Serikat Pekerja PLN Tolak Rencana Holding Pembangkit Listrik
Selasa, 27 Juli 2021 - 14:30 WIB
JAKARTA - Serikat Pekerja (SP) PLN menolak rencana pembentukan holding Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). SP PLN juga menolak rencana Kementerian BUMN yang berniat untuk melakukan penjualan aset PLN melalui Initial Public Offering (IPO).
Sekretaris Jenderal Pegawai PT Indonesia Power (PPIP) Andy Wijaya mengatakan, holding PLTP maupun holding PLTU bertentangan dengan konstitusi bila PT PLN (Persero) tidak menjadi holding company. SP PLN menolak rencana holding PLTP yang akan dipimpin oleh Pertamina Geothermal Energy (PGE).
"Kenapa holding dipimpin oleh PGE? Padahal kami, PT PLN (Persero) khusus EBT sampai saat ini telah terbukti menyediakan listrik yang affordable, andal, dan hijau bagi masyarakat," ujarnya dalam konferensi pers, Selasa (27/7/2021).
Dia melanjutkan, PLN dan anak perusahaannya telah terbukti mengoperasikan dan mengelola PLTP selama 39 tahun. Hal ini dibuktikan dengan kinerja yang andal. "Sehingga menjadi pertanyaan kepada induk holdingnya diserahkan ke pihak lain yang minim pengalaman dalam pengelolaan PTLP," ungkapnya.
Menurut dia, dalam UUD Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 33 Ayat (2) tenaga listrik termasuk kedalam cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak. Oleh karena itu harus dikuasai negara. Dalam arti harus dikelola oleh negara melalui perusahaan negara yang didanai oleh pemerintah atau dengan kemitraan bersama swasta nasional atau asing yang menyertakan dana pinjaman dari dalam dan luar negeri atau dengan melibatkan modal swasta nasional/asing dengan sistem kemitraan yang baik dan saling menguntungkan.
"Persoalannya adalah apakah yang dimaksud dengan perusahaan negara pengelola tenaga listrik hanyalah BUMN, dalam hal ini PLN, ataukah bisa dibagi dengan perusahaan negara yang lain, bahkan dengan perusahaan daerah (BUMD) sesuai dengan semangat otonomi daerah?," kata Andy.
Dia melanjutkan, Mahkamah berpendapat, jika PLN memang masih mampu dan bisa lebih efisien, tidak ada salahnya jika tugas itu tetap diberikan kepada PLN, tetapi jika tidak, dapat juga berbagi tugas dengan BUMN lainnya atau BUMD dengan PLN sebagai holding company.
SP PLN juga menolak rencana Kementerian BUMN yang berniat melakukan privatisasi kepada usaha-usaha ketenagalistrikan yang saat ini masih dimiliki oleh PLN dan anak usahanya. "Kami mendukung agar PLN menjadi leader di sektor ketenagalistrikan energi baru terbarukan di Indonesia sesuai fungsi dibentuknya PT PLN (Persero) dengan memberdayakan putra putri bangsa," tuturnya.
Sekretaris Jenderal Pegawai PT Indonesia Power (PPIP) Andy Wijaya mengatakan, holding PLTP maupun holding PLTU bertentangan dengan konstitusi bila PT PLN (Persero) tidak menjadi holding company. SP PLN menolak rencana holding PLTP yang akan dipimpin oleh Pertamina Geothermal Energy (PGE).
"Kenapa holding dipimpin oleh PGE? Padahal kami, PT PLN (Persero) khusus EBT sampai saat ini telah terbukti menyediakan listrik yang affordable, andal, dan hijau bagi masyarakat," ujarnya dalam konferensi pers, Selasa (27/7/2021).
Dia melanjutkan, PLN dan anak perusahaannya telah terbukti mengoperasikan dan mengelola PLTP selama 39 tahun. Hal ini dibuktikan dengan kinerja yang andal. "Sehingga menjadi pertanyaan kepada induk holdingnya diserahkan ke pihak lain yang minim pengalaman dalam pengelolaan PTLP," ungkapnya.
Menurut dia, dalam UUD Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 33 Ayat (2) tenaga listrik termasuk kedalam cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak. Oleh karena itu harus dikuasai negara. Dalam arti harus dikelola oleh negara melalui perusahaan negara yang didanai oleh pemerintah atau dengan kemitraan bersama swasta nasional atau asing yang menyertakan dana pinjaman dari dalam dan luar negeri atau dengan melibatkan modal swasta nasional/asing dengan sistem kemitraan yang baik dan saling menguntungkan.
"Persoalannya adalah apakah yang dimaksud dengan perusahaan negara pengelola tenaga listrik hanyalah BUMN, dalam hal ini PLN, ataukah bisa dibagi dengan perusahaan negara yang lain, bahkan dengan perusahaan daerah (BUMD) sesuai dengan semangat otonomi daerah?," kata Andy.
Dia melanjutkan, Mahkamah berpendapat, jika PLN memang masih mampu dan bisa lebih efisien, tidak ada salahnya jika tugas itu tetap diberikan kepada PLN, tetapi jika tidak, dapat juga berbagi tugas dengan BUMN lainnya atau BUMD dengan PLN sebagai holding company.
SP PLN juga menolak rencana Kementerian BUMN yang berniat melakukan privatisasi kepada usaha-usaha ketenagalistrikan yang saat ini masih dimiliki oleh PLN dan anak usahanya. "Kami mendukung agar PLN menjadi leader di sektor ketenagalistrikan energi baru terbarukan di Indonesia sesuai fungsi dibentuknya PT PLN (Persero) dengan memberdayakan putra putri bangsa," tuturnya.
(nng)
Lihat Juga :
tulis komentar anda