Seperti Relaksasi Pajak Mobil, Insentif Properti Hanya Dinikmati Segelintir
Senin, 12 April 2021 - 20:14 WIB
JAKARTA - Pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengatakan, pasar properti nasional sebenarnya sudah mengalami kelesuan sebelum diterpa pandemi. Pada tahun 2019, pertumbuhan sektor properti terus merosot yang diiringi oleh pelemahan pertumbuhan ekonomi secara nasional. Daya beli masyarakat untuk produk perumahan menunjukkan tren yang menurun. Terlebih hantaman Covid-19 membuat sektor properti semakin merosot. ( Baca juga:Jokowi Proyeksikan Sumbangan Industri Digital Ke PDB Capai USD133 Miliar )
"Nah kebijakan insentif memang dinilai menjadi salah satu strategi langsung dari pemerintah untuk menurunkan harga jual rumah. Pasti akan terjadi kenaikan permintaan," kata Huda saat dihubungi MNC Portal Indonesia di Jakarta (12/4/2021).
Menurutnya salah satu masalah besar adalah permintaan properti hanya akan dinikmati oleh kalangan menengah atas yang akan melihat kebijakan ini sebagai 'investasi'. Untuk kalangan pekerja, yang notabene sudah banyak melakukan WFH dan bekerja dengan sistem daring, maka permintaannya pun akan cukup stagnan meskipun diguyur insentif oleh pemerintah.
Kedua, pendapatan masyarakat menengah ke bawah juga terdampak cukup dalam dari adanya pandemi. "Permintaan akan perumahan oleh masyarakat kelas menengah ke bawah juga akan tetap menurun meskipun diberikan insentif," tambahnya.
Maka, sama seperti kebijakan relaksasi penjualan mobil, kebijakan insentif properti akan efektif untuk meningkatkan penjualan namun yang membeli hanya segelintir masyarakat. "Selain itu, pengembang besar yang sudah menyediakan rumah jadi juga akan lebih menikmati keuntungan. Pengembang kecil yang harus inden ya tidak dapat menikmati insentif pemerintah ini," katanya.
Sementara pengamat ekonomi Eko Listyanto menilai insentif pajak pertambahan nilai (PPN) yang ditanggung pemerintah meyakini dampaknya dalam jangka menengah mampu menggeliatkan kembali sektor properti dan memulihkan perekonomian secara keseluruhan. Karena ini akan membantu pemulihan daya beli masyarakat dan meningkatkan konsumsi rumah tangga.
"Relaksasi PPN ini pasti akan berdampak positif pada pemulihan ekonomi. Tapi tantangannya sekarang aspek kesehatan dengan mengatasi pandemi," kata Eko.
Dia meyakini penjualan rumah akan kembali tumbuh seiring dengan membaiknya permintaan masyarakat, meski kemungkinan tidak akan tumbuh cepat. Karena kurva penanganan pandemi di Indonesia belum melandai. ( Baca juga:AS Sebut China Bertindak Kian Agresif Terhadap Taiwan )
"Pengaruhnya terasa di penjualan perumahan yang sedikit terdongkrak dibandingkan tahun lalu. Tapi naiknya akan lebih landai. Karena tidak mengakselerasi permintaan properti secara cepat," ujarnya.
Dia juga menegaskan keberhasilan kebijakan stimulus ini sangat bergantung pada respons lembaga keuangan. Baik bank maupun non bank, yang selama ini berperan penting dalam penyaluran kredit perumahan. "Pelaku sektor keuangan masih khawatir dan belum sepenuhnya yakin untuk menyalurkan kredit perumahan kepada masyarakat selama pandemi belum berakhir," katanya.
"Nah kebijakan insentif memang dinilai menjadi salah satu strategi langsung dari pemerintah untuk menurunkan harga jual rumah. Pasti akan terjadi kenaikan permintaan," kata Huda saat dihubungi MNC Portal Indonesia di Jakarta (12/4/2021).
Menurutnya salah satu masalah besar adalah permintaan properti hanya akan dinikmati oleh kalangan menengah atas yang akan melihat kebijakan ini sebagai 'investasi'. Untuk kalangan pekerja, yang notabene sudah banyak melakukan WFH dan bekerja dengan sistem daring, maka permintaannya pun akan cukup stagnan meskipun diguyur insentif oleh pemerintah.
Kedua, pendapatan masyarakat menengah ke bawah juga terdampak cukup dalam dari adanya pandemi. "Permintaan akan perumahan oleh masyarakat kelas menengah ke bawah juga akan tetap menurun meskipun diberikan insentif," tambahnya.
Maka, sama seperti kebijakan relaksasi penjualan mobil, kebijakan insentif properti akan efektif untuk meningkatkan penjualan namun yang membeli hanya segelintir masyarakat. "Selain itu, pengembang besar yang sudah menyediakan rumah jadi juga akan lebih menikmati keuntungan. Pengembang kecil yang harus inden ya tidak dapat menikmati insentif pemerintah ini," katanya.
Sementara pengamat ekonomi Eko Listyanto menilai insentif pajak pertambahan nilai (PPN) yang ditanggung pemerintah meyakini dampaknya dalam jangka menengah mampu menggeliatkan kembali sektor properti dan memulihkan perekonomian secara keseluruhan. Karena ini akan membantu pemulihan daya beli masyarakat dan meningkatkan konsumsi rumah tangga.
"Relaksasi PPN ini pasti akan berdampak positif pada pemulihan ekonomi. Tapi tantangannya sekarang aspek kesehatan dengan mengatasi pandemi," kata Eko.
Dia meyakini penjualan rumah akan kembali tumbuh seiring dengan membaiknya permintaan masyarakat, meski kemungkinan tidak akan tumbuh cepat. Karena kurva penanganan pandemi di Indonesia belum melandai. ( Baca juga:AS Sebut China Bertindak Kian Agresif Terhadap Taiwan )
"Pengaruhnya terasa di penjualan perumahan yang sedikit terdongkrak dibandingkan tahun lalu. Tapi naiknya akan lebih landai. Karena tidak mengakselerasi permintaan properti secara cepat," ujarnya.
Dia juga menegaskan keberhasilan kebijakan stimulus ini sangat bergantung pada respons lembaga keuangan. Baik bank maupun non bank, yang selama ini berperan penting dalam penyaluran kredit perumahan. "Pelaku sektor keuangan masih khawatir dan belum sepenuhnya yakin untuk menyalurkan kredit perumahan kepada masyarakat selama pandemi belum berakhir," katanya.
(uka)
tulis komentar anda