ASI Bersuara: Pajak Karbon Bisa Bikin Pabrik Semen Gulung Tikar
Senin, 05 Juli 2021 - 23:15 WIB
“Kami mengusulkan pemerintah menetapkan batas atas karbon yang dapat dikeluarkan sebuah pabrikan. Pabrikan dapat mengeluarkan karbon dari yang ditentukan dengan membeli kuota karbon dari pabrikan yang belum menyentuh kuota maksimal,” ujar Widodo.
Di sisi lain, industri semen nasional telah berhasil mengurangi emisi karbon selama 10 tahun terakhir.
Berdasarkan data ASI, industri semen nasional memproduksi emisi sebanyak 725,7 kilogram CO2 per ton semen pada 2021. Sedangkan data 2020 menunjukkan angka tersebut turun menjadi 641,5 kilogram CO2 per ton semen.
Dengan kata lain, industri semen telah mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sebanyak 11,6% selama 10 tahun terakhir. Secara absolut, industri semen telah mengurangi emisi GRK sebanyak 6 juta ton pada 2010 sampai dengan 2020.
Pemerintah berencana melakukan penarikan pajak karbon sebesar Rp75 per kilogram (kg) karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara. Tujuannya untuk mengendalikan pencemaran lingkungan hidup yang diakibatkan oleh emisi karbon.
Kebijakan tersebut tertuang dalam perubahan kelima Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Beleid ini rencananya akan dibahas secepatnya di tahun ini sebab sudah ditetapkan dalam program legislasi nasional (prolegnas) oleh parlemen.
Dari revisi UU KUP mengungkapkan, pajak karbon dipungut dari orang pribadi atau korporasi yang membeli barang mengandung karbon dan/atau melakukan aktivitas yang menghasilkan karbon.
Untuk sisi administrasi perpajakannya, pajak karbon terutang dalam jumlah tertentu pada periode tertentu. Pajak karbon terutang pada saat pembelian barang yang mengandung karbon atau pada periode tertentu dari aktivitas menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tertentu.
Dari sisi penerimaan, nantinya uang pajak yang didapat dari pajak karbon dapat dialokasikan untuk pengendalian perubahan iklim.
Kelak, bila beleid ini diundangkan, maka pemerintah akan segera menurunkan peraturan pemerintah (PP) terkait sebagai aturan pelaksana pajak karbon antara lain terkait tarif dan penambahan objek pajak yang dikenai karbon.
Di sisi lain, industri semen nasional telah berhasil mengurangi emisi karbon selama 10 tahun terakhir.
Berdasarkan data ASI, industri semen nasional memproduksi emisi sebanyak 725,7 kilogram CO2 per ton semen pada 2021. Sedangkan data 2020 menunjukkan angka tersebut turun menjadi 641,5 kilogram CO2 per ton semen.
Dengan kata lain, industri semen telah mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sebanyak 11,6% selama 10 tahun terakhir. Secara absolut, industri semen telah mengurangi emisi GRK sebanyak 6 juta ton pada 2010 sampai dengan 2020.
Pemerintah berencana melakukan penarikan pajak karbon sebesar Rp75 per kilogram (kg) karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara. Tujuannya untuk mengendalikan pencemaran lingkungan hidup yang diakibatkan oleh emisi karbon.
Kebijakan tersebut tertuang dalam perubahan kelima Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Beleid ini rencananya akan dibahas secepatnya di tahun ini sebab sudah ditetapkan dalam program legislasi nasional (prolegnas) oleh parlemen.
Dari revisi UU KUP mengungkapkan, pajak karbon dipungut dari orang pribadi atau korporasi yang membeli barang mengandung karbon dan/atau melakukan aktivitas yang menghasilkan karbon.
Untuk sisi administrasi perpajakannya, pajak karbon terutang dalam jumlah tertentu pada periode tertentu. Pajak karbon terutang pada saat pembelian barang yang mengandung karbon atau pada periode tertentu dari aktivitas menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tertentu.
Dari sisi penerimaan, nantinya uang pajak yang didapat dari pajak karbon dapat dialokasikan untuk pengendalian perubahan iklim.
Kelak, bila beleid ini diundangkan, maka pemerintah akan segera menurunkan peraturan pemerintah (PP) terkait sebagai aturan pelaksana pajak karbon antara lain terkait tarif dan penambahan objek pajak yang dikenai karbon.
tulis komentar anda