Curhat Eks Pilot Merpati: 35 Tahun Pertaruhkan Nyawa, Begitu Pensiun Pesangon Melayang
Rabu, 23 Juni 2021 - 13:29 WIB
Kala itu, tidak ada atau belum ada prosedur-prosedur baku untuk mendarat secara instrument, karena memang medannya yang tidak memungkinkan. Dengan keterbatasan-keterbatasan yang ada, para pilot harus mampu berjuang untuk dapat terbang dengan aman dan selamat sampai ke tujuan.
Bahkan, beberapa rekan di antara mereka gugur karena mengalami musibah, meninggal dunia atau hilang. Bahkan sampai sekarang masih ada rekan mereka yang hilang tidak diketahui keberadaanya.
Eddy mengutarakan, ada pesawat rekan mereka dan seisinya hilang saat terbang di Papua antara Manokwari dan Bintuni, serta di Selat Molo, di Laut antara Pulau Komodo dan Pulau Flores. Peristiwa ini sangat menyedihkan bagi mereka.
Sejak 2012, Eddy memasuki masa purna bakti. 35 tahun sudah dia mengabdi di MNA, namun dengan alasan tidak adanya uang, pesangonnya pun tidak dibayar seutuhnya. Pada Surat Pengakuan Utang (SPU) yang diberikan, tertulis bahwa pesangon akan dilunasi pada tahun 2018. Namun, pada 2014 lalu, MNA dinyatakan berhenti beroperasi, bukan dibubarkan.
Sayangnya sebelum jatuh tempo pembayaran sisa pesangon sesuai SPU, ada salah satu vendor MNA yang mengajukan sidang PKPU. Saat itu putusan dari Pengadilan Negeri Surabaya pada 14 November 2018 menganulir SPU tersebut. Pesangon akan dibayarkan jika MNA bisa terbang lagi.
"Menurut saya keputusan tersebut adalah keputusan yang tidak pasti, bahkan suatu hal yang nyaris tidak mungkin terjadi," ujar dia.
Kejadian lain, dana pensiun MNA juga dibubarkan oleh Direktur Utama MNA. Tidak jelas kapan penjualan asset-aset dana pensiun diselesaikan, tetapi masih ada karyawan di Merpati dan Dapen MNA sampai sekarang yang masih dipekerjakan. Sedangkan mereka, para pensiunan yang sudah mengabdi puluhan tahun ini harus gigit jari menunggu hal yang tidak pasti.
Baca juga:4 Wasiat Salafus Saleh Agar Bersikap Tawadhu
"Sampai sekarang kami masih menunggu kejelasan. Kami merasa ada yang aneh, karena Merpati dinyatakan berhenti beroperasi dari tahun 2014 namun sampai sekarang MNA masih ada. Masih ada direksi dan staf yang tentunya masih menerima gaji sebagai Direksi BUMN dan stafnya. Kami para eks karyawan tidak mengharapkan tanda jasa, kami hanya memohon perhatian dari pemerintah," katanya.
Mengingat misi tugas MNA sebagai jembatan udara Nusantara yang merintis membuka daerah-daerah terpencil di Indonesia. MNA bukanlah BUMN yang hanya berorientasi pada profit semata, Eddy dan rekan-rekannya hanya ingin kejelasan tentang hak-hak mereka sebagai eks karyawan untuk menunjang hidup di masa tua.
Bahkan, beberapa rekan di antara mereka gugur karena mengalami musibah, meninggal dunia atau hilang. Bahkan sampai sekarang masih ada rekan mereka yang hilang tidak diketahui keberadaanya.
Eddy mengutarakan, ada pesawat rekan mereka dan seisinya hilang saat terbang di Papua antara Manokwari dan Bintuni, serta di Selat Molo, di Laut antara Pulau Komodo dan Pulau Flores. Peristiwa ini sangat menyedihkan bagi mereka.
Sejak 2012, Eddy memasuki masa purna bakti. 35 tahun sudah dia mengabdi di MNA, namun dengan alasan tidak adanya uang, pesangonnya pun tidak dibayar seutuhnya. Pada Surat Pengakuan Utang (SPU) yang diberikan, tertulis bahwa pesangon akan dilunasi pada tahun 2018. Namun, pada 2014 lalu, MNA dinyatakan berhenti beroperasi, bukan dibubarkan.
Sayangnya sebelum jatuh tempo pembayaran sisa pesangon sesuai SPU, ada salah satu vendor MNA yang mengajukan sidang PKPU. Saat itu putusan dari Pengadilan Negeri Surabaya pada 14 November 2018 menganulir SPU tersebut. Pesangon akan dibayarkan jika MNA bisa terbang lagi.
"Menurut saya keputusan tersebut adalah keputusan yang tidak pasti, bahkan suatu hal yang nyaris tidak mungkin terjadi," ujar dia.
Kejadian lain, dana pensiun MNA juga dibubarkan oleh Direktur Utama MNA. Tidak jelas kapan penjualan asset-aset dana pensiun diselesaikan, tetapi masih ada karyawan di Merpati dan Dapen MNA sampai sekarang yang masih dipekerjakan. Sedangkan mereka, para pensiunan yang sudah mengabdi puluhan tahun ini harus gigit jari menunggu hal yang tidak pasti.
Baca juga:4 Wasiat Salafus Saleh Agar Bersikap Tawadhu
"Sampai sekarang kami masih menunggu kejelasan. Kami merasa ada yang aneh, karena Merpati dinyatakan berhenti beroperasi dari tahun 2014 namun sampai sekarang MNA masih ada. Masih ada direksi dan staf yang tentunya masih menerima gaji sebagai Direksi BUMN dan stafnya. Kami para eks karyawan tidak mengharapkan tanda jasa, kami hanya memohon perhatian dari pemerintah," katanya.
Mengingat misi tugas MNA sebagai jembatan udara Nusantara yang merintis membuka daerah-daerah terpencil di Indonesia. MNA bukanlah BUMN yang hanya berorientasi pada profit semata, Eddy dan rekan-rekannya hanya ingin kejelasan tentang hak-hak mereka sebagai eks karyawan untuk menunjang hidup di masa tua.
tulis komentar anda