Revitalisasi Bulog sebagai Benteng Ketahanan Pangan Nasional
Selasa, 13 April 2021 - 10:45 WIB
Untuk pelayanan publik, Bulog mendapat penugasan Pelayanan Publik (PP) atau Public Service Obligation (PSO) dari Pemerintah berupa stabilisasi harga dan pasokan berbagai komoditas pangan utama terintegrasi dari sisi hulu hingga ke hilir di seluruh wilayah Indonesia. Komoditas penugasan Pelayanan Publik yang ditangani Bulog antara lain, beras, gula pasir, daging sapi dan kerbau, jagung pakan ternak, dan serta kedelai.
Khusus untuk komoditas kedelai dan jagung, berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 58 Tahun 2018 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen, dijelaskan Bulog dalam melakukan pembelian dan penjualan untuk jagung, dan kedelai mengacu pada harga acuan ditetapkan oleh Menteri Perdagangan. Selain itu pengelolaan kedelai yang dilakukan Bulog sampai saat ini hanya perdagangan komersial, yaitu bersifat jual beli. Bulog membeli kedelai sesuai dengan kebutuhan pelanggan.
Distribusi jagung dan kedelai secara nasional selama ini juga masih diserahkan pada mekanisme pasar. Artinya pemerintah tidak banyak melakukan intervensi pasar pada pasar jagung dan kedelai nasional. Hal ini berbeda dengan komoditas beras dimana Bulog bisa melakukan intervensi.
Kalau pun ada intervensi tata niaga jagung dan kedelai melalui Bulog, sifatnya ad hoc dan tidak berkelanjutan, sebagaimana pada komoditas beras. Kondisi tersebut tercermin dengan belum adanya turunan kebijakan dari Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2016 yang secara teknis mengatur dan menugaskan Bulog untuk menjaga ketersediaan pasokan dan harga komoditas jagung dan kedelai.
Selain tugas pelayanan publik, Bulog juga melaksanakan usaha-usaha lain berupa kegiatan komersial. Berdasarkan cakupan kegiatannya, Komersial terbagi menjadi 3, yaitu: Perdagangan, Unit Bisnis dan Anak Perusahaan. Meski komersial, kegiatan perdagangan komoditi oleh Bulog dilaksanakan bukan semata untuk menghasilkan laba namun juga mengemban misi mulia dalam kerangka stabilitas harga pangan pokok.
Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2016 tentang Penugasan kepada Perusahaan Umum (Perum) Bulog dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional di mana Bulog mengemban tugas menjaga ketersediaan pangan dan stabilisasi harga pangan pada tingkat konsumen dan produsen untuk jenis pangan pokok beras, jagung, dan kedelai.
Sedangkan merujuk UU No 18/2012 tentang Pangan, konsep ketahanan pangan di mana Bulog menjadi bagian penting dari misi tersebut terbagi dalam 3 pilar. Pertama, pilar ketersediaan berfungsi menjamin pasokan pangan untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk dari segi kualitas, kuantitas, keragaman dan keamanannya.
Kedua, pilar keterjangkauan berfungsi menjamin masyarakat memiliki akses secara fisik dan ekonomi terhadap pangan yang merata. Dan ketiga, pilar stabilitas berfungsi menjamin masyarakat mendapatkan bahan pangan kapan pun dan dimana pun.
Dari segi ketersediaan, Bulog mengutamakan produksi dalam negeri dalam hal pengadaan. Namun, apabila produksi dalam negeri tidak mencukupi maka akan dipenuhi dari produksi luar negeri (impor).
Dalam melakukan penyerapan gabah/beras hasil produksi petani Bulog tidak melakukan semaunya dan mengacu pada Permendag 24/2020, terutama pada panen raya saat harga gabah/beras cenderung jatuh akibat tingginya pasokan.
Khusus untuk komoditas kedelai dan jagung, berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 58 Tahun 2018 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen, dijelaskan Bulog dalam melakukan pembelian dan penjualan untuk jagung, dan kedelai mengacu pada harga acuan ditetapkan oleh Menteri Perdagangan. Selain itu pengelolaan kedelai yang dilakukan Bulog sampai saat ini hanya perdagangan komersial, yaitu bersifat jual beli. Bulog membeli kedelai sesuai dengan kebutuhan pelanggan.
Distribusi jagung dan kedelai secara nasional selama ini juga masih diserahkan pada mekanisme pasar. Artinya pemerintah tidak banyak melakukan intervensi pasar pada pasar jagung dan kedelai nasional. Hal ini berbeda dengan komoditas beras dimana Bulog bisa melakukan intervensi.
Kalau pun ada intervensi tata niaga jagung dan kedelai melalui Bulog, sifatnya ad hoc dan tidak berkelanjutan, sebagaimana pada komoditas beras. Kondisi tersebut tercermin dengan belum adanya turunan kebijakan dari Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2016 yang secara teknis mengatur dan menugaskan Bulog untuk menjaga ketersediaan pasokan dan harga komoditas jagung dan kedelai.
Selain tugas pelayanan publik, Bulog juga melaksanakan usaha-usaha lain berupa kegiatan komersial. Berdasarkan cakupan kegiatannya, Komersial terbagi menjadi 3, yaitu: Perdagangan, Unit Bisnis dan Anak Perusahaan. Meski komersial, kegiatan perdagangan komoditi oleh Bulog dilaksanakan bukan semata untuk menghasilkan laba namun juga mengemban misi mulia dalam kerangka stabilitas harga pangan pokok.
Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2016 tentang Penugasan kepada Perusahaan Umum (Perum) Bulog dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional di mana Bulog mengemban tugas menjaga ketersediaan pangan dan stabilisasi harga pangan pada tingkat konsumen dan produsen untuk jenis pangan pokok beras, jagung, dan kedelai.
Sedangkan merujuk UU No 18/2012 tentang Pangan, konsep ketahanan pangan di mana Bulog menjadi bagian penting dari misi tersebut terbagi dalam 3 pilar. Pertama, pilar ketersediaan berfungsi menjamin pasokan pangan untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk dari segi kualitas, kuantitas, keragaman dan keamanannya.
Kedua, pilar keterjangkauan berfungsi menjamin masyarakat memiliki akses secara fisik dan ekonomi terhadap pangan yang merata. Dan ketiga, pilar stabilitas berfungsi menjamin masyarakat mendapatkan bahan pangan kapan pun dan dimana pun.
Dari segi ketersediaan, Bulog mengutamakan produksi dalam negeri dalam hal pengadaan. Namun, apabila produksi dalam negeri tidak mencukupi maka akan dipenuhi dari produksi luar negeri (impor).
Dalam melakukan penyerapan gabah/beras hasil produksi petani Bulog tidak melakukan semaunya dan mengacu pada Permendag 24/2020, terutama pada panen raya saat harga gabah/beras cenderung jatuh akibat tingginya pasokan.
Lihat Juga :
tulis komentar anda