UU Minerba Akan Digugat ke MK, Berikut Poin-poin Pasal Bermasalah
Rabu, 13 Mei 2020 - 19:33 WIB
JAKARTA - Publish What You Pay (PWYP) mengungkapkan sejumlah poin-poin pasal yang bermasalah pada Revisi UU Minerba yang baru saja disahkan oleh DPR bersama pemerintah melalui Sidang Paripurna Selasa (12/5) kemarin. Manager Advokasi PWYP Ariyanto Nugroho membeberkan, sejumlah masalah di UU Minerba yang barus saja disahkan dan mulai berlaku hari ini.
Pihaknya mengatakan bahwa persoalan yang ada di dalam UU Minerba pertama terkait pemberian karpet merah bagi pemegang PKP2B utamanya pasal 169. Jadi terang dia, pemegang PKP2B dan Kontrak Karya bisa mendapatkan perpanjangan melalui perubahan menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus atau IUPK tanpa melaui proses lelang dengan luas wilayah bisa lebih dari 15.000 hektar melebihi undang-undang sebelumnya.
"Selain itu pemegang IUPK bisa meminta luas wilayah produksinya dengan persetujuan menteri," kata dia dalam konferensi pers virtual bertajuk Bersihkan Indonesia Menyikapi Pengesahan RUU Minerba, di Jakarta, Rabu (13/3/2020).
Tak sampai disitu, poin bermasalah lainnya yakni terkait masalah perizinan, yang dulunya izin di tingkat provinsi tapi dengan aturan. Sekarang aturan tersebut dicabut kemudian diserahkan seluruhnya ke pemerintah pusat.
"Ini akan menajdi polemik dan dampaknya akan luar biasa. Kita tahu dari 2016 saja transisi dari kabupaten ke provinsi belum selesai sekarang harus ditransisikan lagi. Nah ini saya pikir akan menjadi polemik baru yang berkepanjangan," paparnya.
Adapun poin selanjutnya terkait wilayah hukum pertambangan. Melalui aturan perundang-undangan yang baru tersebut saat ini wilayah hukum pertambangan mengatur izin wilayah di laut. "Ini menjadi persoalan menarik karena bagaimana kita memastikan reklamasi pasca tambang di laut," kata dia.
Kemudian poin berikutnya terkait lubang tambang. Ariyanto mengungkapkan bahwa pada pasal 99 hingga 100 di UU Minerba sekarang lubang tambang akhir ditutup berdasarkan persentase.
"Jadi kalau aturan lalu itu lubang tambang harus ditutup keseluruhan, tapi kalau aturan sekarang itu hanya sesuai persentase tertentu dianggap selesai apabila penutupannya sudah memenuhi beberapa persen saja," jelasnya.
Sementara poin selanjutnya terkait hilirisasi. Pada poin ini cukup menarik karena kewajiban pelaksanaan peningkatan nilai tambah itu hanya di mineral sedangkan batu bara tidak diwajibkan. Sesuai pasal 02 kalau aturan lama penambang mineral maupun batu bara wajib melakukan hilirisasi tapi melalui perundang-undangan yang baru ini pengusaha batu bara dimungkinkan tidak diwajibkan untuk meningkatkan nilai tambah.
Selanjutnya poin penting lainnya yaitu pasal terkait izin usaha pertambangan. "Melalui undang-undang baru ini IUP bisa dipindahtangankan melalui persetujuan menteri. Ini membuka peluang potensi korupsi karena izin bisa dipindahtangankan hanya dengan sepengetahuan menteri. Itu menjadi beberapa poin yang menjadi masalah di UU Minerba saat ini," ungkapnya.
Pihaknya mengatakan bahwa persoalan yang ada di dalam UU Minerba pertama terkait pemberian karpet merah bagi pemegang PKP2B utamanya pasal 169. Jadi terang dia, pemegang PKP2B dan Kontrak Karya bisa mendapatkan perpanjangan melalui perubahan menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus atau IUPK tanpa melaui proses lelang dengan luas wilayah bisa lebih dari 15.000 hektar melebihi undang-undang sebelumnya.
"Selain itu pemegang IUPK bisa meminta luas wilayah produksinya dengan persetujuan menteri," kata dia dalam konferensi pers virtual bertajuk Bersihkan Indonesia Menyikapi Pengesahan RUU Minerba, di Jakarta, Rabu (13/3/2020).
Tak sampai disitu, poin bermasalah lainnya yakni terkait masalah perizinan, yang dulunya izin di tingkat provinsi tapi dengan aturan. Sekarang aturan tersebut dicabut kemudian diserahkan seluruhnya ke pemerintah pusat.
"Ini akan menajdi polemik dan dampaknya akan luar biasa. Kita tahu dari 2016 saja transisi dari kabupaten ke provinsi belum selesai sekarang harus ditransisikan lagi. Nah ini saya pikir akan menjadi polemik baru yang berkepanjangan," paparnya.
Adapun poin selanjutnya terkait wilayah hukum pertambangan. Melalui aturan perundang-undangan yang baru tersebut saat ini wilayah hukum pertambangan mengatur izin wilayah di laut. "Ini menjadi persoalan menarik karena bagaimana kita memastikan reklamasi pasca tambang di laut," kata dia.
Kemudian poin berikutnya terkait lubang tambang. Ariyanto mengungkapkan bahwa pada pasal 99 hingga 100 di UU Minerba sekarang lubang tambang akhir ditutup berdasarkan persentase.
"Jadi kalau aturan lalu itu lubang tambang harus ditutup keseluruhan, tapi kalau aturan sekarang itu hanya sesuai persentase tertentu dianggap selesai apabila penutupannya sudah memenuhi beberapa persen saja," jelasnya.
Sementara poin selanjutnya terkait hilirisasi. Pada poin ini cukup menarik karena kewajiban pelaksanaan peningkatan nilai tambah itu hanya di mineral sedangkan batu bara tidak diwajibkan. Sesuai pasal 02 kalau aturan lama penambang mineral maupun batu bara wajib melakukan hilirisasi tapi melalui perundang-undangan yang baru ini pengusaha batu bara dimungkinkan tidak diwajibkan untuk meningkatkan nilai tambah.
Selanjutnya poin penting lainnya yaitu pasal terkait izin usaha pertambangan. "Melalui undang-undang baru ini IUP bisa dipindahtangankan melalui persetujuan menteri. Ini membuka peluang potensi korupsi karena izin bisa dipindahtangankan hanya dengan sepengetahuan menteri. Itu menjadi beberapa poin yang menjadi masalah di UU Minerba saat ini," ungkapnya.
(akr)
Lihat Juga :
tulis komentar anda