Pengawasan Internal Pemerintah Lemah Jadi Celah Korupsi Bansos
Selasa, 08 Desember 2020 - 12:34 WIB
JAKARTA - Anggota Ombudsman RI Ahmad Alamsyah Saragih mengatakan, kasus dugaan suap bantuan sosial (bansos) Covid-19 yang menjerat Menteri Sosial (Mensos) terjadi karena lemahnya pengawasan internal di pemerintah.
"Posisi Inspektorat Jenderal berada di bawah menteri itu beresiko tinggi. Di negara lain posisinya independen langsung di bawah Presiden. Tapi di Indonesia menteri tidak mau diatur-atur," ujar Alamsyah dalam siaran live Market Review di IDX Channel, Selasa (8/12/2020).
Harusnya, lanjut dia, bila pengawasan internal kuat maka akan bisa meminimalisir celah korupsi. "Godaan korupsi sangat besar bila pakai cara lama dengan penunjukan langsung," tukasnya.
( )
Menurut dia, pemerintahan sering melupakan proses evaluasi dan whistleblower system. Meskipun di awal pandemi langkah pemerintah sudah tepat dengan orientasi pada kecepatan di lapangan namun setidaknya maksimal setelah tiga bulan harus dilakukan evaluasi dan membenahi sistem penyaluran bansos.
"Dalam diskusi-diskusi virtual sejak awal kami ingatkan bansos pangan sebaiknya menggunakan pendekatan digital. Pemerintah sekarang sering melupakan proses, transparansi, dan akuntabilitas. Terlalu yakin dan hanya mengejar hasil. Dalam penerapan seharusnya tidak boleh asal-asalan," sambungnya.
Dalam bantuan sosial sembako pemerintah melakukan pengadaan dan mendistribusikannya sendiri. Model ini memberikan ruang sangat besar bagi vendor untuk bermain. "Ini modusnya sangat sederhana, tinggal lihat transaksi dan rekaman pembicaraan," tambahnya.
( )
Menurut dia, bantuan pangan harusnya menggunakan transfer dengan e-voucher dan bisa ambil di warung atau ritel terdekat sesuai kebutuhan.
"Tinggal ditransfer. Saya lihat sudah digunakan, tapi kenapa skema konvensional ini diteruskan. Kalau pada awal pandemi darurat bisa dimaklumi, tapi jangan dibiarkan terus," tuturnya.
KPK sebelumnya melakukan operasi tangkap tangan dan mengamankan enam orang, yaitu MJS, WG, AIM, HS, SN, dan SJY dan menetapkan lima orang tersangka.
Tiga tersangka yang diduga sebagai penerima suap adalah JPB atau Menteri Sosial Juliari P Batubara, MJS atau Matheus Joko Santoso selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) di Kementerian Sosial, dan AW. Sementara dua orang yang diduga memberikan hadiah adalah AIM atau Ardian dan HS atau Harry Sidabuke. Keduanya adalah pihak swasta.
"Posisi Inspektorat Jenderal berada di bawah menteri itu beresiko tinggi. Di negara lain posisinya independen langsung di bawah Presiden. Tapi di Indonesia menteri tidak mau diatur-atur," ujar Alamsyah dalam siaran live Market Review di IDX Channel, Selasa (8/12/2020).
Harusnya, lanjut dia, bila pengawasan internal kuat maka akan bisa meminimalisir celah korupsi. "Godaan korupsi sangat besar bila pakai cara lama dengan penunjukan langsung," tukasnya.
( )
Menurut dia, pemerintahan sering melupakan proses evaluasi dan whistleblower system. Meskipun di awal pandemi langkah pemerintah sudah tepat dengan orientasi pada kecepatan di lapangan namun setidaknya maksimal setelah tiga bulan harus dilakukan evaluasi dan membenahi sistem penyaluran bansos.
"Dalam diskusi-diskusi virtual sejak awal kami ingatkan bansos pangan sebaiknya menggunakan pendekatan digital. Pemerintah sekarang sering melupakan proses, transparansi, dan akuntabilitas. Terlalu yakin dan hanya mengejar hasil. Dalam penerapan seharusnya tidak boleh asal-asalan," sambungnya.
Dalam bantuan sosial sembako pemerintah melakukan pengadaan dan mendistribusikannya sendiri. Model ini memberikan ruang sangat besar bagi vendor untuk bermain. "Ini modusnya sangat sederhana, tinggal lihat transaksi dan rekaman pembicaraan," tambahnya.
( )
Menurut dia, bantuan pangan harusnya menggunakan transfer dengan e-voucher dan bisa ambil di warung atau ritel terdekat sesuai kebutuhan.
"Tinggal ditransfer. Saya lihat sudah digunakan, tapi kenapa skema konvensional ini diteruskan. Kalau pada awal pandemi darurat bisa dimaklumi, tapi jangan dibiarkan terus," tuturnya.
KPK sebelumnya melakukan operasi tangkap tangan dan mengamankan enam orang, yaitu MJS, WG, AIM, HS, SN, dan SJY dan menetapkan lima orang tersangka.
Tiga tersangka yang diduga sebagai penerima suap adalah JPB atau Menteri Sosial Juliari P Batubara, MJS atau Matheus Joko Santoso selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) di Kementerian Sosial, dan AW. Sementara dua orang yang diduga memberikan hadiah adalah AIM atau Ardian dan HS atau Harry Sidabuke. Keduanya adalah pihak swasta.
(ind)
tulis komentar anda