Pemulihan Destinasi Wisata Butuh Manajemen Krisis Penanganan Covid-19
Selasa, 10 November 2020 - 23:08 WIB
(Infografik: Bali Kembali Dibuka, Pariwisata Juga Menyangkut Penyelamatan Ekonomi)
Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian mengapresiasi apa yang disampaikan oleh Hariyanto. Dia mendukung penuh optimalisasi manajemen krisis pengananan pandemi Covid-19 dalam rangka pemulihan destinasi pariwisata. "Ini alternatif solusi yang dapat dikembangkan lebih lanjut untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kebersihan, kesehatan, keselamatan dan keberlangsungan lingkungan di destinasi pariwisata," tegasnya.
Ia menilai perlu sinergi semua stakeholder untuk merealisasikan gagasan yang disampaikan Hariyanto. Bukan hanya untuk kepentingan pemerintah belaka, menurutnya hal ini dilakukan untuk kembali menggerakkan dan meningkatkan kualitas destinasi pariwisata Indonesia yang berorientasi pada peningkatan perekonomian masyarakat.
Deputi Bidang Kebijakan Strategis Kemenparekraf R Kurleni Ukar mengatakan, pihaknya tengah menyusun pedoman bagi destinasi dan pelaku wisata mengenai protokol kesehatan dan sertifikasi CHSE. Saat ini, kata dia, pandemi telah mengubah pola perilaku wisatawan dalam melakukan perjalanan wisata.
"Jika dulu hanya atraksi, aksesibilitas dan amenitas yang menjadi pertimbangan wisatawan, maka kini faktor keselamatan kesehatan juga menjadi pertimbangan. Maka dari itu penting untuk menerapkan protokol kesehatan dan penerapan CHSE di destinasi wisata," tandasnya.
(Baca Juga: Siapkan CHSE, Kemenparekraf Beri Dana Hibah Rp3,3 T untuk Industri Wisata)
Selain menjadi faktor pertimbangan wisatawan, penerapan protokol kesehatan dan CHSE juga dalam rangka memperbaiki peringkat pariwisata Indonesia berdasarkan indeks TTCI. Peningkatan indeks daya saing pariwisata merupakan salah satu target dalam RPJMN yang ingin diwujudkan Kemenparekraf.
Berdasarkan data TTCI yang dikeluarkan World Economic Forum (WEF) pada 2019, dari 14 pilar yang menjadi penilaian daya saing pariwisata, Indonesia memiliki keunggulan kompetitif pada lima pilar, yaitu Price Competitiveness, Prioritization of Travel dan Tourism, International Opennes, Natural Resources, serta Cultural Resources & Business Travel.
Sementara itu, pariwisata Indonesia dihadapkan dengan lima tantangan terbesar terkait daya saing Environmental Sustainability, Health & Hygiene, Tourist Service Infrastructure, Safety dan Security, serta ICT Readiness.
Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian mengapresiasi apa yang disampaikan oleh Hariyanto. Dia mendukung penuh optimalisasi manajemen krisis pengananan pandemi Covid-19 dalam rangka pemulihan destinasi pariwisata. "Ini alternatif solusi yang dapat dikembangkan lebih lanjut untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kebersihan, kesehatan, keselamatan dan keberlangsungan lingkungan di destinasi pariwisata," tegasnya.
Ia menilai perlu sinergi semua stakeholder untuk merealisasikan gagasan yang disampaikan Hariyanto. Bukan hanya untuk kepentingan pemerintah belaka, menurutnya hal ini dilakukan untuk kembali menggerakkan dan meningkatkan kualitas destinasi pariwisata Indonesia yang berorientasi pada peningkatan perekonomian masyarakat.
Deputi Bidang Kebijakan Strategis Kemenparekraf R Kurleni Ukar mengatakan, pihaknya tengah menyusun pedoman bagi destinasi dan pelaku wisata mengenai protokol kesehatan dan sertifikasi CHSE. Saat ini, kata dia, pandemi telah mengubah pola perilaku wisatawan dalam melakukan perjalanan wisata.
"Jika dulu hanya atraksi, aksesibilitas dan amenitas yang menjadi pertimbangan wisatawan, maka kini faktor keselamatan kesehatan juga menjadi pertimbangan. Maka dari itu penting untuk menerapkan protokol kesehatan dan penerapan CHSE di destinasi wisata," tandasnya.
(Baca Juga: Siapkan CHSE, Kemenparekraf Beri Dana Hibah Rp3,3 T untuk Industri Wisata)
Selain menjadi faktor pertimbangan wisatawan, penerapan protokol kesehatan dan CHSE juga dalam rangka memperbaiki peringkat pariwisata Indonesia berdasarkan indeks TTCI. Peningkatan indeks daya saing pariwisata merupakan salah satu target dalam RPJMN yang ingin diwujudkan Kemenparekraf.
Berdasarkan data TTCI yang dikeluarkan World Economic Forum (WEF) pada 2019, dari 14 pilar yang menjadi penilaian daya saing pariwisata, Indonesia memiliki keunggulan kompetitif pada lima pilar, yaitu Price Competitiveness, Prioritization of Travel dan Tourism, International Opennes, Natural Resources, serta Cultural Resources & Business Travel.
Sementara itu, pariwisata Indonesia dihadapkan dengan lima tantangan terbesar terkait daya saing Environmental Sustainability, Health & Hygiene, Tourist Service Infrastructure, Safety dan Security, serta ICT Readiness.
(fai)
tulis komentar anda