Produktivitas Sawit Indonesia Kalah dari Malaysia, Ini Penyebabnya
Senin, 01 Februari 2021 - 12:27 WIB
JAKARTA - Produktivitas kelapa sawit Indonesia dalam lima tahun terakhir relatif stagnan. Bahkan, jika dibandingkan dengan Malaysia , produktivitas sawit Indonesia lebih rendah dua kali lipat.
Menanggapi hal ini, Masyarakat Perkelapa Sawitan Indonesia (Maksi), Darmono Taniwiryono mengatakan bahwa sebenarnya produktivitas sawit tidak menurun, melainkan cenderung stagnan.
"Mungkin sedikit saya luruskan ya, sebenarnya tidak ada penurunan produktivitas kelapa sawit. Pada dasarnya produktivitas sebenarnya tidak menurun melainkan stagnan." Katanya dalam Market Review IDX Channel, Senin (1/2/2021)
Meski begitu, Ia membenarkan bahwa produksi sawit Indonesia masih kalah dengan Malaysia. Hal ini dikarenakan produktivitas perkebunan sawit rakyat tidak menggunakan bibit unggul.
Dia menjelaskan, perkebunan sawit rakyat terbagi menjadi dua, yakni perkebunan sawit plasma dan mandiri. Perkebunan sawit plasma sudah dapat mendapatkan bimbingan dari swasta atau pemerintah sehingga menggunakan bibit unggul. Sementara yang perkebunan mandiri belum menggunakan bibit unggul dan kurang dapat pembinaan.
"Perkebunan mandiri lebih banyak dari plasma. Sehingga produktivitas perkebunan rakyat mandiri sangat rendah. Hal ini menyebabkan kontribusi perkebunan sawit rakyat mandiri ini cukup berdampak pada rendahnya produktivitas sawit secara nasional," terangnya.
Ia menuturkan, di Malaysia perkebunan sawit rakyat mandiri benar-benar dikawal oleh pemerintahnya. Sehingga dari awal mereka sudah menggunakan bibit unggul.
"Jadi perkebunan sawit rakyat di Malaysia itu hampir sama dengan swastanya. Sehingga total produktivitas lebih besar dari Indonesia. Ini yang persoalan di Indonesia," paparnya.
Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah sudah menyiapkan program peremajaan perkebunan sawit rakyat mandiri melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Namun untuk meningkatkan produktivitas sawit diakui masih membutuhkan waktu.
"Program dari BPDPKS meremajakan perkebunan menggunakan bibit unggul. Sehingga produktivitas akan meningkat. Namun membutuhkan waktu sekitar 5 tahun agar produktivitas bisa meningkat," jelasnya.
Menanggapi hal ini, Masyarakat Perkelapa Sawitan Indonesia (Maksi), Darmono Taniwiryono mengatakan bahwa sebenarnya produktivitas sawit tidak menurun, melainkan cenderung stagnan.
"Mungkin sedikit saya luruskan ya, sebenarnya tidak ada penurunan produktivitas kelapa sawit. Pada dasarnya produktivitas sebenarnya tidak menurun melainkan stagnan." Katanya dalam Market Review IDX Channel, Senin (1/2/2021)
Meski begitu, Ia membenarkan bahwa produksi sawit Indonesia masih kalah dengan Malaysia. Hal ini dikarenakan produktivitas perkebunan sawit rakyat tidak menggunakan bibit unggul.
Dia menjelaskan, perkebunan sawit rakyat terbagi menjadi dua, yakni perkebunan sawit plasma dan mandiri. Perkebunan sawit plasma sudah dapat mendapatkan bimbingan dari swasta atau pemerintah sehingga menggunakan bibit unggul. Sementara yang perkebunan mandiri belum menggunakan bibit unggul dan kurang dapat pembinaan.
"Perkebunan mandiri lebih banyak dari plasma. Sehingga produktivitas perkebunan rakyat mandiri sangat rendah. Hal ini menyebabkan kontribusi perkebunan sawit rakyat mandiri ini cukup berdampak pada rendahnya produktivitas sawit secara nasional," terangnya.
Ia menuturkan, di Malaysia perkebunan sawit rakyat mandiri benar-benar dikawal oleh pemerintahnya. Sehingga dari awal mereka sudah menggunakan bibit unggul.
"Jadi perkebunan sawit rakyat di Malaysia itu hampir sama dengan swastanya. Sehingga total produktivitas lebih besar dari Indonesia. Ini yang persoalan di Indonesia," paparnya.
Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah sudah menyiapkan program peremajaan perkebunan sawit rakyat mandiri melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Namun untuk meningkatkan produktivitas sawit diakui masih membutuhkan waktu.
"Program dari BPDPKS meremajakan perkebunan menggunakan bibit unggul. Sehingga produktivitas akan meningkat. Namun membutuhkan waktu sekitar 5 tahun agar produktivitas bisa meningkat," jelasnya.
(fai)
Lihat Juga :
tulis komentar anda