Setelah Sarang Walet, Pemerintah Upayakan Porang Tembus ke China
Rabu, 19 Mei 2021 - 17:35 WIB
JAKARTA - Tanaman porang kian populer dan produk turunannya pun makin diminati pasar mancanegara. Ekspor porang tercatat meningkat 23,35% secara tahunan (year-on-year/yoy) pada tahun 2020.
Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Jerry Sambuaga mengatakan, selama lima tahun berturut-turut dari 2016-2020, tren ekspor porang meningkat 40,19%. Pada 2020, ekspor terbesar porang adalah ke China, diikuti sejumlah negara seperti Thailand dan Malaysia yang nilainya cukup besar. "Kalau kita lihat, totalnya bisa mencapai 67,64% atau USD13,28 juta," ujarnya dalam webinar Halal Bihalal KOPITU 2021 di Jakarta, Rabu (19/5/2021).
Namun, lantaran pandemi Covid-19, dia mengatakan ada catatan yakni terkait kode Harmonized System (HS) spesifik untuk Porang. Salah satu yang menjadi perhatian adalah karena belum ada HS yang bisa mendapatkan penyesuaian ketika ekspor ke negara-negara seperti China.
Akibatnya, para pelaku ekspor menggunakan dua kode HS, yaitu HS12129990 dan HS 07144090. "Jadi data ekspor porang kita masih sedikit mixed, tercampur dengan produk lain yang dalam tabel. HS Code ini meliputi tanaman umbi-umbian yang lain," jelas dia.
Jerry membeberkan, ada 15 negara tujuan ekspor porang, di mana 5 negara teratas adalah China, Thailand, Malaysia, Vietnam, dan Belanda. "Ekspor porang kita banyak kenaikan sebenarnya dari sisi angka dan volume, dan salah satu provinsi penyumbang porang terbesar adalah di Jawa Timur, diikuti dengan Jawa Tengah, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, dan DKI Jakarta," paparnya.
Hal ini menunjukkan bahwa potensi porang sebenarnya ada dan perlu dikapitalisasikan dan diutilisasikan secara maksimal ke depannya. "Tapi tantangannya, kembali lagi, kita belum punya kode HS 8 digit khusus. Hambatan keduanya, sejak 1 Juni 2020, porang belum bisa masuk ke sana karena belum ada dokumen risk assessment terkait food safety yang menjadi standar di China," ungkapnya.
Sampai saat ini, kata Jerry, baru ada 4 negara yang secara resmi mengekspor langsung ke China, yaitu Belgia, Korea Utara, Myanmar, dan Jepang. "Ini penting karena terkait bagaimana strategi kita mendapatkan kepastian, dan mendapatkan clearance bahwa produk kita secara keamanan dan kapasitasnya itu terverifikasi dari otoritas di sana. Sarang burung walet kita juga melalui seleksi produk yang ketat di China," tukasnya.
Dia menyebut progres untuk sarang burung walet pun sudah berjalan baik. Diharapkan, hal serupa juga terjadi untuk produk porang dengan adanya bahu-membahu antara pemerintah, pengusaha, dan para stakeholders secara kontinyu.
"Upaya yang bisa kita lakukan adalah dengan menyusun risk assessment untuk disampaikan kepada otoritas China, dan yang kedua terkait jaminan mutu dan keamanan pangan serta kesepakatan dengan China untuk menggunakan HS Code yang sama-sama bisa digunakan, sehingga bisa memperlihatkan angka yang pasti, legal, dan valid terkait ekspor kita agar tidak tercampur dengan produk-produk lain," bebernya.
Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Jerry Sambuaga mengatakan, selama lima tahun berturut-turut dari 2016-2020, tren ekspor porang meningkat 40,19%. Pada 2020, ekspor terbesar porang adalah ke China, diikuti sejumlah negara seperti Thailand dan Malaysia yang nilainya cukup besar. "Kalau kita lihat, totalnya bisa mencapai 67,64% atau USD13,28 juta," ujarnya dalam webinar Halal Bihalal KOPITU 2021 di Jakarta, Rabu (19/5/2021).
Namun, lantaran pandemi Covid-19, dia mengatakan ada catatan yakni terkait kode Harmonized System (HS) spesifik untuk Porang. Salah satu yang menjadi perhatian adalah karena belum ada HS yang bisa mendapatkan penyesuaian ketika ekspor ke negara-negara seperti China.
Akibatnya, para pelaku ekspor menggunakan dua kode HS, yaitu HS12129990 dan HS 07144090. "Jadi data ekspor porang kita masih sedikit mixed, tercampur dengan produk lain yang dalam tabel. HS Code ini meliputi tanaman umbi-umbian yang lain," jelas dia.
Jerry membeberkan, ada 15 negara tujuan ekspor porang, di mana 5 negara teratas adalah China, Thailand, Malaysia, Vietnam, dan Belanda. "Ekspor porang kita banyak kenaikan sebenarnya dari sisi angka dan volume, dan salah satu provinsi penyumbang porang terbesar adalah di Jawa Timur, diikuti dengan Jawa Tengah, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, dan DKI Jakarta," paparnya.
Hal ini menunjukkan bahwa potensi porang sebenarnya ada dan perlu dikapitalisasikan dan diutilisasikan secara maksimal ke depannya. "Tapi tantangannya, kembali lagi, kita belum punya kode HS 8 digit khusus. Hambatan keduanya, sejak 1 Juni 2020, porang belum bisa masuk ke sana karena belum ada dokumen risk assessment terkait food safety yang menjadi standar di China," ungkapnya.
Sampai saat ini, kata Jerry, baru ada 4 negara yang secara resmi mengekspor langsung ke China, yaitu Belgia, Korea Utara, Myanmar, dan Jepang. "Ini penting karena terkait bagaimana strategi kita mendapatkan kepastian, dan mendapatkan clearance bahwa produk kita secara keamanan dan kapasitasnya itu terverifikasi dari otoritas di sana. Sarang burung walet kita juga melalui seleksi produk yang ketat di China," tukasnya.
Dia menyebut progres untuk sarang burung walet pun sudah berjalan baik. Diharapkan, hal serupa juga terjadi untuk produk porang dengan adanya bahu-membahu antara pemerintah, pengusaha, dan para stakeholders secara kontinyu.
"Upaya yang bisa kita lakukan adalah dengan menyusun risk assessment untuk disampaikan kepada otoritas China, dan yang kedua terkait jaminan mutu dan keamanan pangan serta kesepakatan dengan China untuk menggunakan HS Code yang sama-sama bisa digunakan, sehingga bisa memperlihatkan angka yang pasti, legal, dan valid terkait ekspor kita agar tidak tercampur dengan produk-produk lain," bebernya.
(ind)
Lihat Juga :
tulis komentar anda