Program Relaksasi OJK Jaga Keberlangsungan UMKM di Tengah Pandemi

Senin, 02 November 2020 - 18:44 WIB
Salah satu pelaku UMKM mengajukan pinjaman modal usaha di Bank Wakaf Mikro (BWM) Ummul Mukminin Aisyiyah mitra Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 6 Sulawesi, Maluku, dan Papua (Sulampua), Makassar, Senin (2/11/2020). Foto: SINDOnews/Muchtamir Zaide
MAKASSAR - Dengan penuh semangat, perempuan paruh baya itu bercerita betapa besarnya peran program relaksasi kredit yang diberikan Bank Wakaf Mikro (BWM) Ummul Mukminin ‘Aisyiyah padanya.

Dia adalah Fitriani, 32 tahun. Ia sehari-hari bekerja sebagai penjual nasi kuning, di Jalan Pepabri, Kawasan Sudiang, Kecamatan Biringkanaya, Makassar, Sulawesi Selatan.

Baginya program relaksasi kredit atau penundaan pembayaran cicilan kredit yang diberikan sangat membantu usahanya bisa tetap eksis. Jika tidak, entah dari mana bisa mencari tambahan pembayaran kredit di tengah lesunya usaha nasi kuning miliknya.



Fitriani merupakan nasabah BWM Ummul Mukminin ‘Aisyiyah. Ia sudah setahun menjadi debitur di bank tersebut.



“Saya kredit di BWM Ummul Mukminin ‘Aisyiyah sebesar Rp1,5 juta dengan tenor selama 40 minggu. Kredit dipakai untuk modal usaha nasi kuning. Sebelumnya juga pernah ambil kredit, Alhamdulillah lancar. Barulah kali ini agak mandek karena COVID-19 , makanya sangat bersyukur ada kebijakan bisa menunda pembayaran cicilan sampai akhir tahun,” ujarnya, saat dihubungi.

Dia mengaku, dengan program tersebut membuatnya tidak was-was, karena pemasukan usaha nasi kuningnya tidak seperti biasanya. Apalagi, cicilan yang dibayarkan perminggunya Rp37.500 sementara pemasukan kadang tidak sesuai harapan.

Program relaksasi yang dirasakan Fitriani melalui BWM Ummul Mukminin ‘Aisyiyah tidak lepas dari kebijakan yang dikeluarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) . Melalui Peraturan OJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Corona Virus Disease 2019 pada 16 Maret 2020.

Bahkan, OJK memutuskan memperpanjang kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit yang tertuang dalam POJK No.11/POJK.03/2020 selama setahun. Relaksasi yang sebelumnya bakal berakhir Maret 2021 tersebut masih akan berlaku hingga Maret 2022.



Perpanjangan itu dilakukan setelah memperhatikan asesmen terakhir yang dilakukan OJK terkait debitur restrukturisasi sejak diputuskannya rencana memperpanjang relaksasi ini pada saat rapat dewan komisioner OJK 23 September 2020 lalu.

Kepala OJK Regional 6 Sulawesi, Maluku dan Papua, Mohammad Nurdin Subandi menjelaskan, POJK ini mengatur relaksasi atas restrukturisasi kredit kepada debitur yang terdampak penyebaran COVID-19 , baik perorangan, UMKM, maupun korporasi. Skema restrukturisasi diserahkan kepada masing-masing bank sesuai dengan kebutuhan debitur dan kemampuan bank, dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.

“Bagi masyarakat, kebijakan restrukturisasi dapat meringankan beban masyarakat secara langsung karena dengan adanya kebijakan restruktur COVID-19 , kewajiban masyarakat sebagai debitur menjadi ringan. Bisa hanya membayar bunga/bagi hasil selama periode restruktur (evergreen), bisa cicilannya dikurangi, jangka waktu kreditnya ditambah, bahkan bisa tidak membayar pokok dan bunga selama periode restruktur, sesuai dengan skema yang disetujui LJK,” ujarnya, Senin (2/11/2020).

Sementara, bagi Lembaga Jasa Keuangan (LJK), restrukturisasi dilakukan dengan penetapan kualitas kredit langsung menjadi Lancar (Kol 1) sehingga LJK tidak perlu membentuk pencadangan yang seharusnya dibentuk akibat penurunan kualitas aset. Kebijakan ini ini memberikan relaksasi bagi LJK untuk dapat melakukan restrukturisasi kredit dengan penetapan kolektabilitas langsung menjadi "lancar".

Dia menuturkan, hingga 16 Oktober 2020, 29 Bank Umum Konvensional dan Syariah di Sulsel telah melakukan restrukturisasi kredit/pembiayaan bagi 203.254 debitur dengan baki debet sebesar Rp20,44 triliun. Selanjutnya 73 perusahaan pembiayaan telah melakukan restrukturisasi pembiayaan untuk 218.581 debitur dengan baki debet sebesar Rp7,70 triliun.

“Jumlah debitur dan baki debet restrukturisasi akan terus bertambah seiring dengan pengajuan oleh nasabah dan proses persetujuan restrukturisasi oleh LJK. Untuk menstimulasi pertumbuhan sektor riil, pemerintah mengeluarkan kebijakan pemulihan ekonomi nasional (PEN), dengan menempatkan dana pada Bank HIMBARA dan Beberapa BPD untuk disalurkan sebagai penyediaan dana,” tuturnya.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More