Anies hingga Ganjar Naikkan UMP, Bos Apindo: Mereka Itu Rasanya Mau Pilpres
loading...
A
A
A
JAKARTA - Beberapa pemimpin daerah menolak untuk menjalankan Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) mengenai upah minimum provinsi (UMP) . Beberapa kepala daerah tersebut seperti Gubernur DKI Anies Baswedan , Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, hingga Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah. (
Beberapa pihak menilai kebijakan tersebut sebagai tabungan politik untuk menghadapi hajatan besar di 2024. Mengingat kebijakan ini cukup populis untuk mendulang suara. ( Baca juga:Kerass...! Apindo Kritik Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo )
Ketua Umum APINDO, Hariyadi B. Sukamdani mengatakan, sangat tidak tepat sebenarnya jika keputusan untuk menaikan UMP sebagai langkah politik. Karena nama-nama kepala daerah tersebut justru yang paling santer diisukan untuk maju sebagai Calon Presiden pada 2024 mendatang.
“Mereka itu enggak pilkada tapi rasanya mau pilpres 2024. Tapi saya tidak ke sana. Kalau seingat saya sih, nama-nama ini yang berpoling akan berkompetisi,” ujarnya dalam acara konferensi pers di kantor APINDO, Senin (2/11/2020).
Namun terlepas dari langkah politik yang dilakukan para gubernur, keputusan tersebut sangat disayangkan. Hariyadi menilai para pemerintah daerah tidak melihat kondisi yang terjadi saat ini ketika sebagian besar pengusaha terkena dampak pandemi Covid-19.
Lagi pula lanjut Hariyadi, jika mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2015 tentang pengupahan mengamanatkan peninjauan komponen dan jenis KHL dalam jangka waktu 5 (lima) tahun melalui penetapan Menaker dengan mempertimbangkan rekomendasi Dewan Pengupahan Nasional (Depenas). Salah satu komponen dalam penetapan UMP adalah mengacu pada pertumbuhan ekonomi dan inflasi.
Jika mengacu pada peraturan tersebut maka upah minimum akan mengalami penurunan. Mengingat ekonomi Indonesia masih diprediksi akan mengalami minus pada akhir tahun nanti. ( Baca juga:Tak Bisa Mendekat ke Kedubes Prancis, Massa PA212 Gelar Salat Zuhur Berjamaah di Jalan MH Thamrin )
“Kami menyanyangkan karena para gubernur ini tidak melihat kondisi yang ada. Tapi kami tidak akan melakukan gugatan,” jelasnya.
Beberapa pihak menilai kebijakan tersebut sebagai tabungan politik untuk menghadapi hajatan besar di 2024. Mengingat kebijakan ini cukup populis untuk mendulang suara. ( Baca juga:Kerass...! Apindo Kritik Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo )
Ketua Umum APINDO, Hariyadi B. Sukamdani mengatakan, sangat tidak tepat sebenarnya jika keputusan untuk menaikan UMP sebagai langkah politik. Karena nama-nama kepala daerah tersebut justru yang paling santer diisukan untuk maju sebagai Calon Presiden pada 2024 mendatang.
“Mereka itu enggak pilkada tapi rasanya mau pilpres 2024. Tapi saya tidak ke sana. Kalau seingat saya sih, nama-nama ini yang berpoling akan berkompetisi,” ujarnya dalam acara konferensi pers di kantor APINDO, Senin (2/11/2020).
Namun terlepas dari langkah politik yang dilakukan para gubernur, keputusan tersebut sangat disayangkan. Hariyadi menilai para pemerintah daerah tidak melihat kondisi yang terjadi saat ini ketika sebagian besar pengusaha terkena dampak pandemi Covid-19.
Lagi pula lanjut Hariyadi, jika mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2015 tentang pengupahan mengamanatkan peninjauan komponen dan jenis KHL dalam jangka waktu 5 (lima) tahun melalui penetapan Menaker dengan mempertimbangkan rekomendasi Dewan Pengupahan Nasional (Depenas). Salah satu komponen dalam penetapan UMP adalah mengacu pada pertumbuhan ekonomi dan inflasi.
Jika mengacu pada peraturan tersebut maka upah minimum akan mengalami penurunan. Mengingat ekonomi Indonesia masih diprediksi akan mengalami minus pada akhir tahun nanti. ( Baca juga:Tak Bisa Mendekat ke Kedubes Prancis, Massa PA212 Gelar Salat Zuhur Berjamaah di Jalan MH Thamrin )
“Kami menyanyangkan karena para gubernur ini tidak melihat kondisi yang ada. Tapi kami tidak akan melakukan gugatan,” jelasnya.
(uka)