Maksimalkan Layanan Digital

Selasa, 16 Maret 2021 - 06:04 WIB
loading...
Maksimalkan Layanan Digital
Model digitalisasi yang diterapkan pelaku usaha harus dimanfaatkan untuk efisiensi. FOTO/WIN CAHYONO
A A A
JAKARTA - Setahun lebih pandemi Covid-19 melanda Indonesia. Berbagai perubahan perilaku masyarakat terlihat hampir di semua sektor, termasuk di industri keuangan.

Sektor keuangan dan perbankan termasuk yang paling cepat beradaptasi di masa pandemi Covid-19 . Menyadari pentingnya menerapkan protokol kesehatan plus membuat operasional bisnis lebih efisien, tak sedikit kini perusahaan yang gencar meluncurkan produk dan layanan berbasis internet alias digital .

Meski demikian, kondisi pandemi tak lantas menghilangkan kebiasaan untuk datang langsung ke kantor perbankan. Salah satunya terlihat pada pagi hari kemarin, di salah satu kantor cabang bank milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bilangan Kebon Sirih, Jakarta Pusat.



Di sana, selain petugas bank, terlihat dua orang nasabah pria dan seorang perempuan duduk di sofa panjang yang diberi tanda silang untuk menjaga jarak. Di sudut lainnya, terlihat dua petugas customer service yang aktif melayani nasabah. Satu customer service sedang melayani nasabah. Sedangkan, satu lagi sibuk dengan sejumlah berkas dokumen.

Dua petugas teller tampak tak terlalu sibuk. Hanya satu-dua orang nasabah yang datang sekitar pukul 09.30 WIB. Tak terlihat antrean seperti saat sebelum pandemi.

Di kantor bank lainnya, di kawasan Tangerang Selatan, suasana agak sedikit berbeda. Di bank BUMN yang statusnya kantor cabang itu tampak lebih ramai. Sejumlah nasabah tampak duduk di depan lobi dengan bangku berjarak satu sama lainnya. Lobi bagian luar kantor bank ini sengaja difungsikan sebagai ruang tunggu karena kapasitas dan antrean di dalam ruangan kasir dan costumer service dibatasi. Semua terlihat tertib. Nasabah dan para petugasnya pun terlihat bermasker, sesuai protokol kesehatan yang disarankan selama pandemi.



Meski di pandemi Covid-19 ini banyak kalangan menyerukan digitalisasi, namun untuk urusan perbankan tampaknya tidak semuanya bisa dilakukan virtual. Untuk setor uang dalam jumlah besar atau akad kredit misalnya, nasabah mau tidak mau harus tetap hadir.

Namun, untuk transaksi seperti transfer atau sekadar buka tabungan, kini bisa lebih mudah. Sejumlah bank sudah melakukan transformasi dengan menyediakan layanan berbasis aplikasi yang bisa diunduh di telepon genggam sehingga lebih praktis dan efisien.

Perubahan-perubahan ini hanya masalah waktu. Ini sejalan dengan survei yang dilakukan Inventure-Alvara di mana hasil penelitian kedua lembaga itu menyebutkan bahwa sebanyak 68,5% responden menyatakan perbankan perlu bertransformasi menjadi cabang digital. Sebaliknya, hanya 31% yang tidak setuju berubah.

Dalam catatan Inventure, adopsi digital yang masif selama pandemi terutama untuk aktivitas keuangan, menjadikan kantor cabang kurang relavan. Ini didasarkan pada terbatasnya mobilitas masyarakat karena khawatir terpapar Covid-19. Model layanan digital diperkirakan akan menjadi kebutuhan sehingga ke depan nasabah harus terbiasa melakukan self service guna mengurangi kontak fisik.

Ikhwal pengurangan fasilitas kantor cabang perbankan, diakui oleh Corporate Secretary PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) Aestika Oryza Gunarto. Menurutnya, secara umum jumlah Unit Kerja BRI pada 2020 berjumlah 9.538 Unit Kerja. Jumlah tersebut berkurang 134 Unit Kerja dari sebelumnya 9.672 Unit Kerja pada 2019.

Aestika mengatakan, pengurangan terbanyak berasal dari Teras BRI yang berkurang 63 unit dan Kantor Kas berkurang sebanyak 62 kantor.

"Penurunan jumlah Unit Kerja BRI tersebut salah satunya dikarenakan tren peningkatan transaksi digital cukup signifikan. Salah satunya adalah meningkat pesatnya penggunaan BRIMo (mobile banking BRI) yang meningat lebih dari 660% sepanjang 2020 atau mencapai lebih dari 765 juta transaksi," kata Aestika kepada KORAN SINDO, di Jakarta, Sabtu (13/3) lalu.



Namun demikian, tutur Aestika, Kantor Cabang BRI tetap masih diperlukan. Pasalnya, kata dia, masih banyak aktivitas perbankan lain yang dilakukan di kantor/outlet BRI. Hal ini menjadi bagian strategi pelayanan service excellence BRI, sehingga perpaduan keduanya yakni jaringan fisik dan digital tetap dibutuhkan dalam memenuhi karakter nasabah Indonesia.

"Di samping itu, layanan perbankan BRI di pelosok negeri tetap terus meningkat dengan meluasnya jaringan BRILink BRI hingga mencapai lebih dari 504.233 Agen BRILink di akhir 2020 atau meningkat 82.073 yoy," ujarnya.

Dia menggariskan, transformasi digital yang dilakukan BRI saat ini diarahkan kepada beberapa hal. Antara lain digitalisasi proses untuk memperoleh kecepatan proses, kemudahan, dan akurasi (ketepatan) menuju efisiensi. Selanjutnya ungkap dia, BRI menciptakan value baru dengan new business model.

"Serta menciptakan pola-pola distribution channel maupun ekosistem baru seperti membangun jaringan melalui prinsip-prinsip keagenan, dalam hal ini Agen BRILink," ucap Aestika.

Presiden Direktur PT Bank MNC Internasional Tbk Mahdan menyatakan, dalam rangka penataan jaringan kantor, MNC Bank telah menggabungkan beberapa kantor yang berdekatan lokasinya. MNC Bank juga melakukan relokasi beberapa kantor ke wilayah yang lebih strategis. Tujuannya, untuk memaksimalkan produktivitas dan efisiensi seiring kemajuan teknologi.


“Nasabah saat ini lebih mudah dan leluasa dalam memenuhi kebutuhan transaksi perbankan melalui aplikasi Motion, jaringan ATM dan Debit GPN di wilayah Indonesia dan Mastercard di luar negeri, hingga berbagai fasilitas lainnya.



Karena penataan jaringan kantor MNC Bank bersifat penggabungan ataupun relokasi, nasabah tidak mengalami gangguan ataupun kendala," ujar Mahdan kepada KORAN SINDO di Jakarta kemarin.

Dia menegaskan, MNC Bank telah menerapkan sistem digitalisasi. Berbagai fitur mobile banking sudah dapat dinikmati nasabah tabungan dan kartu kredit pada aplikasi Motion. Ke depannya, Mahdan menggaransi nasabah dapat membuka rekening tabungan, deposito, kartu kredit, hingga kredit ritel tanpa perlu lagi datang ke cabang MNC Bank.

"Modul layanan digital untuk meningkatkan kemampuan motion dari mobile banking menuju aplikasi layanan digital dalam waktu dekat akan siap untuk diajukan proses perizinannya ke OJK," bebernya.

Mahdan memastikan, dengan layanan digital melalui aplikasi Motion yang diterapkan MNC Bank, maka nasabah tidak lagi perlu datang ke cabang. Meski demikian, MNC Bank akan terus hadir di 16 kota besar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Bali. Kehadiran tersebut, kata dia, untuk mewujudkan komitmen MNC Bank dalam memberikan pelayanan prima kepada nasabah.

"Ini sebagai wujud komitmen kami untuk memberikan pelayanan terbaik dan jasa layanan tambahan (value added services)," ucap Mahdan.

Secara umum, berdasarkan data yang dihimpun KORAN SINDO, merujuk data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Oktober 2020, jumlah kantor bank umum di Indonesia ada sebanyak 30.691 kantor. Jumlah itu menurun dibandingkan periode akhir 2019 yang mencapai 31.127 atau berkurang sebanyak 436 kantor.

Tutupnya kantor bank umum ini ditengarai akibat semakin berkurangnya aktivitas masyarakat mengunjungi perbankan karena pandemi. Nasabah diperkirakan lebih memilih transaksi melalui aplikasi di telepon pintar seperti karena alasan lebih praktis dari sisi waktu maupun biaya.

Di sisi lain, maraknya industri perbankan juga sepertinya sudah mulai mengarah kepada model layanan berbasis internet alias digital. Sejumlah bank sudah menyampaikan rencana tersebut dan mulai menjadi pembahasan serius oleh OJK selaku otoritas industri keuangan di Tanah Air.

Bahkan, terkait tren bank digital ini, OJK sedang menyiapkan rancangan peraturan terkait ketentuan-ketentuan yang akan menjadi acuan beroperasinya bank digital. Beberapa poin yang diatur mulai dari modal minimum sebesar Rp10 triliun untuk bank digital baru, kemudia modal minimum Rp3 triliun untuk bank lama yang berubah menjadi bank digital. Adapun bagi bank yang menjadi bagian dari kelompok usaha bank dan akan menjadi bank digital harus memiliki modal awal Rp1 triliun.



Direktur Eksekutif Penelitian dan Pengaturan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Anung Herlianto menargetkan, akan meluncurkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Bank Digital sebelum pertengahan 2021 ini. Tidak hanya itu saja, OJK juga akan meluncurkan blue print untuk perbankan digital tanah air.

Saat ini prosesnya masih terus mengumpulkan masukan dari seluruh stakeholder untuk dikaji. Dalam draf yang masih disusun, direncanakan akan ada dua tipe bank digital yaitu; bank yang didirikan full digital dan bank hasil transformasi dari yang sudah eksis.

"Nanti kami targetkan sebelum pertengahan tahun sudah dikeluarkan POJK Bank Digital," ujar Anung dalam peluncuran Roadmap Pengembangan Perbankan Indonesia (RP2I) di Jakarta, Kamis (18/2) sepert dikutip dari Sindonews.com.

Pengamat manajemen Wahyu T Setyobudi mengatakan penutupan kantor cabang yang dinilai tidak memiliki aktivitas bisnis yang cukup merupakan respons normal dari kondisi lanskap bisnis yang low demand ekonomi.

Menurutnya, pada kondisi seperti sekarang perusahaan-perusahaan akan fokus pada portofolio channel, yakni cabang yang secara ekonomi dan strategis memiliki dampak besar pada kinerja perusahaan.

“Melakukan rasionalisasi pada cabang-cabang yang dinilai menjadi beban. Dengan demikian, bank dapat menghemat biaya operasional, meliputi sewa kantor, tenaga kerja, administrasi, dan sebagainya. Tentu tindakan ini jika dilakukan dengan analisis yang tepat akan membawa efisiensi yang optimal,” ujarnya kepada Koran SINDO, Minggu (14/3/2021).

Wahyu berpendapat, bank-bank memang mulai mengalihkan operasinya dari manual ke digital. Langah tersebut, kata dia, merupakan wujud transformasi untuk tetap relevan dengan perkembangan zaman.

“Seperti diketahui bahwa dinamika teknologi digital yang demikian tinggi telah membawa pengaruh langsung pada gaya hidup dan peradaban manusia,” tutur Wahyu.

Staf pengajar PPM School of Management itu mengatakan, kondisi ini semakin dekat dengan Society 5.0 yakni interaksi manusia dan mesin. jika tidak mulai merintis dari sekarang, maka perusahaan bisa tertinggal dan akhirnya, terbelakang dalam persaingan di era baru.

“Hal ini yang disebut sebagai digital Darwinism, yaitu gagalnya perusahaan mengikuti kecepatan perkembangan lingkungan bisnis,” jelasnya.
(ynt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1341 seconds (0.1#10.140)