Utang Lapindo Terus Menggunung, Pemerintah Didesak untuk Menagihnya
Sabtu, 15 Mei 2021 - 11:46 WIB
“Tapi kalau tidak bisa itu bisa dilakukan dengan aset dan harus dilakukan valuasi. Yang jelas itu uang negara, sifatnya dana talangan dan sesuai perjanjian harus dilunasi dan pemerintah harus menagih,” katanya.
Dalih kondisi pandemi yang saat ini sedang terjadi kata politisi PDIP Perjuangan ini tidak bisa digunakan karena proses peminjaman dana talangan tersebut dilakukan sebelum pandemi Covid-19.
(Baca juga:Basuki Minta Tambahan Rp1,5 T ke Sri Mulyani untuk Ganti Rugi Lumpur Lapindo)
“Dana talangan itu kan dilakukan sebelum ada pandemi, jatuh temponya pun 2019 dengan cara dicicil selama empat kali. Waktu itu dicicil empat kali sesuai kemampuan arus kasnya dari Lapindo,” paparnya.
Untuk itu dirinya meminta kepada pemerintah bahwa utang yang dimiliki Lapindo untuk segera ditagih oleh pemerintah. Jika tidak bisa juga terpaksa, kata dia, aset-aset yang dimiliki Lapindo bisa diambil oleh negara.
(Baca juga:Pantang Menyerah, Kemenkeu Kejar Terus Utang Lapindo)
“Justru gini kita akan memonitor ke DJKN (Direktorat Jenderal Kekayaan Negara). Jadi sekarang aset-aset apa saja yang sudah ditangan pemerintah kalau valuasinya kurang yah harus ditambahkan gitu,” katanya.
Diketahui, pada Maret 2007 perusahaan konglomerasi Bakrie itu memperoleh pinjaman Rp781,68 miliar, namun utang yang ditarik dari pemerintah (dana talangan) sebesar Rp773,8 miliar.
Dana talangan tersebut sedianya dipergunakan untuk melunasi pembelian tanah dan bangunan warga korban luapan lumpur lapindo, Sidoarjo beberapa tahun silam. Mengutip hasil audit BPK tahun 2019, pemerintah mencatat hingga 31 Desember 2019, total utang Lapindo Brantas dan Minarak kepada pemerintah sebesar Rp1,91 triliun.
Dalih kondisi pandemi yang saat ini sedang terjadi kata politisi PDIP Perjuangan ini tidak bisa digunakan karena proses peminjaman dana talangan tersebut dilakukan sebelum pandemi Covid-19.
(Baca juga:Basuki Minta Tambahan Rp1,5 T ke Sri Mulyani untuk Ganti Rugi Lumpur Lapindo)
“Dana talangan itu kan dilakukan sebelum ada pandemi, jatuh temponya pun 2019 dengan cara dicicil selama empat kali. Waktu itu dicicil empat kali sesuai kemampuan arus kasnya dari Lapindo,” paparnya.
Untuk itu dirinya meminta kepada pemerintah bahwa utang yang dimiliki Lapindo untuk segera ditagih oleh pemerintah. Jika tidak bisa juga terpaksa, kata dia, aset-aset yang dimiliki Lapindo bisa diambil oleh negara.
(Baca juga:Pantang Menyerah, Kemenkeu Kejar Terus Utang Lapindo)
“Justru gini kita akan memonitor ke DJKN (Direktorat Jenderal Kekayaan Negara). Jadi sekarang aset-aset apa saja yang sudah ditangan pemerintah kalau valuasinya kurang yah harus ditambahkan gitu,” katanya.
Diketahui, pada Maret 2007 perusahaan konglomerasi Bakrie itu memperoleh pinjaman Rp781,68 miliar, namun utang yang ditarik dari pemerintah (dana talangan) sebesar Rp773,8 miliar.
Dana talangan tersebut sedianya dipergunakan untuk melunasi pembelian tanah dan bangunan warga korban luapan lumpur lapindo, Sidoarjo beberapa tahun silam. Mengutip hasil audit BPK tahun 2019, pemerintah mencatat hingga 31 Desember 2019, total utang Lapindo Brantas dan Minarak kepada pemerintah sebesar Rp1,91 triliun.
(dar)
tulis komentar anda