Mau Pandemi atau Tidak, Ratusan Triliun Parkir di Bank Daerah
Rabu, 13 Januari 2021 - 23:27 WIB
JAKARTA - Ekonom Indef Bhima Yudhistira mempertanyakan, komitmen pemerintah daerah (Pemda) dalam mengatasi pandemi covid-19. Sebab, realisasi penyerapan anggaran daerah masih sangat rendah.
"Mau ada pandemi atau tidak, penganggaran di pemerintah daerah tidak mengalami perubahan, padahal dalam bencana nasional," ujarnya dalam Market Review IDX Channel, Rabu (13/1/2021).
Ia mengungkapkan, bahwa masalah ini terus berulang setiap tahunnya. Ia menyampaikan, pada 2019 dana yang terparkir di bank daerah itu dikisaran Rp220 triliun - Rp230 triliun.
"Jadi sebenarnya tidak ada perubahan, padahal di awal pandemi itu sudah keluar regulasi dari kementerian keuangan bahwa pemerintah daerah wajib melakukan relokasi anggaran sebesar 35 persen khususnya untuk menangani pandemi covid-19. Tapi justru malah terparkir di bank daerah," jelasnya.
Ia menyampaikan, rendahnya serapan ini dilatarbelakangi beberapa faktor. Pertama, banyak kepala daerah yang lebih mengutamakan kepentingan politiknya karena adanya Pilkada, sehingga menomor duakan serapan anggaran.
Baca juga: Saham BRI Cetak Rekor Tertinggi Sepanjang Sejarah, Kapitalisasi Tembus Rp590,83 T
Kedua, takut terkena tindak pidana korupsi sehingga sangat hati-hati sekali yang kemudian berdampak pada lambatnya pencairan anggaran. Kemudian, adanya alasan work from home (WFH) membuat kinerja para pegawai negeri tidak maksimal.
Terakhir, ada pemerintah daerah yang tidak tegas pada pihak swasta yang memenangkan tender konstruksi. "Padahal sektor konstruksi menjadi sektor yang dikecualikan selama pandemi. sehingga membuat rendahnya serapan anggaran," terangnya.
"Mau ada pandemi atau tidak, penganggaran di pemerintah daerah tidak mengalami perubahan, padahal dalam bencana nasional," ujarnya dalam Market Review IDX Channel, Rabu (13/1/2021).
Baca Juga
Ia mengungkapkan, bahwa masalah ini terus berulang setiap tahunnya. Ia menyampaikan, pada 2019 dana yang terparkir di bank daerah itu dikisaran Rp220 triliun - Rp230 triliun.
"Jadi sebenarnya tidak ada perubahan, padahal di awal pandemi itu sudah keluar regulasi dari kementerian keuangan bahwa pemerintah daerah wajib melakukan relokasi anggaran sebesar 35 persen khususnya untuk menangani pandemi covid-19. Tapi justru malah terparkir di bank daerah," jelasnya.
Ia menyampaikan, rendahnya serapan ini dilatarbelakangi beberapa faktor. Pertama, banyak kepala daerah yang lebih mengutamakan kepentingan politiknya karena adanya Pilkada, sehingga menomor duakan serapan anggaran.
Baca juga: Saham BRI Cetak Rekor Tertinggi Sepanjang Sejarah, Kapitalisasi Tembus Rp590,83 T
Kedua, takut terkena tindak pidana korupsi sehingga sangat hati-hati sekali yang kemudian berdampak pada lambatnya pencairan anggaran. Kemudian, adanya alasan work from home (WFH) membuat kinerja para pegawai negeri tidak maksimal.
Terakhir, ada pemerintah daerah yang tidak tegas pada pihak swasta yang memenangkan tender konstruksi. "Padahal sektor konstruksi menjadi sektor yang dikecualikan selama pandemi. sehingga membuat rendahnya serapan anggaran," terangnya.
(akr)
Lihat Juga :
tulis komentar anda