Co-Firing Solusi Sampah untuk Pembangkit Listrik, Genjot Target Bauran Energi
Senin, 09 November 2020 - 11:53 WIB
Menurut Sugiyanto, biomassa serbuk kayu ini termasuk netral karbon, sehingga tidak menambah jumlah karbon di udara. Artinya, bahan biomassa tersebut dapat mengurangi emisi rumah kaca. Dari hasil uji, tercatat emisi SO2 (sulfur dioksida) turun drastis. Pada pengujian dengan batu bara 100 persen menghasilkan 536,2 mg/Nm2, sedangkan saat menggunakan serbuk kayu sebanyak 5 persen, kadar SO2 turun menjadi 285 mg/Nm2.
Ada pun PT Indonesia Power pada Cofiring PLTU Jeranjang, Lombok Barat menggunakan bahan baku jumputan padat (SRF). Setelah melalui uji teknis pada 2019 dan sejumlah perjanjian kerja sama (MoU) dengan Pemprov NTB, pengaplikasiannya mulai berjalan tahun ini.
Bahan bakar jumputan padat didapat dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah di Kebon Kongok, Desa Suka Makmur, Kecamatan Gerung, Lombok Barat. Total sampah per hari di TPA seluas 8,41 hektare ini sebanyak 469,56 ton per hari. "Dengan jarak tempuh hanya 9 kilometer ke PLTU Jeranjang, pasokan jumputan padat sekira 10 menit waktu tempuh," kata Direktur Operasi II perusahaan tersebut, Bambang Anggono
Kebutuhan serbuk kayu sebanyak 720 ton dapat terpenuhi, demikian pula pada kontrak di bulan ke-2 dan ke-3 yang naik menjadi 900 ton. Pada kontrak ke-4 dan ke-5, kebutuhan PLTU paiton ditingkatkan menjadi 5.000 ton dan sedang dalam proses lelang. Contoh implementasi di PLTU Paiton dapat disimpulkan, bahwa teknologi yang dipakai di negara-negara maju dapat diboyong ke Indonesia. "Paiton bisa dibilang menjadi pionir," kata Sugiyanto.
Penerapan bahan baku biomassa yang dilakukan PT PJB dan PT IP mendapat apresiasi dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) . "cofiring sejalan dengan narasi dalam RUKN (Rencana Umum Ketenagalistirkan Nasional) tentang pemanfaatan pembangkit listrik dengan pencampuran biomassa," ujar Kepala Seksi Evaluasi Program Penyediaan Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Yeni Gusrini.
Co=firing PLTU merupakan strategi paling cocok demi capaian target peran energi baru terbarukan (EBT) sebanyak 23 persen pada 2025 dan 31 persen di 2050. Pasalnya, pengembangan PLTP (Pembangkit Lisrik Tenaga Panas Bumi) memerlukan waktu lama untuk direalisasikan. (syarif wibowo)
Ada pun PT Indonesia Power pada Cofiring PLTU Jeranjang, Lombok Barat menggunakan bahan baku jumputan padat (SRF). Setelah melalui uji teknis pada 2019 dan sejumlah perjanjian kerja sama (MoU) dengan Pemprov NTB, pengaplikasiannya mulai berjalan tahun ini.
Bahan bakar jumputan padat didapat dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah di Kebon Kongok, Desa Suka Makmur, Kecamatan Gerung, Lombok Barat. Total sampah per hari di TPA seluas 8,41 hektare ini sebanyak 469,56 ton per hari. "Dengan jarak tempuh hanya 9 kilometer ke PLTU Jeranjang, pasokan jumputan padat sekira 10 menit waktu tempuh," kata Direktur Operasi II perusahaan tersebut, Bambang Anggono
Kebutuhan serbuk kayu sebanyak 720 ton dapat terpenuhi, demikian pula pada kontrak di bulan ke-2 dan ke-3 yang naik menjadi 900 ton. Pada kontrak ke-4 dan ke-5, kebutuhan PLTU paiton ditingkatkan menjadi 5.000 ton dan sedang dalam proses lelang. Contoh implementasi di PLTU Paiton dapat disimpulkan, bahwa teknologi yang dipakai di negara-negara maju dapat diboyong ke Indonesia. "Paiton bisa dibilang menjadi pionir," kata Sugiyanto.
Penerapan bahan baku biomassa yang dilakukan PT PJB dan PT IP mendapat apresiasi dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) . "cofiring sejalan dengan narasi dalam RUKN (Rencana Umum Ketenagalistirkan Nasional) tentang pemanfaatan pembangkit listrik dengan pencampuran biomassa," ujar Kepala Seksi Evaluasi Program Penyediaan Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Yeni Gusrini.
Co=firing PLTU merupakan strategi paling cocok demi capaian target peran energi baru terbarukan (EBT) sebanyak 23 persen pada 2025 dan 31 persen di 2050. Pasalnya, pengembangan PLTP (Pembangkit Lisrik Tenaga Panas Bumi) memerlukan waktu lama untuk direalisasikan. (syarif wibowo)
(alf)
Lihat Juga :
tulis komentar anda