Cari Pasar Baru untuk Ekspor Pangan
Sabtu, 21 November 2020 - 12:15 WIB
JAKARTA - Komoditas pangan selain berjaya di dalam negeri, juga sukses melakukan ekspor ke sejumlah negara. Sektor pertanian misalnya, berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), mampu meningkatkan nilai ekspornya dari USD410 juta pada September 2020 menjadi USD420 pada Oktober 2020.
Adapun untuk sektor perikanan periode Januari–September 2020 mencapai nilai total ekspor USD3,76 miliar dengan total volume sebanyak 916,34 ribu ton. (Baca: Mewaspadai Cita Rasa Dunia: Indah tapi Beracun)
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyarankan para pengusaha komoditas pangan untuk tidak terjebak dalam rivalitas. ASEAN harus bersatu dan tidak dapat ditarik untuk memihak negara-negara yang tengah berkonflik. Selain itu Retno juga menilai tantangan lain, yakni adanya diskriminasi beberapa negara terhadap kelapa sawit Indonesia.
"Kita harus bekerja sama dan berkolaborasi dengan mitra. Tapi ketika berkaitan dengan kepentingan nasional, kita harus tegas, apalagi sudah menyangkut masalah sawit yang merupakan salah satu komoditas unggulan," ungkapnya.
Sejauh ini kelapa sawit menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia karena nilai ekspornya mencapai USD23 miliar tahun lalu. Namun belakangan terjadi diskriminasi terhadap sawit Indonesia, bahkan hingga adanya kampanye negatif di berbagai negara, khususnya di Eropa.
Retno mengatakan, jika ingin melawan diskriminasi, Indonesia mesti memiliki kemitraan yang lebih kokoh dengan Uni Eropa. Sebab Uni Eropa sudah lama netral dan memiliki banyak persamaan pandang di banyak isu internasional. Bahkan beberapa hari yang lalu Menlu bertelepon dengan perwakilan Presiden Komisi Eropa seperti Menlu Uni Eropa, yaitu Joseph Borrel. (Baca juga: Januari 2021, Sekolah Boleh Gelar Tatap Muka)
“Saya sampaikan mengenai pentingnya membangun kemitraan yang lebih kuat dan menyelesaikan isu diskriminasi terhadap sawit Indonesia," ungkap Retno.
Solusinya ialah Indonesia harus selalu membuka komunikasi secara terbuka terkait eksistensi sawit Indonesia. Bahkan bukan hanya sawit yang harus dikawal, tetapi juga komoditas unggulan lainnya seperti kopi dan karet.
Sementara itu Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Bidang Hubungan Internasional Shinta W Kamdani menjelaskan, pengusaha memang harus didorong agar dapat lebih berorientasi ekspor dan tidak hanya berfokus memenuhi kebutuhan domestik. Langkah dan strategi itu perlu dilakukan demi menemukan peluang-peluang pasar baru.
Adapun untuk sektor perikanan periode Januari–September 2020 mencapai nilai total ekspor USD3,76 miliar dengan total volume sebanyak 916,34 ribu ton. (Baca: Mewaspadai Cita Rasa Dunia: Indah tapi Beracun)
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyarankan para pengusaha komoditas pangan untuk tidak terjebak dalam rivalitas. ASEAN harus bersatu dan tidak dapat ditarik untuk memihak negara-negara yang tengah berkonflik. Selain itu Retno juga menilai tantangan lain, yakni adanya diskriminasi beberapa negara terhadap kelapa sawit Indonesia.
"Kita harus bekerja sama dan berkolaborasi dengan mitra. Tapi ketika berkaitan dengan kepentingan nasional, kita harus tegas, apalagi sudah menyangkut masalah sawit yang merupakan salah satu komoditas unggulan," ungkapnya.
Sejauh ini kelapa sawit menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia karena nilai ekspornya mencapai USD23 miliar tahun lalu. Namun belakangan terjadi diskriminasi terhadap sawit Indonesia, bahkan hingga adanya kampanye negatif di berbagai negara, khususnya di Eropa.
Retno mengatakan, jika ingin melawan diskriminasi, Indonesia mesti memiliki kemitraan yang lebih kokoh dengan Uni Eropa. Sebab Uni Eropa sudah lama netral dan memiliki banyak persamaan pandang di banyak isu internasional. Bahkan beberapa hari yang lalu Menlu bertelepon dengan perwakilan Presiden Komisi Eropa seperti Menlu Uni Eropa, yaitu Joseph Borrel. (Baca juga: Januari 2021, Sekolah Boleh Gelar Tatap Muka)
“Saya sampaikan mengenai pentingnya membangun kemitraan yang lebih kuat dan menyelesaikan isu diskriminasi terhadap sawit Indonesia," ungkap Retno.
Solusinya ialah Indonesia harus selalu membuka komunikasi secara terbuka terkait eksistensi sawit Indonesia. Bahkan bukan hanya sawit yang harus dikawal, tetapi juga komoditas unggulan lainnya seperti kopi dan karet.
Sementara itu Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Bidang Hubungan Internasional Shinta W Kamdani menjelaskan, pengusaha memang harus didorong agar dapat lebih berorientasi ekspor dan tidak hanya berfokus memenuhi kebutuhan domestik. Langkah dan strategi itu perlu dilakukan demi menemukan peluang-peluang pasar baru.
tulis komentar anda