Gaungan Benci Produk Asing Bisa Picu Pembalasan Dunia Internasional

Selasa, 09 Maret 2021 - 12:35 WIB
Foto/ilustrasi/SINDOnews
JAKARTA - Ekonom Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) Ahmad Heri Firdaus menilai, diksi yang digunakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait benci produk asing kurang tepat. Menurutnya, tindakan itu bisa memicu retaliasi atau pembalasan oleh dunia internasional.

“Memang maksudnya baik, jadi maksud Pak Presiden itu kan bagaimana caranya kita bisa meningkatkan penggunaan produk dalam negeri. Namun, penggunaan diksinya saya rasa kurang tepat karena bisa memicu retaliasi. Kalau dunia internasional mengetahui tagline tersebut tentu tidak disukai oleh para mitra dagang kita,” ujarnya hari ini (9/3) dalam acara Market Review IDX Channel. ( Baca juga: Produk Asing: Benci Tapi Rindu, RI Harus Mantap dan Akurat Soal Impo )

Ahmad menjelaskan, sikap itu pada akhirnya bisa memicu protes dari mitra dagang Indonesia sehingga nantinya akan mempersulit produk ekspor Indonesia sendiri apabila ingin melakukan penetrasi pasar. Di sisi lain, tentu harus ada strategi yang dibangun di tengah maraknya liberalisasi perdagangan.



“Justru yang kita butuhkan sekarang bagaimana kita bisa meningkatkan ekspor semaksimal mungkin ya, kita bisa melakukan penetrasi pasar. Di sisi lain kita juga bisa melakukan subtitusi impor,” jelas dia.

“Dan kalau dilihat dan dibandingkan tagline yang dibangun atau yang dibuat oleh negara lain, tidak ada yang sifatnya diskriminatif seperti itu. Jadi kalau kita lihat contohnya di China, “Made in China 2025”, di India menggunakan kalimat “Make in India”. Kita juga semestinya perlu ada tagline yang bisa menumbuhkan rasa cinta terhadap produk dalam negeri dan rasa bangga apabila kita menggunakan produk dalam negeri,” tambah Ahmad. ( Baca juga: Aturan PPnBM Mobil Baru, Pedagang Mobil Bekas: Pemerintah Enggak Mikirin Kami! )

Sementara itu, menurutnya, produk impor barang konsumsi yang masuk melalui e-commerce perlu ditinjau ulang. Hal ini terkait apakah produk-produk ini sudah mengikuti standar ketentuan dan aturan yang berlaku di Indonesia.

“Jadi memang di tengah liberasisasi, ya kita terbuka. Tapi kita berkompetisi mengutamakan fair trade perdagangan yang mengedepankan keseimbangan, adil, ya fair-lah pokoknya. Jadi, konteksnya itu tentu menurut saya fair, yang dimaksud adalah pengendalian impor khusus untuk barang konsumsi. Kalau untuk impor bahan baku justru sangat dibutuhkanindustri kita,” ujar Ahmad.
(uka)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More