Status SKK Migas Jadi BUMN Khusus Menguat
Senin, 07 Desember 2020 - 07:25 WIB
JAKARTA - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyampaikan pandangan mengenai pentingnya kepastian dasar hukum bagi lembaga tersebut melalui rencana revisi Undang-Undang (UU) Migas.
Di sisi lain beberapa pihak juga mengusulkan adanya perubahan status SKK Migas menjadi lembaga khusus atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Khusus Sektor Migas. (Baca: Lima Jurus Fiskal agar Investigasi Migas Kian Luber)
Asal tahu saja, SKK Migas terbentuk sebagai pengganti BP Migas yang dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2012 silam. SKK Migas lantas berdiri lewat Peraturan Presiden (Perpres) No 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Beleid ini dipandang belum bisa menjadi dasar hukum yang kuat bagi eksistensi SKK Migas.
Deputi Dukungan Bisnis SKK Migas Murdo Guntoro mengatakan, pada dasarnya ada beberapa model pengelolaan migas yang diadopsi oleh berbagai negara. Mulai dari separation of powers model, ministry dominated model, hingga national oil company dominated model. Setiap model pengelolaan migas tersebut tentu memiliki risiko masing-masing.
Dia pun menilai pemerintah perlu mempertimbangkan secara matang dalam mengukur kemampuan negara dalam mengelola sumber daya migas. Dalam hal ini pengelolaan migas utamanya di sektor hulu dapat dilakukan lewat pemberian kewenangan kepada BUMN. (Baca juga: Amalkan Lima Doa Ini, Rezeki Datang Bertubi-tubi)
BUMN ini yang akan melakukan kontrak kerja sama dengan BUMD, koperasi, usaha kecil, badan hukum swasta, atau bentuk usaha tetap. “Alhasil seluruh aspek penguasaan negara yang menjadi amanat Pasal 33 UUD 1945 dapat terlaksana secara nyata,” kata Murdo dalam webinar "Mencari Bentuk Ideal Lembaga Pengganti SKK Migas" yang diselenggarakan FH UII dengan Pusat Studi Hukum Energi (Pushenergi), Sabtu (5/12).
Selain itu, lanjut Murdo, pembentukan lembaga khusus juga bisa dilakukan apabila pemerintah merasa belum bisa mengelola sumber daya migas nasional secara sendirian. Namun pembentukan lembaga khusus ini tentu harus dilandasi kepastian dasar hukum yang kuat serta wewenang yang tidak tumpang tindih.
Murdo juga berharap pemerintah dan DPR segera merevisi UU Migas. Hal ini salah satunya untuk kepastian hukum dan keberlanjutan di sektor hulu migas. “Oleh karena itu untuk penyelesaian permasalahan hulu migas mendesak diperlukan RUU Migas yang mengatur penyelesaian tersebut,” ujar Murdo Guntoro.
Dia juga menuturkan, saat ini persaingan di industri hulu migas dunia semakin meningkat. Hal ini berdampak pada pengurangan produksi migas serta pandemi korona (Covid-19) yang berlangsung cukup lama telah mengurangi andil investasi migas. (Baca juga: Kemenag Harap Madrasah Jadi Ruang Pembudayaan Pembelajaran)
Di sisi lain beberapa pihak juga mengusulkan adanya perubahan status SKK Migas menjadi lembaga khusus atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Khusus Sektor Migas. (Baca: Lima Jurus Fiskal agar Investigasi Migas Kian Luber)
Asal tahu saja, SKK Migas terbentuk sebagai pengganti BP Migas yang dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2012 silam. SKK Migas lantas berdiri lewat Peraturan Presiden (Perpres) No 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Beleid ini dipandang belum bisa menjadi dasar hukum yang kuat bagi eksistensi SKK Migas.
Deputi Dukungan Bisnis SKK Migas Murdo Guntoro mengatakan, pada dasarnya ada beberapa model pengelolaan migas yang diadopsi oleh berbagai negara. Mulai dari separation of powers model, ministry dominated model, hingga national oil company dominated model. Setiap model pengelolaan migas tersebut tentu memiliki risiko masing-masing.
Dia pun menilai pemerintah perlu mempertimbangkan secara matang dalam mengukur kemampuan negara dalam mengelola sumber daya migas. Dalam hal ini pengelolaan migas utamanya di sektor hulu dapat dilakukan lewat pemberian kewenangan kepada BUMN. (Baca juga: Amalkan Lima Doa Ini, Rezeki Datang Bertubi-tubi)
BUMN ini yang akan melakukan kontrak kerja sama dengan BUMD, koperasi, usaha kecil, badan hukum swasta, atau bentuk usaha tetap. “Alhasil seluruh aspek penguasaan negara yang menjadi amanat Pasal 33 UUD 1945 dapat terlaksana secara nyata,” kata Murdo dalam webinar "Mencari Bentuk Ideal Lembaga Pengganti SKK Migas" yang diselenggarakan FH UII dengan Pusat Studi Hukum Energi (Pushenergi), Sabtu (5/12).
Selain itu, lanjut Murdo, pembentukan lembaga khusus juga bisa dilakukan apabila pemerintah merasa belum bisa mengelola sumber daya migas nasional secara sendirian. Namun pembentukan lembaga khusus ini tentu harus dilandasi kepastian dasar hukum yang kuat serta wewenang yang tidak tumpang tindih.
Murdo juga berharap pemerintah dan DPR segera merevisi UU Migas. Hal ini salah satunya untuk kepastian hukum dan keberlanjutan di sektor hulu migas. “Oleh karena itu untuk penyelesaian permasalahan hulu migas mendesak diperlukan RUU Migas yang mengatur penyelesaian tersebut,” ujar Murdo Guntoro.
Dia juga menuturkan, saat ini persaingan di industri hulu migas dunia semakin meningkat. Hal ini berdampak pada pengurangan produksi migas serta pandemi korona (Covid-19) yang berlangsung cukup lama telah mengurangi andil investasi migas. (Baca juga: Kemenag Harap Madrasah Jadi Ruang Pembudayaan Pembelajaran)
tulis komentar anda