Mengejar Realisasi Energi Baru dan Terbarukan
Kamis, 04 Februari 2021 - 06:18 WIB
“Jadi untuk mengejar 23%dengan kondisi saat ini berat sekali, bahkan nggak mungkin. Kecuali ada langkah revolusioner, ada kebijakan progresif yang tiba-tiba bisa menaikkan EBT saat ini. Misal dengan pembangunan PLTS yang masif, atau PLTU yang sekarang udah lama operasi itu diganti dengan pembangkit memakai EBT, memakai biomas atau sumber energi lain,” tambahnya.
Masih minimnya bauran EBT di Indonesia juga tak lepas dari belum adanya payung hukum terkait energi terbarukan. Diketahui, DPR saat ini masih terus menggodok RUU EBT yang ditargetkan rampung di Oktober 2021.
“Yang menjadi kunci dalam mengembangkan EBT di Tanah Air adalah political will. Kalau bicara sumber daya, Indonesia tidak kalah. Kita memiliki sumber panas bumi nomor dua di dunia. Tinggal political will seperti apa yang diputuskan,” tegasnya.
Sementara itu Guru Besar Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia (MIPA UI) Rosari Saleh berpendapat, sejak ditargetkan dalam RUEN, Indonesia baru mencapai target kurang dari 12%. Sehingga, kata dia, kondisi ini harus memacu semangat untuk terus mencapai target yang ditetapkan.
“Kalau kita memandang masa depan di negara-negara maju, bisa jadi targetnya bukan semata lingkungan tetapi ujung-ujungnya konsekuensi ekonomi,” katanya
Dia menegaskan, UU EBT diperlukan untuk memberikan kepastian hukum dan pertimbangan bagi investor dalam menanamkan modalnya di Indonesia. Rosari juga tidak menyangkal jika EBT termasuk investasi yang mahal sehingga perlu insentif kepada pelaku usaha.
Masih minimnya bauran EBT di Indonesia juga tak lepas dari belum adanya payung hukum terkait energi terbarukan. Diketahui, DPR saat ini masih terus menggodok RUU EBT yang ditargetkan rampung di Oktober 2021.
“Yang menjadi kunci dalam mengembangkan EBT di Tanah Air adalah political will. Kalau bicara sumber daya, Indonesia tidak kalah. Kita memiliki sumber panas bumi nomor dua di dunia. Tinggal political will seperti apa yang diputuskan,” tegasnya.
Sementara itu Guru Besar Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia (MIPA UI) Rosari Saleh berpendapat, sejak ditargetkan dalam RUEN, Indonesia baru mencapai target kurang dari 12%. Sehingga, kata dia, kondisi ini harus memacu semangat untuk terus mencapai target yang ditetapkan.
“Kalau kita memandang masa depan di negara-negara maju, bisa jadi targetnya bukan semata lingkungan tetapi ujung-ujungnya konsekuensi ekonomi,” katanya
Dia menegaskan, UU EBT diperlukan untuk memberikan kepastian hukum dan pertimbangan bagi investor dalam menanamkan modalnya di Indonesia. Rosari juga tidak menyangkal jika EBT termasuk investasi yang mahal sehingga perlu insentif kepada pelaku usaha.
(ynt)
tulis komentar anda