Masih Pandemi, Lakpesdam PBNU Sebut Revisi PP 109 Bikin Petani Tembakau Makin Terhimpit
Rabu, 16 Juni 2021 - 20:14 WIB
JAKARTA - Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Lakpesdam PBNU) menyoroti rencana revisi PP No 109/2012 yang mengatur pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan.
Peneliti Lakpesdam PBNU, Abdullah mengatakan, jika revisi tersebut dilakukan pada situasi pandemi seperti saat ini, dikhawatirkan akan memperburuk kondisi petani tembakau yang mayoritas adalah warga nahdliyin.
Dia menegaskan, petani merupakan kelompok paling rentan yang harus dilindungi di industri hasil tembakau (IHT) terutama di masa Covid-19. Sehingga, menurut Abdullah, alih-alih merevisi PP 109, pemerintah harusnya lebih memperhatikan kesejahteraan petani. “Harusnya pemerintah memberikan angin segar, kok malah mau membunuh petani tembakau?” ujarnya, dikutip Rabu (16/6/2021).
Seperti diketahui, sejumlah organisasi anti tembakau terus mendorong pemerintah untuk segera menyelesaikan revisi PP 109 pada tahun ini. Di lain pihak, pelaku industri hasil tembakau menilai langkah tersebut akan berdampak sistemik secara keseluruhan di IHT dan turunannya.
“Petani tembakau sebelumnya saja sudah menjerit. Kalau direvisi, peluang mereka semakin sempit ya semakin nyungsep,” tukasnya seraya meminta ke depan kebijakan yang diambil harus berpihak pada petani.
Sebelumnya, sejumlah asosiasi di IHT seperti RTMM, GAPPRI dan Gaprindo juga menyatakan penolakannya terhadap revisi PP 109 yang dianggap akan mematikan industri tembakau yang selama ini telah berkontribusi besar terhadap perekonomian nasional.
Serapan tenaga kerja di industri ini juga mencapai 6,4% terhadap seluruh pekerja industri manufaktur. Sektor ini memberi dampak yang signifikan bagi ekonomi dengan rantai pasok hulu-hilirnya yang berada di Indonesia.
Peneliti Lakpesdam PBNU, Abdullah mengatakan, jika revisi tersebut dilakukan pada situasi pandemi seperti saat ini, dikhawatirkan akan memperburuk kondisi petani tembakau yang mayoritas adalah warga nahdliyin.
Baca Juga
Dia menegaskan, petani merupakan kelompok paling rentan yang harus dilindungi di industri hasil tembakau (IHT) terutama di masa Covid-19. Sehingga, menurut Abdullah, alih-alih merevisi PP 109, pemerintah harusnya lebih memperhatikan kesejahteraan petani. “Harusnya pemerintah memberikan angin segar, kok malah mau membunuh petani tembakau?” ujarnya, dikutip Rabu (16/6/2021).
Seperti diketahui, sejumlah organisasi anti tembakau terus mendorong pemerintah untuk segera menyelesaikan revisi PP 109 pada tahun ini. Di lain pihak, pelaku industri hasil tembakau menilai langkah tersebut akan berdampak sistemik secara keseluruhan di IHT dan turunannya.
“Petani tembakau sebelumnya saja sudah menjerit. Kalau direvisi, peluang mereka semakin sempit ya semakin nyungsep,” tukasnya seraya meminta ke depan kebijakan yang diambil harus berpihak pada petani.
Sebelumnya, sejumlah asosiasi di IHT seperti RTMM, GAPPRI dan Gaprindo juga menyatakan penolakannya terhadap revisi PP 109 yang dianggap akan mematikan industri tembakau yang selama ini telah berkontribusi besar terhadap perekonomian nasional.
Serapan tenaga kerja di industri ini juga mencapai 6,4% terhadap seluruh pekerja industri manufaktur. Sektor ini memberi dampak yang signifikan bagi ekonomi dengan rantai pasok hulu-hilirnya yang berada di Indonesia.
(ind)
tulis komentar anda