Maksimalkan Layanan Digital
Selasa, 16 Maret 2021 - 06:04 WIB
Tutupnya kantor bank umum ini ditengarai akibat semakin berkurangnya aktivitas masyarakat mengunjungi perbankan karena pandemi. Nasabah diperkirakan lebih memilih transaksi melalui aplikasi di telepon pintar seperti karena alasan lebih praktis dari sisi waktu maupun biaya.
Di sisi lain, maraknya industri perbankan juga sepertinya sudah mulai mengarah kepada model layanan berbasis internet alias digital. Sejumlah bank sudah menyampaikan rencana tersebut dan mulai menjadi pembahasan serius oleh OJK selaku otoritas industri keuangan di Tanah Air.
Bahkan, terkait tren bank digital ini, OJK sedang menyiapkan rancangan peraturan terkait ketentuan-ketentuan yang akan menjadi acuan beroperasinya bank digital. Beberapa poin yang diatur mulai dari modal minimum sebesar Rp10 triliun untuk bank digital baru, kemudia modal minimum Rp3 triliun untuk bank lama yang berubah menjadi bank digital. Adapun bagi bank yang menjadi bagian dari kelompok usaha bank dan akan menjadi bank digital harus memiliki modal awal Rp1 triliun.
Direktur Eksekutif Penelitian dan Pengaturan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Anung Herlianto menargetkan, akan meluncurkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Bank Digital sebelum pertengahan 2021 ini. Tidak hanya itu saja, OJK juga akan meluncurkan blue print untuk perbankan digital tanah air.
Saat ini prosesnya masih terus mengumpulkan masukan dari seluruh stakeholder untuk dikaji. Dalam draf yang masih disusun, direncanakan akan ada dua tipe bank digital yaitu; bank yang didirikan full digital dan bank hasil transformasi dari yang sudah eksis.
"Nanti kami targetkan sebelum pertengahan tahun sudah dikeluarkan POJK Bank Digital," ujar Anung dalam peluncuran Roadmap Pengembangan Perbankan Indonesia (RP2I) di Jakarta, Kamis (18/2) sepert dikutip dari Sindonews.com.
Pengamat manajemen Wahyu T Setyobudi mengatakan penutupan kantor cabang yang dinilai tidak memiliki aktivitas bisnis yang cukup merupakan respons normal dari kondisi lanskap bisnis yang low demand ekonomi.
Menurutnya, pada kondisi seperti sekarang perusahaan-perusahaan akan fokus pada portofolio channel, yakni cabang yang secara ekonomi dan strategis memiliki dampak besar pada kinerja perusahaan.
“Melakukan rasionalisasi pada cabang-cabang yang dinilai menjadi beban. Dengan demikian, bank dapat menghemat biaya operasional, meliputi sewa kantor, tenaga kerja, administrasi, dan sebagainya. Tentu tindakan ini jika dilakukan dengan analisis yang tepat akan membawa efisiensi yang optimal,” ujarnya kepada Koran SINDO, Minggu (14/3/2021).
Di sisi lain, maraknya industri perbankan juga sepertinya sudah mulai mengarah kepada model layanan berbasis internet alias digital. Sejumlah bank sudah menyampaikan rencana tersebut dan mulai menjadi pembahasan serius oleh OJK selaku otoritas industri keuangan di Tanah Air.
Bahkan, terkait tren bank digital ini, OJK sedang menyiapkan rancangan peraturan terkait ketentuan-ketentuan yang akan menjadi acuan beroperasinya bank digital. Beberapa poin yang diatur mulai dari modal minimum sebesar Rp10 triliun untuk bank digital baru, kemudia modal minimum Rp3 triliun untuk bank lama yang berubah menjadi bank digital. Adapun bagi bank yang menjadi bagian dari kelompok usaha bank dan akan menjadi bank digital harus memiliki modal awal Rp1 triliun.
Direktur Eksekutif Penelitian dan Pengaturan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Anung Herlianto menargetkan, akan meluncurkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Bank Digital sebelum pertengahan 2021 ini. Tidak hanya itu saja, OJK juga akan meluncurkan blue print untuk perbankan digital tanah air.
Saat ini prosesnya masih terus mengumpulkan masukan dari seluruh stakeholder untuk dikaji. Dalam draf yang masih disusun, direncanakan akan ada dua tipe bank digital yaitu; bank yang didirikan full digital dan bank hasil transformasi dari yang sudah eksis.
"Nanti kami targetkan sebelum pertengahan tahun sudah dikeluarkan POJK Bank Digital," ujar Anung dalam peluncuran Roadmap Pengembangan Perbankan Indonesia (RP2I) di Jakarta, Kamis (18/2) sepert dikutip dari Sindonews.com.
Pengamat manajemen Wahyu T Setyobudi mengatakan penutupan kantor cabang yang dinilai tidak memiliki aktivitas bisnis yang cukup merupakan respons normal dari kondisi lanskap bisnis yang low demand ekonomi.
Menurutnya, pada kondisi seperti sekarang perusahaan-perusahaan akan fokus pada portofolio channel, yakni cabang yang secara ekonomi dan strategis memiliki dampak besar pada kinerja perusahaan.
“Melakukan rasionalisasi pada cabang-cabang yang dinilai menjadi beban. Dengan demikian, bank dapat menghemat biaya operasional, meliputi sewa kantor, tenaga kerja, administrasi, dan sebagainya. Tentu tindakan ini jika dilakukan dengan analisis yang tepat akan membawa efisiensi yang optimal,” ujarnya kepada Koran SINDO, Minggu (14/3/2021).
tulis komentar anda