BPJS Watch Sebut Perpres 64 Tahun 2020 Memberatkan Masyarakat
Selasa, 12 Mei 2020 - 23:25 WIB
JAKARTA - Pemerintah resmi mengubah iuran BPJS Kesehatan untuk peserta mandiri yakni pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP) melalui Peraturan Presiden nomor 64 tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Meski terdapat perubahan iuran, Koordinator BPJS Watch Timboel Siregar menilai aturan ini masih memberatkan masyarakat. Pasalnya iuran peserta mandiri kelas I dan II dianggap tidak jauh berbeda dengan aturan sebelumnya.
Timboel menyimpulkan ada dua kesalahan pemerintah dalam Perpres ini. Pertama, pemerintah melanggar ketentuan UU SJSN yang menyatakan pemerintah membayar iuran JKN rakyat miskin, tetapi di Perpres 64 ini kelas 3 mandiri yaitu PBPU dan BP disubsidi Rp16.500 oleh pemerintah sejak 1 Juli 2020. Bahwa ada peserta PBPU dan BP yang mampu tapi iurannya disubsidi pemerintah.
Kedua, lanjut dia, pemerintah dinilai tidak memiliki kepekaan sosial terhadap rakyat peserta mandiri. Di tengah pandemi dan resesi ekonomi saat ini, Putusan MA hanya berlaku 3 bulan yaitu April, Mei dan Juni 2020, setalah itu peserta kelas 1 naik lagi jadi Rp150.000 per orang per bulan dan kelas 2 menjadi Rp100.000, sementara kelas 3 disubsidi Rp16.500. Untuk tahun 2021 peserta kelas 3 iurannya naik jadi Rp35.000 sehingga subsidi pemerintah menjadi Rp7.000.
"Peserta mandiri adalah kelompok masyakarat pekerja informal yang sangat terdampak ekonominya oleh Covid-19 tetapi pemerintah dengan sepihak menaikkan lagi iuran kelas 1 dan 2 yang tidak berbeda jauh dengan iuran sebelumnya yang mengacu pada Perpres 75," ungkap Timboel dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa (12/5/2020).
Ada hal lain yang memberatkan peserta, salah satunya adalah denda yang naik menjadi 5% di 2021, yang awalnya berada di angka 2,5%.
"Pemerintah sudah kehabisan akan dan nalar sehingga dengan seenaknya menaikkan iuran tanpa mempertimbangkan kemampuan ekonomi masyarakat. Padahal di pasal 38 di Pepres ini menyatakan kenaikan iuran harus mempertimbangkan kemampuan masyarakat," pungkasnya.
Meski terdapat perubahan iuran, Koordinator BPJS Watch Timboel Siregar menilai aturan ini masih memberatkan masyarakat. Pasalnya iuran peserta mandiri kelas I dan II dianggap tidak jauh berbeda dengan aturan sebelumnya.
Timboel menyimpulkan ada dua kesalahan pemerintah dalam Perpres ini. Pertama, pemerintah melanggar ketentuan UU SJSN yang menyatakan pemerintah membayar iuran JKN rakyat miskin, tetapi di Perpres 64 ini kelas 3 mandiri yaitu PBPU dan BP disubsidi Rp16.500 oleh pemerintah sejak 1 Juli 2020. Bahwa ada peserta PBPU dan BP yang mampu tapi iurannya disubsidi pemerintah.
Kedua, lanjut dia, pemerintah dinilai tidak memiliki kepekaan sosial terhadap rakyat peserta mandiri. Di tengah pandemi dan resesi ekonomi saat ini, Putusan MA hanya berlaku 3 bulan yaitu April, Mei dan Juni 2020, setalah itu peserta kelas 1 naik lagi jadi Rp150.000 per orang per bulan dan kelas 2 menjadi Rp100.000, sementara kelas 3 disubsidi Rp16.500. Untuk tahun 2021 peserta kelas 3 iurannya naik jadi Rp35.000 sehingga subsidi pemerintah menjadi Rp7.000.
"Peserta mandiri adalah kelompok masyakarat pekerja informal yang sangat terdampak ekonominya oleh Covid-19 tetapi pemerintah dengan sepihak menaikkan lagi iuran kelas 1 dan 2 yang tidak berbeda jauh dengan iuran sebelumnya yang mengacu pada Perpres 75," ungkap Timboel dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa (12/5/2020).
Ada hal lain yang memberatkan peserta, salah satunya adalah denda yang naik menjadi 5% di 2021, yang awalnya berada di angka 2,5%.
"Pemerintah sudah kehabisan akan dan nalar sehingga dengan seenaknya menaikkan iuran tanpa mempertimbangkan kemampuan ekonomi masyarakat. Padahal di pasal 38 di Pepres ini menyatakan kenaikan iuran harus mempertimbangkan kemampuan masyarakat," pungkasnya.
(bon)
Lihat Juga :
tulis komentar anda