Demi Kepastian Usaha Hulu Migas, RUU Migas Harus Segera Dituntaskan
Jum'at, 30 April 2021 - 17:21 WIB
JAKARTA - Perdebatan tentang undang-undang migas masih terus bergulir. Sejumlah akademisi, praktisi dan pengamat energi sepakat bahwa revisi undang-undang migas harus segera dituntaskan untuk memberi kepastian bagi investasi hulu migas di Indonesia.
Hal itu terungkap dalam Forum Group Discusion di Kampus Unair Surabaya, yang dibuka oleh Rektor UNAIR Prof. Dr. Mohammad Nasih hari ini. FGD tersebut antara lain menghadirkan pengamat migas yang juga mantan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Susilo Siswoutomo, Sekjen PP ISNU M Kholid Syerazi, Dekan Fakultas Hukum Unair Iman Prihandono dan pengamat energi Indria Wahyuni.
Sekjen PP Ikatan Sarjana NU Kholid Syerazi mengatakan, UU Migas yang dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi sebagai sebuah kebobolan Undang-undang dalam pengelolaan kekayaan alam yang menguasai hajat hidup orang banyak.
"Revisi Migas harus segera dilakukan dengan tetap mengacu pada keputusan MK tahun 2012, yaitu harus dikelola oleh Badan Usaha Khusus Milik Negara," ungkapnya dalam siaran pers yang diterima SINDOnews, Jumat (30/4/2021).
Agar revisi UU Migas dapat dituntaskan, Kholid Syerazi mengusulkan agar inisiasi revisi UU Migas diambil alih oleh Pemerintah. Kholid juga mengusulkan agar SKK Migas ditetapkan diubah bentuknya dan ditetapkan sebagai BUMN.
“Namun ada tantangan jika SKK Migas menjadi BUMN yang mengelola hulu migas yaitu bagaimana modalnya?. Karena ini juga nantinya konsep participating interest (PI) 10% akan dilakukan oleh BUMN ini,” ujar Kholid.
Selain itu bahwa UU Ciptaker subsektor Migas belum menunjukkan upaya memberikan kepastian. Sebagai penutup, Kholid mengusulkan bahwa mengurus migas tidak cukup modal semangat nasionalisme saja, harus ada 3 kombinasi yaitu peran negara yang kuat, iklim investasi yang investor friendly dan keterlibatan masyarakat.
Sementara itu, pengamat energi Indria Wahyuni menyoroti belum adanya lembaga permanen yang mengelola hulu migas pascaputusan Mahkamah Konstitusi mengakibatknya tidak adanya kepastian usaha bagi investor.
“Selama 9 tahun berjalannya lembaga sementara maka masih berkutat pada conflict of norms, padahal ada komisi pengawas yang didalamnya terdapat menteri sampai Kapolri, namun ini tidak menyelesaikan masalah,” tandasnya.
Hal itu terungkap dalam Forum Group Discusion di Kampus Unair Surabaya, yang dibuka oleh Rektor UNAIR Prof. Dr. Mohammad Nasih hari ini. FGD tersebut antara lain menghadirkan pengamat migas yang juga mantan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Susilo Siswoutomo, Sekjen PP ISNU M Kholid Syerazi, Dekan Fakultas Hukum Unair Iman Prihandono dan pengamat energi Indria Wahyuni.
Sekjen PP Ikatan Sarjana NU Kholid Syerazi mengatakan, UU Migas yang dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi sebagai sebuah kebobolan Undang-undang dalam pengelolaan kekayaan alam yang menguasai hajat hidup orang banyak.
"Revisi Migas harus segera dilakukan dengan tetap mengacu pada keputusan MK tahun 2012, yaitu harus dikelola oleh Badan Usaha Khusus Milik Negara," ungkapnya dalam siaran pers yang diterima SINDOnews, Jumat (30/4/2021).
Agar revisi UU Migas dapat dituntaskan, Kholid Syerazi mengusulkan agar inisiasi revisi UU Migas diambil alih oleh Pemerintah. Kholid juga mengusulkan agar SKK Migas ditetapkan diubah bentuknya dan ditetapkan sebagai BUMN.
“Namun ada tantangan jika SKK Migas menjadi BUMN yang mengelola hulu migas yaitu bagaimana modalnya?. Karena ini juga nantinya konsep participating interest (PI) 10% akan dilakukan oleh BUMN ini,” ujar Kholid.
Selain itu bahwa UU Ciptaker subsektor Migas belum menunjukkan upaya memberikan kepastian. Sebagai penutup, Kholid mengusulkan bahwa mengurus migas tidak cukup modal semangat nasionalisme saja, harus ada 3 kombinasi yaitu peran negara yang kuat, iklim investasi yang investor friendly dan keterlibatan masyarakat.
Sementara itu, pengamat energi Indria Wahyuni menyoroti belum adanya lembaga permanen yang mengelola hulu migas pascaputusan Mahkamah Konstitusi mengakibatknya tidak adanya kepastian usaha bagi investor.
“Selama 9 tahun berjalannya lembaga sementara maka masih berkutat pada conflict of norms, padahal ada komisi pengawas yang didalamnya terdapat menteri sampai Kapolri, namun ini tidak menyelesaikan masalah,” tandasnya.
(fai)
Lihat Juga :
tulis komentar anda