Pajak Sembako Hanya Akan Bikin Dapur Jadi Tak Ngebul
Senin, 28 Juni 2021 - 19:51 WIB
JAKARTA - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai wacana pajak pertambahan nilai (PPN) untuk sembako hanya akan menambah beban masyarakat. Pasalnya, konsumsi rumah tangga kondisinya masih tertekan. Salah satu komponen konsumsi yang terkontraksi adalah makanan dan minuman.
Baca juga:Ronaldo Terhenti di Piala Eropa 2020, Patrik Schick Berpeluang Jadi Top Skor
"Pertumbuhan secara year-on-year hingga kuartal I tahun ini masih negatif. Kalau pemerintah mewacanakan PPN sembako ini, apakah akan dilakukan jangka pendek atau nanti jangka panjang. (Sebaiknya jangka panjang) Artinya, 10 tahun mendatang di saat konsumsi rumah tangga kita sudah sehat lagi," ujar Kepala Food Center Sustainable Food Development Indef, Abra Talattov, dalam diskusi secara virtual, Senin (28/6/2021).
Dia melanjutkan, komponen makanan dan minuman pada kuartal I-2021 masih terkontraksi sebesar 2,23%. Secara data menunjukkan bahwa rumah tangga tidak akan siap menanggung beban tambahan pajak dari PPN sembako.
"Memang isu ini bukan hanya tidak bisa diterima oleh masyarakat secara psikologis, tetapi secara faktual data menunjukan bahwa rumah tangga tidak akan siap menanggung beban tambahan pajak dari PPN tadi," tuturnya.
Menurut dia, pemerintah harus melakukan reformasi penerimaan pajak ketimbang memungut tarif PPN sembako untuk menggenjot penerimaan pajak. Salah satunya adalah mendorong kepatuhan wajib pajak (WP) dalam menjalankan kewajibannya.
Baca juga:Tanda Saturasi Oksigen Rendah dan Normal pada Pasien Covid-19
Saat ini rasio kepatuhan WP per April 2021 baru 64,5% dan rasio kepatuhan WP badan baru 51,5%. Optimalisasi pajak juga bisa dilakukan dengan pengumpulan dan pemanfaatan data eksternal (AEoI, perbankan), memberantas BKC ilegal, dan juga kebocoran pada kepabeanan.
Baca juga:Ronaldo Terhenti di Piala Eropa 2020, Patrik Schick Berpeluang Jadi Top Skor
"Pertumbuhan secara year-on-year hingga kuartal I tahun ini masih negatif. Kalau pemerintah mewacanakan PPN sembako ini, apakah akan dilakukan jangka pendek atau nanti jangka panjang. (Sebaiknya jangka panjang) Artinya, 10 tahun mendatang di saat konsumsi rumah tangga kita sudah sehat lagi," ujar Kepala Food Center Sustainable Food Development Indef, Abra Talattov, dalam diskusi secara virtual, Senin (28/6/2021).
Dia melanjutkan, komponen makanan dan minuman pada kuartal I-2021 masih terkontraksi sebesar 2,23%. Secara data menunjukkan bahwa rumah tangga tidak akan siap menanggung beban tambahan pajak dari PPN sembako.
"Memang isu ini bukan hanya tidak bisa diterima oleh masyarakat secara psikologis, tetapi secara faktual data menunjukan bahwa rumah tangga tidak akan siap menanggung beban tambahan pajak dari PPN tadi," tuturnya.
Menurut dia, pemerintah harus melakukan reformasi penerimaan pajak ketimbang memungut tarif PPN sembako untuk menggenjot penerimaan pajak. Salah satunya adalah mendorong kepatuhan wajib pajak (WP) dalam menjalankan kewajibannya.
Baca juga:Tanda Saturasi Oksigen Rendah dan Normal pada Pasien Covid-19
Saat ini rasio kepatuhan WP per April 2021 baru 64,5% dan rasio kepatuhan WP badan baru 51,5%. Optimalisasi pajak juga bisa dilakukan dengan pengumpulan dan pemanfaatan data eksternal (AEoI, perbankan), memberantas BKC ilegal, dan juga kebocoran pada kepabeanan.
(uka)
tulis komentar anda