Anggota DPR Sebut Cukai dari Minol Tak Sebanding dengan Kerugian Sosial
Selasa, 17 November 2020 - 19:36 WIB
JAKARTA - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi PKS Nasir Djamil mencatat, ada sejumlah aspek yang harus diperhatikan DPR dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Larangan Minuman Beralkohol (Minol) . Sejumlah aspek tersebut adalah Ketenagakerjaan, perpajakan, dan psikologis.
"Kami meyakini bapak ibu anggota Baleg mengetahui soal RUU Minol. Di situ bukan hanya soal kesehatan, tapi juga soal ketenagakerjaan, perpajakan, dan persoalan psikologis lainnya," ujar Nasir dalam rapat Panja ihwal harmonisasi RUU Minol, Jakarta, Selasa (17/11/2020).
Ihwal kebutuhan RUU Minol, pada level nasional minol secara khusus belum diatur dalam UU. Pengaturan minol hanya dijelaskan secara parsial yang tersebar di beberapa UU. Namun, pada level wilayah hal itu diatur dalam peraturan daerah (perda) di sejumlah kabupaten atau kota. Karena itu, dia menilai, perlu adanya UU Minol yang bisa dijadikan patokan bagi daerah. ( Baca juga:Dukung RUU Larangan Minol, PAN Akui Harus Hati-hati )
"Bahkan seingat saya juga di Kota Salatiga itu diatur soal ini, tapi tidak efektif, dan tidak bisa ada pengendalian. Kami berharap kita semua bisa sepaham terkait hal ini dalam level nasional sehingga daerah juga bisa menjadikan UU sebagai rujukan di daerah mereka masing-masing," kata dia.
Dia berharap agar anggota Baleg lainnya bisa sepaham dan dapat membantu para pengusul untuk menyempurnakan draf akademiknya. Namun demikian, ada pertimbangan ekonomi yang dikaji secara matang.
"Agar RUU mulai kita proses. Dalam pandangan kami bahwa minol itu perlu diatur. Karena apa, pada hakikatnya dalam pandangan kami, minol itu dapat membahayakan kesehatan, jasmani dan rohani, dan dapat mendorong gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat," kata dia.
Dalam kesempatan yang sama, anggota Baleg Romo Muhammad Syafii, dari Fraksi Gerindra, mengatakan, kerugian sosial akibat minol tidak sebanding dengan persoalan pajak dan cukai.
"Bahkan sudah ada perbandingan dari para ahli. Cukai dari hasil produksi minol jika dibandingkan dengan kerugian sosial di masyarakat, maka hasil cukai itu sangat tidak sebanding," kata dia. ( Baca juga:DBS Lepas Tanggung Jawab, Anehnya Mau Ganti Rugi USD500.000 )
Perihal produksi, distribusi, dan konsumsi minol tidak dilarang secara 100%. Namun, ada ketentuan khusus yang akan diatur terkait dengan aspek-aspek tersebut. Misalnuya, ada daerah destinasi dengan ketentuan tertentu yang diperbolehkan. Hal ini juga berlaku bagi restoran dan hotel dengan kualitas dan syarat tertentu.
"Saya kira ini sesuatu yang luar biasa untuk sesuatu yang mendatangkan kerugian bagi kesehatan tapi juga bereplikasi bagi kerusakan moral, akhlak, itu kemudian terjadi kejelasan. Dengan kadar alkohol berapa yang bisa dikonsumsi dan siapa yang boleh membeli, ini cukup jelas dibuat UU ini," ujarnya.
"Kami meyakini bapak ibu anggota Baleg mengetahui soal RUU Minol. Di situ bukan hanya soal kesehatan, tapi juga soal ketenagakerjaan, perpajakan, dan persoalan psikologis lainnya," ujar Nasir dalam rapat Panja ihwal harmonisasi RUU Minol, Jakarta, Selasa (17/11/2020).
Ihwal kebutuhan RUU Minol, pada level nasional minol secara khusus belum diatur dalam UU. Pengaturan minol hanya dijelaskan secara parsial yang tersebar di beberapa UU. Namun, pada level wilayah hal itu diatur dalam peraturan daerah (perda) di sejumlah kabupaten atau kota. Karena itu, dia menilai, perlu adanya UU Minol yang bisa dijadikan patokan bagi daerah. ( Baca juga:Dukung RUU Larangan Minol, PAN Akui Harus Hati-hati )
"Bahkan seingat saya juga di Kota Salatiga itu diatur soal ini, tapi tidak efektif, dan tidak bisa ada pengendalian. Kami berharap kita semua bisa sepaham terkait hal ini dalam level nasional sehingga daerah juga bisa menjadikan UU sebagai rujukan di daerah mereka masing-masing," kata dia.
Dia berharap agar anggota Baleg lainnya bisa sepaham dan dapat membantu para pengusul untuk menyempurnakan draf akademiknya. Namun demikian, ada pertimbangan ekonomi yang dikaji secara matang.
"Agar RUU mulai kita proses. Dalam pandangan kami bahwa minol itu perlu diatur. Karena apa, pada hakikatnya dalam pandangan kami, minol itu dapat membahayakan kesehatan, jasmani dan rohani, dan dapat mendorong gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat," kata dia.
Dalam kesempatan yang sama, anggota Baleg Romo Muhammad Syafii, dari Fraksi Gerindra, mengatakan, kerugian sosial akibat minol tidak sebanding dengan persoalan pajak dan cukai.
"Bahkan sudah ada perbandingan dari para ahli. Cukai dari hasil produksi minol jika dibandingkan dengan kerugian sosial di masyarakat, maka hasil cukai itu sangat tidak sebanding," kata dia. ( Baca juga:DBS Lepas Tanggung Jawab, Anehnya Mau Ganti Rugi USD500.000 )
Perihal produksi, distribusi, dan konsumsi minol tidak dilarang secara 100%. Namun, ada ketentuan khusus yang akan diatur terkait dengan aspek-aspek tersebut. Misalnuya, ada daerah destinasi dengan ketentuan tertentu yang diperbolehkan. Hal ini juga berlaku bagi restoran dan hotel dengan kualitas dan syarat tertentu.
"Saya kira ini sesuatu yang luar biasa untuk sesuatu yang mendatangkan kerugian bagi kesehatan tapi juga bereplikasi bagi kerusakan moral, akhlak, itu kemudian terjadi kejelasan. Dengan kadar alkohol berapa yang bisa dikonsumsi dan siapa yang boleh membeli, ini cukup jelas dibuat UU ini," ujarnya.
(uka)
tulis komentar anda