Dana Sawit untuk Subsidi Biodiesel Disebut Tak Berikan Manfaat Besar

Kamis, 28 Januari 2021 - 22:43 WIB
Penggunaan dana perkebunan sawit dinilai belum memberikan kesejahteraan bagi petani sawit dan berdasarkan hasil analisis input output, penggunaan dana sawit untuk subsidi biodiesel tidak memberikan nilai manfaat besar. Foto/Dok
JAKARTA - Penggunaan dana perkebunan sawit dinilai belum memberikan kesejahteraan bagi petani sawit. Program Officer Center Tata Kelola Sawit Madani Berkelanjutan, Trias Fetra mengatakan, dari Rp11 triliun dana sawit, sekitar 80% digunakan untuk subsidi biodiesel.

Tujuannya kata Trias, agar produksi biodiesel meningkat sehingga mampu menyerap produksi CPO sehingga mampu mendongkrak harga CPO dan implikasi lainnya meningkatkan harga tandan buah segar sawit.

“Namun, berdasarkan hasil analisis input output, penggunaan dana sawit untuk subsidi biodiesel tidak memberikan nilai manfaat besar terhadap keseimbangan faktor produksi dibanding menggunakannya untuk program yang berkaitan langsung dengan perkebunan sawit,” jelasnya.




Trias menambahkan, kebijakan penggunaan dana sawit untuk subsidi biodiesel bisa dikatakan gagal. Karena, nilai tukar petani perkebunan rakyat tidak meningkat kecuali pada 2017. Padahal, apabila dana tersebut digunakan sepenuhnya untuk sawit maka akan terjadi peningkatan pertumbuhan output pada sektor produksi perkebunan sawit sekitar 6,52 persen.



Trias juga mengungkapkan tentang minimnya alokasi anggaran daerah untuk petani sawit. Berdasarkan data pada 2020, provinsi Riau mengalokasikan 66 persen anggaran di Dinas Perkebunan tidak spesifik digunakan untuk alokasi langsung pada peningkatan kesejahteraan petani sawit. Padahal, Riau merupakan provinsi dengan tutupan sawit terbesar di Indonesia.

“Kondisi petani sawit kita masih jauh dari sejahtera. Dalam tata niaga industri ini, petani sawit masih dikebiri, dana sawit yang harusnya untuk mereka dikooptasi oleh korporasi dan petani sawit juga belum menjadi prioritas terkait anggaran di daerah,” jelasnya.

Sementara itu dalam lima tahun terakhir, produktivitas kelapa sawit Indonesia hampir dua kali lebih rendah dibandingkan Malaysia. Kepala Pusat Kebijakan APBN Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Ubaidi Socheh Hamidi mengatakan, hal itu terjadi karena banyak lahan sawit yang belum matang, perawatan dan penggunaan pupuk yang belum optimal serta dukungan pemerintah bagi petani plasma belum sebaik di Malaysia.

“Ada beberapa tantangan di sektor hulu yaitu keterbatasan lahan dan moratorium perluasan lahan, kesejahteraan perkebun mandiri termasuk isu sengketa lahan, deforestasi dan degradasi lahan. Ini adalah tantangan yang harus dimitigasi risikonya terutama dalam pembuatan kebijakan,” kata Ubaidi dalam diskusi Katadata Virtual Forum Series dengan tema Dampak Ekonomi Sawit bagi Daerah, Kamis (28/1/2021).
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More