BPJS Watch Beberkan Alasan Iuran BPJS Kesehatan Tak Pantas Naik
Rabu, 13 Mei 2020 - 13:13 WIB
Kemudian, ia memaparkan terkait Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan (RKAT) BPJS kesehatan di 2020. Pos Penerimaan ditargetkan Rp137 triliun, karena adanya putusan MA maka direvisi sehingga jadi Rp132 triliun.
Pemerintah sudah menambahkan Rp3 triliun (bagian dari Rp75 Triliun yang dialokasikan APBN utk Covid-19). Penerimaan kemudian menjadi Rp135 triliun. Dana ini masih ditambah pendapatan dari pajak rokok yang bisa mencapai Rp5 triliun lebih jika Pemda membayar pajak rokok ke BPJS Kesehatan sesuai Pasal 99 dan 100 Perpres No 82 tahun 2018.
"Sekarang kita analisa beban biaya. Tahun lalu beban biaya Rp108 triliun. Kalau pun naik 10% di 2020 maka beban biaya jadi Rp118,8 triliun. Ditambah utang BPJS ke RS RS di 2019 yaitu Rp15 triliun. Jadi total 133,3 triliun. Ini ditambah biaya operasional BPJS Kesehatan sekitar Rp5 triliun. Dari analisa biaya ini saja seharusnya BPJS bisa surplus di 2020 sebesar Rp1,7 triliun," ungkap Timboel.
Ia mengatakan surplus pun bisa lebih besar bila BPJS mau serius mengawasi fraud di RS, dan mengawasi puskesmas dan klinik yang suka merujuk pasien ke RS sehingga biaya muncul di RS.
Belum lagi kalau BPJS mampu menagih utang iuran dari peserta yang satu bulan nilainya Rp3,4 triliun. Bila pemerintah menerapkan Perpres 86 tahun 2013 tentang sanksi tidak dapat layanan publik, maka utang iuran bisa didapat lebih besar sehingga menjadi pendapatan riil BPJS Kesehatan. Belum lagi kalau Menteri Keuangan bersikap tegas ke Pemda yang tidak mau menyetorkan pajak rokoknya ke BPJS Kesehatan. "Saya kira kalau itu dijalankan tahun ini, DJS JKN bisa surplus dan tidak harus dinaikkan iurannya," tegas Timboel.
Pemerintah sudah menambahkan Rp3 triliun (bagian dari Rp75 Triliun yang dialokasikan APBN utk Covid-19). Penerimaan kemudian menjadi Rp135 triliun. Dana ini masih ditambah pendapatan dari pajak rokok yang bisa mencapai Rp5 triliun lebih jika Pemda membayar pajak rokok ke BPJS Kesehatan sesuai Pasal 99 dan 100 Perpres No 82 tahun 2018.
"Sekarang kita analisa beban biaya. Tahun lalu beban biaya Rp108 triliun. Kalau pun naik 10% di 2020 maka beban biaya jadi Rp118,8 triliun. Ditambah utang BPJS ke RS RS di 2019 yaitu Rp15 triliun. Jadi total 133,3 triliun. Ini ditambah biaya operasional BPJS Kesehatan sekitar Rp5 triliun. Dari analisa biaya ini saja seharusnya BPJS bisa surplus di 2020 sebesar Rp1,7 triliun," ungkap Timboel.
Ia mengatakan surplus pun bisa lebih besar bila BPJS mau serius mengawasi fraud di RS, dan mengawasi puskesmas dan klinik yang suka merujuk pasien ke RS sehingga biaya muncul di RS.
Belum lagi kalau BPJS mampu menagih utang iuran dari peserta yang satu bulan nilainya Rp3,4 triliun. Bila pemerintah menerapkan Perpres 86 tahun 2013 tentang sanksi tidak dapat layanan publik, maka utang iuran bisa didapat lebih besar sehingga menjadi pendapatan riil BPJS Kesehatan. Belum lagi kalau Menteri Keuangan bersikap tegas ke Pemda yang tidak mau menyetorkan pajak rokoknya ke BPJS Kesehatan. "Saya kira kalau itu dijalankan tahun ini, DJS JKN bisa surplus dan tidak harus dinaikkan iurannya," tegas Timboel.
(fai)
tulis komentar anda