Kelakuan Kelas Menengah Atas: Ngegas di Awal, Ngerem di Tengah Jalan
Sabtu, 07 November 2020 - 18:40 WIB
JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo) Roy N. Mandey mengatakan, setelah punic buying pada saat awal pandemi Covid-19 terjadi di Tanah Air, kalangan menengah atas tidak lagi membelanjakan uangnya. Ia menilai bahwa saat ini kalangan tersebut lebih menahan uangnya untuk disimpan. ( Baca juga:Produk Prancis Diboikot, 4,5 Juta Pekerja di Sektor Ritel Terancam )
"Jadi memang situasinya saat pemerintah mengumumkan bahwa Covid-19 sudah ada di Indonesia bulan Maret, pada saat pengumumannya itu situasinya sempat ada panic buying. Kita dalam posisi yang justru bagus dalam dua tiga hari pertama. Tetapi setelah itu sampai hari ini kalau ditanya kondisinya, ya belum kembali dalam posisi yang normal," katanya dalam acara Polemik MNC Trijaya FM bertajuk 'Efek Resesi di Tengah Pandemi', Sabtu (6/11/2020).
Ia mengungkapkan, kalangan yang memiliki uang akan lebih aware terhadap kesehatan. Sebab edukasinya jauh lebih tinggi, sehingga mereka lebih mengikuti berita yang diinformasikan oleh media.
"Mereka melihat, daerah mana yang zona merah dan zona hijau, bagaimana perkembangan pandemi, masih PSBB dan lain-lain sehingga mereka menahan belanja. Dan ketika mereka keluar rumah, itu suatu keputusan yang sangat luar biasa," ungkapnya.
Sementara, untuk kalangan menengah ke bawah posisinya sedang suffer. Mereka kehilangan daya beli, karena dirumahkan, dipotong gajinya, dan kena PHK. Alhasil, dengan kondisi itu untuk bisa makan saja sudah bagus.
"Tentu mereka hanya akan berpikir bagaimana untuk melanjutkan hidup," tuturnya. ( Baca juga:Pengamat Imbau Anak Muda Berpolitik dengan Cerdas dan Akal Sehat )
Ia menambahkan, bahwa kondisi ritel saat ini belum kembali dalam posisi yang normal. Ia menjelaskan indeks penjualan riil dari bulan ke bulan masih minus di bawah 10%. Meski ada kontraksi positif, tetapi kontraksinya itu masih single digit antara 5-6%. Sama dengan kontraksi perekonomian yang terkontraksi positif antara quarter to quarter tetapi year-on-year-nya masih minus.
"Jadi situasinya memang belum normal, dan underperform sekali," tandas Roy.
"Jadi memang situasinya saat pemerintah mengumumkan bahwa Covid-19 sudah ada di Indonesia bulan Maret, pada saat pengumumannya itu situasinya sempat ada panic buying. Kita dalam posisi yang justru bagus dalam dua tiga hari pertama. Tetapi setelah itu sampai hari ini kalau ditanya kondisinya, ya belum kembali dalam posisi yang normal," katanya dalam acara Polemik MNC Trijaya FM bertajuk 'Efek Resesi di Tengah Pandemi', Sabtu (6/11/2020).
Ia mengungkapkan, kalangan yang memiliki uang akan lebih aware terhadap kesehatan. Sebab edukasinya jauh lebih tinggi, sehingga mereka lebih mengikuti berita yang diinformasikan oleh media.
"Mereka melihat, daerah mana yang zona merah dan zona hijau, bagaimana perkembangan pandemi, masih PSBB dan lain-lain sehingga mereka menahan belanja. Dan ketika mereka keluar rumah, itu suatu keputusan yang sangat luar biasa," ungkapnya.
Sementara, untuk kalangan menengah ke bawah posisinya sedang suffer. Mereka kehilangan daya beli, karena dirumahkan, dipotong gajinya, dan kena PHK. Alhasil, dengan kondisi itu untuk bisa makan saja sudah bagus.
"Tentu mereka hanya akan berpikir bagaimana untuk melanjutkan hidup," tuturnya. ( Baca juga:Pengamat Imbau Anak Muda Berpolitik dengan Cerdas dan Akal Sehat )
Ia menambahkan, bahwa kondisi ritel saat ini belum kembali dalam posisi yang normal. Ia menjelaskan indeks penjualan riil dari bulan ke bulan masih minus di bawah 10%. Meski ada kontraksi positif, tetapi kontraksinya itu masih single digit antara 5-6%. Sama dengan kontraksi perekonomian yang terkontraksi positif antara quarter to quarter tetapi year-on-year-nya masih minus.
"Jadi situasinya memang belum normal, dan underperform sekali," tandas Roy.
(uka)
tulis komentar anda