10 Usulan buat Bank Syariah Indonesia demi Kemaslahatan Umat
Senin, 28 Desember 2020 - 11:16 WIB
JAKARTA - Setidaknya ada sepuluh usulan yang harus dilakukan PT Bank Syariah Indonesia (BSI) pasca-efektif beroperasi pada 1 Februari 2021 nanti. Kesepuluh saran itu diberikan agar entitas hasil merger tiga bank syariah milik Himbara ini bisa segera bergerak secara tepat demi mewujudkan visi, misi, dan membawa kemaslahatan bagi umat.
Peneliti Ekonomi Syariah dari INDEF Fauziah Rizki Yuniarti menyatakan, langkah pertama yang harus dilakukan adalah memilih pemimpin atau Chief Executive Officer (CEO) yang tepat. Figur yang tepat dibutuhkan untuk mengawal proses pasca-merger yang krusial.
“Kedua, melakukan transformasi dan investasi yang masif di IT infrastructure untuk bisa transformasi (digitalisasi) model bisnis dan layanan sehingga bisa dengan serius masuk ke digital banking , tidak tertinggal dengan bank-bank lain,” ujar Fauziah dalam keterangannya, Senin (28/12/2020). ( Baca juga:Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diramal Melonjak Sebesar 6% di Tahun Depan )
Ketiga, Bank Syariah Indonesia diminta fokus pada tujuan awal pendirian untuk meningkatkan daya saing dan market share keuangan syariah. Selanjutnya, bank ini harus bisa mengembangkan produk syariah--termasuk manajemen risiko--atas produk berakad mudharabah/musharakah sehingga porsi pembiayaan lebih merata dan tidak didominasi pembiayaan murabahah.
Kelima, Fauziah menyarankan entitas baru ini mengembangkan produk pembiayaan ke UMKM yang lebih tepat, sehingga mampu meningkatkan porsi pembiayaan untuk segmen ini. Pengembangan diharapkan membuat Bank Syariah Indonesia tidak sekedar berupaya memenuhi persyaratan minimal alokasi pembiayaan 20% untuk UMKM seperti telah diatur Bank Indonesia.
“Bank ini juga harus bisa menyusun materi pemasaran yang baru, yakni tidak fokus menjual agama, tapi lebih menonjolkan nilai-nilai universal sehingga bisa diterima oleh masyakarat yang lebih luas, seperti nilai ESG (environment/lingkungan, social, and governance/tata kelola), nilai keadilan, nilai etika, nilai moral, dan nilai berkelanjutan (sustainability),” tuturnya.
Ketujuh, Bank Syariah Indonesia diminta bisa mengembangkan bisnis model baru yang mampu memaksimalkan pemanfaatan dana sosial Islam (ZISWAF) yang memiliki potensi besar. Kedelapan, bank ini disarankan mampu bersinergi dalam menggabungkan berbagai competitive advantage yang dimiliki bank-bank anggota merger, yakni PT Bank Syariah Mandiri di sektor korporasi, PT Bank BNI Syariah pada sektor ritel, dan PT Bank BRIsyariah Tbk di sektor UMKM.
Kesembilan, penambahan modal harus segera dilakukan agar Bank Syariah Indonesia bisa lekas menjadi bagian bank umum kelompok usaha (BUKU) IV dan memperluas kesempatan mendapat dana murah. Terakhir, bank ini disarankan menyusun strategi yang tepat dalam penyaluran pembiayaan ke sektor riil, khususnya selama dan pasca-pandemi.
“Pengaturan portfolio pembiayaan yang tepat penting agar tingkat NPF (kredit macet) bisa terjaga di batas aman regulator (5%) dan profitabilitas meningkat,” ujarnya.
Menurut Fauziah, saat ini komposisi direksi Bank Syariah Indonesia yang sudah ditetapkan dalam RUPSLB BRI Syariah masuk taraf wajar. Jumlah direksi yang mencapai 10 posisi disebutnya sesuai kebutuhan perusahaan. ( Baca juga:Mohamed Salah Bisa Saja Tinggalkan Liverpool, Ini Alasannya )
Bank Syariah Indonesia diperkirakan memiliki total aset hingga Rp227,91 triliun saat efektif beroperasi nanti. Jumlah modal bank ini juga terhitung besar mencapai Rp21 triliun dengan portofolio pembiayaan Rp151,8 triliun dan penghimpunan dana Rp199,57 triliun berdasarkan data tiga bank anggota merger per September 2020.
“Berdasarkan data-data tersebut, maka dapat dilihat bahwa Bank Syariah Indonesia memiliki kondisi kesehatan keuangan sangat bagus untuk memulai perjalanan besar, memulai sejarah perbankan syariah baru yang bisa tumbuh dengan pesat. BSI memiliki amunisi yang kuat (secara keuangan) untuk menghadapi segala tantangannya nanti pasca-merger yang pastinya tidak mudah,” ujarnya.
Peneliti Ekonomi Syariah dari INDEF Fauziah Rizki Yuniarti menyatakan, langkah pertama yang harus dilakukan adalah memilih pemimpin atau Chief Executive Officer (CEO) yang tepat. Figur yang tepat dibutuhkan untuk mengawal proses pasca-merger yang krusial.
“Kedua, melakukan transformasi dan investasi yang masif di IT infrastructure untuk bisa transformasi (digitalisasi) model bisnis dan layanan sehingga bisa dengan serius masuk ke digital banking , tidak tertinggal dengan bank-bank lain,” ujar Fauziah dalam keterangannya, Senin (28/12/2020). ( Baca juga:Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diramal Melonjak Sebesar 6% di Tahun Depan )
Ketiga, Bank Syariah Indonesia diminta fokus pada tujuan awal pendirian untuk meningkatkan daya saing dan market share keuangan syariah. Selanjutnya, bank ini harus bisa mengembangkan produk syariah--termasuk manajemen risiko--atas produk berakad mudharabah/musharakah sehingga porsi pembiayaan lebih merata dan tidak didominasi pembiayaan murabahah.
Kelima, Fauziah menyarankan entitas baru ini mengembangkan produk pembiayaan ke UMKM yang lebih tepat, sehingga mampu meningkatkan porsi pembiayaan untuk segmen ini. Pengembangan diharapkan membuat Bank Syariah Indonesia tidak sekedar berupaya memenuhi persyaratan minimal alokasi pembiayaan 20% untuk UMKM seperti telah diatur Bank Indonesia.
“Bank ini juga harus bisa menyusun materi pemasaran yang baru, yakni tidak fokus menjual agama, tapi lebih menonjolkan nilai-nilai universal sehingga bisa diterima oleh masyakarat yang lebih luas, seperti nilai ESG (environment/lingkungan, social, and governance/tata kelola), nilai keadilan, nilai etika, nilai moral, dan nilai berkelanjutan (sustainability),” tuturnya.
Ketujuh, Bank Syariah Indonesia diminta bisa mengembangkan bisnis model baru yang mampu memaksimalkan pemanfaatan dana sosial Islam (ZISWAF) yang memiliki potensi besar. Kedelapan, bank ini disarankan mampu bersinergi dalam menggabungkan berbagai competitive advantage yang dimiliki bank-bank anggota merger, yakni PT Bank Syariah Mandiri di sektor korporasi, PT Bank BNI Syariah pada sektor ritel, dan PT Bank BRIsyariah Tbk di sektor UMKM.
Kesembilan, penambahan modal harus segera dilakukan agar Bank Syariah Indonesia bisa lekas menjadi bagian bank umum kelompok usaha (BUKU) IV dan memperluas kesempatan mendapat dana murah. Terakhir, bank ini disarankan menyusun strategi yang tepat dalam penyaluran pembiayaan ke sektor riil, khususnya selama dan pasca-pandemi.
“Pengaturan portfolio pembiayaan yang tepat penting agar tingkat NPF (kredit macet) bisa terjaga di batas aman regulator (5%) dan profitabilitas meningkat,” ujarnya.
Menurut Fauziah, saat ini komposisi direksi Bank Syariah Indonesia yang sudah ditetapkan dalam RUPSLB BRI Syariah masuk taraf wajar. Jumlah direksi yang mencapai 10 posisi disebutnya sesuai kebutuhan perusahaan. ( Baca juga:Mohamed Salah Bisa Saja Tinggalkan Liverpool, Ini Alasannya )
Bank Syariah Indonesia diperkirakan memiliki total aset hingga Rp227,91 triliun saat efektif beroperasi nanti. Jumlah modal bank ini juga terhitung besar mencapai Rp21 triliun dengan portofolio pembiayaan Rp151,8 triliun dan penghimpunan dana Rp199,57 triliun berdasarkan data tiga bank anggota merger per September 2020.
“Berdasarkan data-data tersebut, maka dapat dilihat bahwa Bank Syariah Indonesia memiliki kondisi kesehatan keuangan sangat bagus untuk memulai perjalanan besar, memulai sejarah perbankan syariah baru yang bisa tumbuh dengan pesat. BSI memiliki amunisi yang kuat (secara keuangan) untuk menghadapi segala tantangannya nanti pasca-merger yang pastinya tidak mudah,” ujarnya.
(uka)
Lihat Juga :
tulis komentar anda