Niat Beli Saham Pakai Utang? Simak Dulu Risikonya...
Senin, 18 Januari 2021 - 19:37 WIB
Namun, jika terjadi hal sebaliknya yang terjadi, maka berhati-hatilah. "Saat nilai kekayaan bersih Anda minus, maka hal itu menunjukkan bahwa Anda tidak memiliki aset yang cukup untuk membayar utang," tandasnya.
Padahal, menurut Akbar, investasi saham sejatinya bisa dimulai dengan dana yang minim. Metode cost averaging atau pembelian secara berkala bisa sangat membantu para investor yang memiliki modal minim.
"Anggap saja, Anda membeli saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebanyak 1 lot di harga Rp33 ribu per saham, lalu di bulan selanjutnya Anda kembali melakukan pembelian dalam jumlah lot yang sama namun harganya sudah naik jadi Rp34 ribu per saham. Anda pun akan mendapat rata-rata dari pembelian yang dilakukan setiap bulan," jelasnya.
Dengan metode dollar cost averaging, tegas dia, investor bisa melakukan pembelian saham sesuai dengan kondisi keuangan. Investor pun tidak perlu berutang untuk membeli saham.
Akbar pun mengingatkan tujuan dalam membeli saham, apakah untuk berinvestasi jangka panjang atau hanya sebatas trading untuk menambah tambahan kas masuk?
Risiko dari trading, jelas dia, tentunya lebih besar ketimbang investasi. Karena, volatilitas harga saham bergantung pada transaksi investor di pasar modal. Rekomendasi saham yang diberikan pihak sekuritas juga tidak bisa menjamin naik atau turunnya harga sebuah saham.
"Bayangkan saja, seorang menggunakan utang untuk modal trading dan harus melakukan cut loss (jual rugi) saham yang dibeli guna meminimalisir kerugian. Maka selain ada penyusutan dalam nilai aset, dia juga memiliki beban untuk membayar utang," katanya.
Terkait margin trading atau fasilitas yang disediakan untuk nasabah atau investor yang ingin membeli saham dalam jumlah yang lebih besar dari yang seharusnya bisa mereka dapat, Akbar juga menyarankan investor untuk berhati-hati, khususnya para investor pemula.
"Meski berutang bisa memudahkan Anda untuk menambah modal investasi atau trading, namun hal itu memunculkan risiko yang besar juga. Maka alangkah baiknya bagi pemula untuk tidak melakukan hal ini," katanya.
Padahal, menurut Akbar, investasi saham sejatinya bisa dimulai dengan dana yang minim. Metode cost averaging atau pembelian secara berkala bisa sangat membantu para investor yang memiliki modal minim.
"Anggap saja, Anda membeli saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebanyak 1 lot di harga Rp33 ribu per saham, lalu di bulan selanjutnya Anda kembali melakukan pembelian dalam jumlah lot yang sama namun harganya sudah naik jadi Rp34 ribu per saham. Anda pun akan mendapat rata-rata dari pembelian yang dilakukan setiap bulan," jelasnya.
Dengan metode dollar cost averaging, tegas dia, investor bisa melakukan pembelian saham sesuai dengan kondisi keuangan. Investor pun tidak perlu berutang untuk membeli saham.
Akbar pun mengingatkan tujuan dalam membeli saham, apakah untuk berinvestasi jangka panjang atau hanya sebatas trading untuk menambah tambahan kas masuk?
Risiko dari trading, jelas dia, tentunya lebih besar ketimbang investasi. Karena, volatilitas harga saham bergantung pada transaksi investor di pasar modal. Rekomendasi saham yang diberikan pihak sekuritas juga tidak bisa menjamin naik atau turunnya harga sebuah saham.
"Bayangkan saja, seorang menggunakan utang untuk modal trading dan harus melakukan cut loss (jual rugi) saham yang dibeli guna meminimalisir kerugian. Maka selain ada penyusutan dalam nilai aset, dia juga memiliki beban untuk membayar utang," katanya.
Terkait margin trading atau fasilitas yang disediakan untuk nasabah atau investor yang ingin membeli saham dalam jumlah yang lebih besar dari yang seharusnya bisa mereka dapat, Akbar juga menyarankan investor untuk berhati-hati, khususnya para investor pemula.
"Meski berutang bisa memudahkan Anda untuk menambah modal investasi atau trading, namun hal itu memunculkan risiko yang besar juga. Maka alangkah baiknya bagi pemula untuk tidak melakukan hal ini," katanya.
tulis komentar anda