Amerika Perpanjang Fasilitas GSP, Pengusaha Sumringah
Senin, 02 November 2020 - 20:00 WIB
JAKARTA - Pemerintah Amerika Serikat, melalui United States Trade Representative (USTR) secara resmi telah mengeluarkan keputusan untuk memperpanjang pemberian fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) kepada Indonesia.
GSP merupakan fasilitas perdagangan berupa pembebasan tarif bea masuk, yang diberikan secara unilateral oleh Pemerintah AS kepada negara-negara berkembang di dunia sejak tahun 1974.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani mengatakan para pengusaha menyambut baik perpanjangan GSP yang diberikan kepada Indonesia. Karena produk Indonesia yang masuk ke Amerika Serikat akan lebih banyak mengingat bea masuk yang lebih rendah.
“Pemerintah AS mau mereview akan memberikan GSP tersebut. Kita menyambut baik karena itu kan merupakan prefrensi untuk produk kita dengan bea masuknya lebih rendah. Tapi saya belum tahu itemnya apa saja,” ujarnya saat ditemui di Kantor Apindo, Jakarta, Senin (2/11/2020).
( )
Menurut Hariyadi, sebelum perpanjangan GSP ini, ada beberapa produk yang jumlah ekspornya dikurangi. Meskipun tidak ada aktifitas ekspor yang tertunda ketika GSP belum diperpanjang.
Sebagai gambaran, berdasarkan data statistik dari United States International Trade Commission (USITC), pada tahun 2019 lalu, ekspor Indonesia yang menggunakan GSP mencapai USD2,61 miliar. Angka ini setara dengan 13,1% dari total ekspor Indonesia ke AS, yakni USD20,1 miliar.
Ekspor GSP Indonesia di tahun 2019 berasal dari 729 pos tarif barang dari total 3.572 pos tarif produk yang mendapatkan preferensi tarif GSP.
Hingga bulan Agustus 2020, nilai ekspor GSP Indonesia ke AS tercatat sebesar USD1,87 miliar atau naik 10,6% dibandingkan periode sama di tahun sebelumnya. Indonesia saat ini merupakan negara pengekspor GSP terbesar ke-2 di AS setelah Thailand (USD2,6 miliar).
( )
“Tidak tertunda tapi memang tarifnya lebih tinggi tapi tidak tertunda. Mengurangi iya, ada beberapa yang mengurangi karena harganya jadi mahal pembelinya memilih dari negara lain. Ada. Tapi secara umum yang paling kita ke eropa itu kan tekstil misalnya saya sih enggak melihat ada penurunan di sana,” jelasnya.
GSP merupakan fasilitas perdagangan berupa pembebasan tarif bea masuk, yang diberikan secara unilateral oleh Pemerintah AS kepada negara-negara berkembang di dunia sejak tahun 1974.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani mengatakan para pengusaha menyambut baik perpanjangan GSP yang diberikan kepada Indonesia. Karena produk Indonesia yang masuk ke Amerika Serikat akan lebih banyak mengingat bea masuk yang lebih rendah.
“Pemerintah AS mau mereview akan memberikan GSP tersebut. Kita menyambut baik karena itu kan merupakan prefrensi untuk produk kita dengan bea masuknya lebih rendah. Tapi saya belum tahu itemnya apa saja,” ujarnya saat ditemui di Kantor Apindo, Jakarta, Senin (2/11/2020).
( )
Menurut Hariyadi, sebelum perpanjangan GSP ini, ada beberapa produk yang jumlah ekspornya dikurangi. Meskipun tidak ada aktifitas ekspor yang tertunda ketika GSP belum diperpanjang.
Sebagai gambaran, berdasarkan data statistik dari United States International Trade Commission (USITC), pada tahun 2019 lalu, ekspor Indonesia yang menggunakan GSP mencapai USD2,61 miliar. Angka ini setara dengan 13,1% dari total ekspor Indonesia ke AS, yakni USD20,1 miliar.
Ekspor GSP Indonesia di tahun 2019 berasal dari 729 pos tarif barang dari total 3.572 pos tarif produk yang mendapatkan preferensi tarif GSP.
Hingga bulan Agustus 2020, nilai ekspor GSP Indonesia ke AS tercatat sebesar USD1,87 miliar atau naik 10,6% dibandingkan periode sama di tahun sebelumnya. Indonesia saat ini merupakan negara pengekspor GSP terbesar ke-2 di AS setelah Thailand (USD2,6 miliar).
( )
“Tidak tertunda tapi memang tarifnya lebih tinggi tapi tidak tertunda. Mengurangi iya, ada beberapa yang mengurangi karena harganya jadi mahal pembelinya memilih dari negara lain. Ada. Tapi secara umum yang paling kita ke eropa itu kan tekstil misalnya saya sih enggak melihat ada penurunan di sana,” jelasnya.
(ind)
tulis komentar anda