Akui Berat, Sri Mulyani Sebut Target Setoran Pajak Sulit Dicapai
Kamis, 19 November 2020 - 16:05 WIB
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan target penerimaan pajak di tahun 2020 diperkirakan tidak akan tercapai. Pasalnya, dampak pandemi Covid-19 masih terasa hingga akhir tahun ini, meskipun sudah lebih baik.
Sebagai gambaran, target penerimaan negara tahun 2020 totalnya mencapai Rp1.699,94 triliun. Angka tersebut berasal dari perpajakan sebesar Rp1.404,50 triliun, pendapatan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp294,14 triliun, dan penerimaan hibah sebesar Rp1,30 triliun.
(Baca Juga: Sri Mulyani di Antara Kesehatan dan Ekonomi: Kita Tidak Ingin Memilih)
Realisasi penerimaan negara saat ini baru mencapai Rp1.158,98 triliun atau 68,18% dari target Rp1.699,94 triliun. Dari angka tersebut, yang berasal dari perpajakan sebesar Rp892,43 triliun atau 63,54% dari target Rp1.404,50 triliun.
Sementara setoran dari PNBP sudah Rp260,87 triliun atau sudah 88,69% dari target, sedangkan penerimaan hibah mencapai Rp5,67 triliun atau surplus 436,89% dari target Rp1,30 triliun. Realisasi ini tercatat hingga akhir September 2020.
"Ini adalah penerimaan pajak yang rendah karena alami kontraksi, dan ini ada risiko tidak tercapai kondisi korporasi dan masyarakat betul-betul tertekan," ujarnya dalam konferensi pers virtual, Kamis (19/11/2020).
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini juga menjelaskan, target penerimaan negara di tahun 2020 mengalami penurunan dan lebih memilih meningkatkan anggaran belanja negara demi menangani pandemi Covid-19.
(Baca Juga: Blak-blakan Sri Mulyani, APBN dan Semua Sektor Shock)
Dengan kebijakan tersebut, maka defisit APBN melebar ke level 6,34% terhadap produk domestik bruto (PDB). Anggaran belanja negara naik menjadi Rp2.739,16 triliun. Peningkatan belanja ini dipenuhi melalui pembiayaan alias utang untuk membantu masyarakat yang terkena dampak.
"Defisitnya mencapai 6,34%, ini naik besar dalam rangka menolong ekonomi dan menangani Covid, dan membantu masyarakat. Belanja Rp2.739 triliun untuk membantu seluruh sektor, seluruh daerah, dan masyarakat serta menangani Covid," jelasnya.
Sebagai gambaran, target penerimaan negara tahun 2020 totalnya mencapai Rp1.699,94 triliun. Angka tersebut berasal dari perpajakan sebesar Rp1.404,50 triliun, pendapatan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp294,14 triliun, dan penerimaan hibah sebesar Rp1,30 triliun.
(Baca Juga: Sri Mulyani di Antara Kesehatan dan Ekonomi: Kita Tidak Ingin Memilih)
Realisasi penerimaan negara saat ini baru mencapai Rp1.158,98 triliun atau 68,18% dari target Rp1.699,94 triliun. Dari angka tersebut, yang berasal dari perpajakan sebesar Rp892,43 triliun atau 63,54% dari target Rp1.404,50 triliun.
Sementara setoran dari PNBP sudah Rp260,87 triliun atau sudah 88,69% dari target, sedangkan penerimaan hibah mencapai Rp5,67 triliun atau surplus 436,89% dari target Rp1,30 triliun. Realisasi ini tercatat hingga akhir September 2020.
"Ini adalah penerimaan pajak yang rendah karena alami kontraksi, dan ini ada risiko tidak tercapai kondisi korporasi dan masyarakat betul-betul tertekan," ujarnya dalam konferensi pers virtual, Kamis (19/11/2020).
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini juga menjelaskan, target penerimaan negara di tahun 2020 mengalami penurunan dan lebih memilih meningkatkan anggaran belanja negara demi menangani pandemi Covid-19.
(Baca Juga: Blak-blakan Sri Mulyani, APBN dan Semua Sektor Shock)
Dengan kebijakan tersebut, maka defisit APBN melebar ke level 6,34% terhadap produk domestik bruto (PDB). Anggaran belanja negara naik menjadi Rp2.739,16 triliun. Peningkatan belanja ini dipenuhi melalui pembiayaan alias utang untuk membantu masyarakat yang terkena dampak.
"Defisitnya mencapai 6,34%, ini naik besar dalam rangka menolong ekonomi dan menangani Covid, dan membantu masyarakat. Belanja Rp2.739 triliun untuk membantu seluruh sektor, seluruh daerah, dan masyarakat serta menangani Covid," jelasnya.
(fai)
tulis komentar anda