PP Postelsiar Dikhawatirkan Bakal Picu Jual Beli Frekuensi

Senin, 05 April 2021 - 08:05 WIB
PP) No 46/2021 tentang Postelsiar dinilai masih kontroversial. Foto/Ilustrasi
JAKARTA - Peraturan Pemerintah (PP) No 46/2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran (Postelsiar) dinilai masih kontroversial. Salah satunya adalah kewajiban pengembalian pita frekuensi pada negara yang coba dihilangkan, yang dikhawatirkan akan berujung pada jual beli frekuensi.

"Harus tetap dikembalikan pada negara dulu untuk frekuensi bila ada aksi korporasi, walaupun lama urusannya. Karena ini sensitif di era bisnis data. Jadi bisnis data ini yang masih memberikan semangat para operator untuk berbisnis," Pengamat Telekomunikasi dan Pemerhati Kebijakan Publik Agus Pambagio di Jakarta, akhir pekan lalu.

Dia mengatakan ini yang harus dilakukan bila terjadi merger PT Indosat Ooredoo Tbk (ISAT) dan PT Hutchinson 3 Indonesia (Tri), pemegang saham pengendali di kedua operator itu telah melakukan perjanjian untuk menfinalisasi kerja sama baru di antara keduanya paling lambat akhir April 2021.



"Frekuensi jangan dikasih ke dua-duanya. Seharusnya dikembalikan dulu lalu dievaluasi kinerja mereka. Apakah benar tidak ada masalah atau sebagainya?" katanya.

Seperti diketahui PP No 46/2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran (Postelsiar) dikritik banyak pihak. Hal ini lantaran penerapan PP ini diduga belum melalui konsultasi publik dengan waktu yang cukup alias terburu-buru. Disinyalir penerbitan PP ini untuk memuluskan langkah konsolidasi atau merger antara Indosat dan Tri. "Memang terburu-buru sejak UU Cipta Kerja dibikin dan beruntun hingga aturan turunannya serba tergesa-gesa," tambahnya.

Sehubungan dengan itu, Agus meminta Menkominfo terlebih dahulu melakukan penilaian dan evaluasi yang objektif dan bebas dari kepentingan politik terhadap operator telekomunikasi sebelum menyetujui pengalihan frekuensi . Evaluasi yang harus dilakukan termasuk menagih janji investasi dan pembangunan jaringan yang telah disampaikan operator telekomunikasi ketika mendapatkan izin.

"Saya meminta Menkominfo dapat lebih tegas kepada operator telekomunikasi. Tagih saja janji-janji mereka sewaktu ketika mengajukan izin. Komitmen pembangunan merupakan kewajiban operator telekomunikasi ketika mereka mendapatkan izin. Saat ini kebutuhan akan layanan data sangat tinggi. Seharusnya itu menguntungkan investor asing pemilik operator telekomunikasi tersebut," terangnya.

Jika operator terus melakukan manuver guna menghindari komitmen pembangunan, dia meminta agar Kementerian Kominfo tak segan menindak dan memberikan sanksi tegas terhadap operator telekomunikasi yang tidak patuh pada regulasi dan kesepakatan yang ada.

"Apa yang tertuang dalam regulasi harus dilakukan oleh operator telekomunikasi. Kementerian Kominfo sebagai regulator harus mengawasi dan dapat bersikap tegas. Kalau ada yang ingkar terhadap komitmen pembangunannya, harus diberikan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Peran tersebut yang harus dilakukan oleh Kementerian Kominfo," terang Agus.

Dengan diterbitkannya PP No 46 tahun 2021 tentang Postelsiar, Menkominfo memiliki kewenangan dalam melakukan evaluasi dan pencabutan izin penyelenggaraan telekomunikasi. Kalau mereka tidak membangun, menurut Agus, Menkominfo dapat mengenakan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam PP No 5 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
(fai)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More