada menteri, biasanya begitu. Kadang-kadang satu atau dua hari baru sampai," kata dia.
Sementara lima provinsi yang mengambil arah berbeda dari iimbauan Menteri Ketenagakerjaan, kata Haiyani, jangan dipandang bahwa kepala daerah atau gubernur menolak SE Ida Fauziyah.
Dia menegaskan, Kementerian Ketenagakerjaan hanya memberikan panduan sebagai acuan secara nasional. Perihal keputusan penetapan kenaikan atau tidak terhadap UMP, dikembalikan kepada masing-masing gubernur.
"Saya menyampaikan jangan mengatakan setuju dan tidak setuju, menolak atau tidak menolak kewenangan untuk menetapkan UMP adalah gubernur. Pemerintah pusat hanya menetapkan kebijakan nasionalnya," katanya.
Sebelumnya, berdasarkan data Kemenaker per 27 Oktober 2020, pukul 16.35 WIB, terdapat 18 yang sudah menetapkan tidak ada kenaikan UMP berdasarkan SE tersebut. Data itu disampaikan langsung oleh Ida Fauziyah.
Ke-18 provinsi tersebut adalah Banten, Bali, Aceh, Lampung, Bengkulu, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Maluku Utara, Kalimantan Barat Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan Papua. ( Baca juga:Ber-DNA Super Sport, Yamaha Luncurkan All New Aerox 155 Connected ).
(uka)
Lihat Juga :
tulis komentar anda