Perhatian! PSBB Ketat Percuma Tanpa Tindakan Tegas

Kamis, 07 Januari 2021 - 13:30 WIB
FOTO/Ilustrasi/SINDOnews
JAKARTA - PSBB ketat yang baru saja diumumkan pemerintah menuai tanggapan beragam dari sejumlah kalangan. Berbagai apresiasi dilontarkan guna menjaga keseimbangan ekonomi dan kesehatan masyarakat. Namun yang perlu ditekankan ialah perlunya tindakan tegas di lapangan karena masih ditemukan banyaknya masyarakat yang melanggar aturan tidak menjalankan protokol kesehatan dengan benar.

"Perlu penegakan aturan di lapangan untuk menjalankan protokol kesehatan. Saya sering melihat masih banyak di luar jam kerja berkerumun dan membuka masker untuk merokok, makan atau sekedar ngobrol utamanya di sektor konstruksi yang diperbolehkan beroperasi 100%," ujar Praktisi Hukum Hendra Setiawan Boen, di Jakarta, Kamis (7/1/2020).

Hendra juga menyarankan agar tempat ibadah kembali diperketat karena wabah Covid-19 di Korea Selatan justru awalnya karena klaster rumah ibadah. Pihaknya juga mempertanyakan pengakan aturan Working From Home (WFH) dengan kapasitas 75% untuk perkantoran karena dari sistem pengaduan warga Jakarta milik Pemprov DKI Jakarta masih ditemukan laporan-laporan terhadap pelaku usaha nakal yang tidak membatasi jumlah pekerja datang ke kantor.

Menurut Hendra, kebijakan yang tepat adalah kantor yang boleh beroperasi ditentukan dari skala prioritas atau kategori tertentu untuk menunjang kebutuhan dasar selama berlakunya pembatasan aktivitas. Contohmya, yang boleh buka dengan kapasitas 25% adalah perbankan, kantor pemerintah, BUMN, logistik, dan bahan pangan sedangkan sisanya 100% WFH.





Hendra juga meminta agar pemerintah meningkatkan koordinasi antar kementerian dan lebih berhati-hati saat membuat kebijakan publik sehingga tidak membingungkan masyarakat. Di mana logikanya pada saat pandemi masih meningkat tajam tapi Menteri Pendidikan Menteri Nadiem Makarim malah memperbolehkan sekolah tatap muka dengan mengabaikan fakta di Indonesia sudah cukup banyak klaster pendidikan baik tingkat sekolah maupun pendidikan tinggi. "Nadiem tidak bisa lepas tangan dan tanggung jawab dengan berlindung di balik alasan boleh dibuka selama ada izin pemda, orang tua, lembaga pendidikan dan protokol kesehatan," tutur Hendra.

Menurut Hendra, kebijakan Nadiem Makarim tersebut tidak sensitif terhadap morat-maritnya sektor kesehatan publik dan seolah-olah menjadikan kesehatan anak-anak Indonesia sebagai bahan uji coba sehingga lebih bijak apabila dibatalkan. Pasti ada tekanan terhadap anak-anak yang belajar di rumah, tapi setidaknya mereka sehat dan tidak terpapar Covid-19.

Lebih dari itu, Hendra menegaskan kunci sukses dari kebijakan pemerintah menghadapi Covid-19 adalah berapa banyak penurunan jumlah pasien Covid-19 dan selama beberapa kali PSBB gagal karena angkanya justru meroket tajam. Mungkin sudah saatnya pemerintah mengambil kebijakan karantina wilayah atau lockdown sambil meningkatkan kapasitas testing dan tracing dan disediakan stimulus hingga perlindungan sosial yang memadai.

"Kebijakan lockdown terbukti mujarab di negara lain seperti kota Wuhan, Singapura atau Australia misalnya. Kalau di sana berhasil, kenapa pemerintah Indonesia harus takut dan ragu melakukan karantina wilayah yang diatur oleh peraturan perundang-undangan sebagai salah satu mekanisme penanganan wabah penyakit," lanjut Hendra lagi.
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More